JAKARTA - Proses akuisisi saham Twitter senilai Rp683 triliun oleh miliarder Elon Musk berjalan pelan dan pasti. Berawal dengan membeli hanya 5 persen saham secara diam-diam sekiranya pada awal tahun 2022.
Selang beberapa bulan kemudian, Musk kembali menambah persentase kepemilikan sahamnya di media sosial berlogo burung biru tersebut, Menurut dokumen yang dirilis Komisi Sekuritas dan Bursa AS (Securities and Exchange Commission/SEC), Elon Musk telah membeli 73.486.938 saham Twitter pada 14 Maret 2022.
Alhasil, Musk resmi memiliki 9,2 persen perusahaan Twitter dan menjadi pemegang saham ‘luar’ terbesar di Twitter. Kala itu, Tujuan pembelian saham Twitter yang dilakukan Elon masih menjadi misteri. Namun, analis lembaga riset CFRA, Angelino Zino, sudah memprediksi ini merupakan upaya Elon mengakuisisi Twitter.
Twitter Inc lalu menawarkan Musk duduk sebagai anggota dewan direksi. Namun, Musk memahami dengan duduk di posisi tersebut, dia tidak akan dapat memiliki lebih dari 14,9 persen saham Twitter. Musk menolak.
Melansir Reuters, Penolakan Musk diumumkan langsung oleh CEO Twitter, Parag Agrawal pada 11 April lalu, “Elon Musk telah resmi menolak penunjukkan tersebut. Dengan begitu, Musk batal menjabat posisi direktur kelas II di Twitter.”
Selang dua hari, Musk secara mengejutkan mengajukan penawaran mengakuisisi Twitter.
“Saya akan membuat penawaran,” kicau Musk seraya menyertakan tautan ke dokumen filling di Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) pada 14 April.
"Twitter memiliki potensi yang luar biasa. Saya akan membukanya," kata Musk dalam dokumen tersebut.
"Penawaran saya adalah penawaran terbaik dan terakhir saya dan jika tidak diterima, saya perlu mempertimbangkan kembali posisi saya sebagai pemegang saham," Musk melanjutkan.
Pihak perusahaan mencoba menghadang upaya Musk dengan menerapkan strategi ‘pil racun’. Melemahkan siapa pun yang mengumpulkan saham perusahaan lebih dari 15 persen dengan menjual lebih banyak saham kepada pemegang saham lain dengan harga diskon. Pil racun akan berlaku selama 364 hari.
Ini adalah taktik untuk mencegah pengambilalihan saham oleh orang atau perusahaan yang tidak diinginkan dengan membuat saham Twitter tidak menguntungkan bagi pengakuisisi.
Namun Musk tetap tak tergoyahkan. Pemilik Tesla ini akhirnya berhasil merampungkan pengambil-alihan Twitter Inc pada 27 Oktober lalu.
Kebijakan Cuci Gudang
Tak lama setelah kesepakatan pembelian, Musk langsung memecat Agrawal, Chief Financial Officer (CFO) Ned Segal, dan Kepala Kebijakan dan Legal Vijaya Gadde. Musk, menurut Reuters, menuduh mereka memberikan data menyesatkan tentang jumlah pengguna dan akun palsu di Twitter.
Tak hanya para petinggi, Musk pun segera cuci gudang dengan memecat ribuan karyawan lainnya. Yoel Roth, Kepala Divisi Keamanan dan Integritas Twitter, mengonfirmasi dalam utas Twitter sekiranya 50 persen tenaga kerja Twitter telah di-PHK di seluruh perusahaan.
Musk mengungkapkan tidak memiliki pilihan lain. Ini dilakukan sebagai langkah perubahan karena perusahaan kehilangan 4 juta dolar AS setiap hari.
Langkah Musk tersebut menuai kontroversi dari para karyawan. Tak lama kemudian Roth dan Kepala Keamanan Informasi Twitter, Lea Kissner pun memilih hengkang.
"Saya telah membuat keputusan sulit untuk meninggalkan Twitter. Saya memiliki kesempatan untuk bekerja dengan orang-orang luar biasa dan saya sangat bangga dengan privasi, keamanan, dan tim IT serta pekerjaan yang telah kami lakukan," cuit Kissner 10 November lalu.
Twitter memiliki sekitar 7.500 pekerja sebelum pengambilalihan Musk. Namun, 3.700 karyawan dipecat setelah ia masuk.
Bahkan, saat ini, jumlah tersebut kembali berkurang. Elon Musk kian menegaskan langkahnya untuk membangun Twitter 2.0 dengan memberikan ultimatum kepada karyawan agar bekerja lebih keras hingga lembur atau mundur. Karyawan diberikan waktu hingga 17 November sore untuk bertahan atau hengkang dengan pesangon tiga bulan.
Ternyata, melansir The Verge, ratusan karyawan langsung mengucapkan selamat tinggal dan mengunggah emoji hormat di channel Slack internal perusahaan. Kabarnya, 42 persen mengambil opsi keluar.
Sejak Elon Musk mengakuisisi Twitter diperkiraan lebih dari 70 persen karyawan sudah keluar, baik dipecat atau mengundurkan diri.
“Dan begitu saja, setelah 12 tahun, saya meninggalkan Twitter. Saya tidak punya apa-apa selain cinta untuk semua teman tweeps saya, dulu dan sekarang. Seribu wajah dan seribu adegan berkelebat di benak saya saat ini. Aku mencintaimu Twitter dan aku akan selamanya membiru,” cuit seorang karyawan Twitter Satanjeev Banerjee yang telah diterjemahkan, Jumat (18/11).
Pada saat bersamaan, perusahaan juga mengumumkan penutupan kantor dan pemblokiran akses karyawan mulai 17-21 November 2022.
Pengunduran diri massal karyawan Twitter hingga isu penutupan kantor dan penutupan Twitter tersebut menjadi trending topic di Twitter. Tagar Goodbye Twitter, RIPTwitter, HahTwitter bermunculan pada Jumat (18/11).
Namun, Elon Musk tak merisaukan. Menurut dia, “Orang-orang terbaik tetap tinggal, jadi saya tidak terlalu khawatir."
Masa Depan Peradaban
Menurut Alex Hern, editor teknologi The Guardian, bukan hanya di Twitter, ultimatum tersebut juga kerap dilakukannya ketika memimpin perusahaan-perusahannnya yang lain.
Dalam surat elektronik internal Tesla yang bocor tahun lalu, dia menjelaskan gaya manajemennya: “Jika email dikirim dari saya dengan arahan yang jelas, hanya ada tiga tindakan yang diizinkan oleh manajer. 1) Email saya kembali untuk menjelaskan mengapa apa yang saya katakan salah. Terkadang, saya benar-benar salah! 2) Meminta klarifikasi lebih lanjut jika apa yang saya katakan tidak jelas. 3) Jalankan petunjuknya.
"Jika tidak ada hal di atas yang dilakukan, manajer itu akan segera diminta untuk mengundurkan diri."
“Begitupun pada musim semi, karyawan diharapkan berada di kantor minimal 40 jam seminggu atau tinggalkan Tesla,” tulis Hern di The Guardian.
Musk tidak membeli Twitter untuk memangkas pekerjaan, atau sekadar memperluas wilayah kekuasaannya, yang sudah mencakup daratan (Tesla), luar angkasa (SpaceX), dan dunia bawah (Perusahaan Boring), ke dunia maya. Sebenarnya, motivasinya sudah jelas sejak April, ketika dia pertama kali mengajukan tawaran untuk memiliki perusahaan.
“Kebebasan berbicara adalah fondasi dari demokrasi yang berfungsi dan Twitter adalah alun-alun kota digital di mana hal-hal penting untuk masa depan umat manusia.”
Menurut Musk, ini bukan menyoal keuntungan. Memiliki platform publik yang dapat dipercaya penting untuk masa depan peradaban.
“Saya tidak membeli Twitter untuk meraup uang, tetapi demi kemanusiaan yang saya cintai,” ucap Elon Musk.