Bagikan:

JAKARTA – Ketika tengah beristirahat usai melaksanakan sederet agenda hari pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Indonesia, tiba-tiba Presiden Amerika Serikat Joe Biden terbangun. Seorang staf mengabarkan informasi penting yang terjadi di Polandia.

Pada Selasa (15/11) malam, Polandia mendapat serangan rudal yang kabarnya dilakukan oleh Rusia. Biden terkejut dan langsung menghubungi Presiden Polandia Andrzej Duda untuk menyampaikan belasungkawa mendalam atas jatuhnya korban jiwa atas insiden tersebut.

Joe Biden pun segera mengadakan pertemuan darurat dengan anggota G20 yang tergabung juga dalam anggota G7 pada Rabu (16/11) pagi.

Hadir Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Perancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Italia Georgia Meloni, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak.

Juga, sejumlah perwakilan Eropa lain, seperti Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Presiden Komisi Eropa Ursula Von Der Leyen, dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel.

Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev menganggap provokasi Barat bisa memicu Perang Dunia Ketiga dengan mengobarkan perang hibrida di Rusia. (Tass)

“Saya sedang mendiskusikan pertemuan dengan para pemimpin dunia tentang hilangnya nyawa di Polandia Timur dan komitmen Amerika Serikat untuk mendukung penyelidikan Polandia,” tulis Joe Biden di akun Twitternya, Rabu (16/11) pagi.

Pertemuan mengakibatkan mereka telat mengikuti agenda hari kedua KTT G20 penanaman bakau di Tahura Mangrove.

Biden mengatakan para pemimpin NATO dan anggota G7 akan melakukan penyelidikan lebih jauh serangan rudal Rusia ke Polandia. Menurut Biden, kemungkinan kecil rudal tersebut ditembakkan dari Rusia.

“Ada informasi awal yang membantah hal itu, tapi kita lihat saja nanti,” ujar Joe Biden kepada wartawan di Bali di sela-sela KTT G20.

Rudal menghantam fasilitas gandum Polandia di Przewodow, bagian timur Polandia yang berjarak sekitar 6 km dari perbatasan Ukraina pada pukul 15.40 waktu setempat. Seperti diberitakan Reuters, serangan terungkap ketika Rusia menggempur fasilitas energi di Ukraina yang mengakibatkan pemadaman listrik, bahkan pemadaman kabarnya hingga Moldova.

“Akibat serangan ini, dua orang dilaporkan tewas,” tulis Reuters.

Investigasi

Dewan Keamanan Nasional Polandia (BNN) masih menyelidiki asal-usul rudal tersebut. Sejauh ini, menurut Duda, Polandia tidak memiliki bukti nyata yang menunjukkan pelaku penembakan rudal tersebut,

Associated Press menyebut dugaan awal, rudal berasal dari Ukraina yang tak sengaja ditembakkan untuk menangkis serangan Rusia.

Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dilansir dari Tass membantah dan menganggap itu adalah provokasi. Pasukan Rusia tidak melakukan serangan terhadap sasaran yang dekat dengan perbatasan Ukraina-Polandia. Badan militer Rusia menunjukkan foto-foto puing yang dipublikasikan dari lokasi kejadian tidak memiliki kesamaan dengan senjata Rusia.

“Seperti yang ditekankan oleh kementerian, foto-foto fragmen yang diposting oleh media Polandia dari tempat kejadian tidak ada hubungannya dengan senjata Rusia,” tulis Tass. Rabu (16/11).

Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev menganggap provokasi Barat bisa memicu Perang Dunia Ketiga dengan mengobarkan perang hibrida di Rusia.

Eskalasi pengungsi di perbatasan Polandia-Ukraina akibat perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai. (Polish Defence Ministry)

Perang hibrida adalah teori strategi militer yang memadukan perang politik, perang cyber, dan perang konvensional, serta metode lain yang mempengaruhi  seperti perang berita palsu, diplomasi, lawfare, dan intervensi. 

"Insiden dengan dugaan serangan rudal Ukraina di sebuah pertanian Polandia membuktikan hanya satu hal: mengobarkan perang hibrida melawan Rusia, Barat bergerak lebih dekat ke perang dunia," tulisnya di Twitter pada hari Rabu (16/11).

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pun sepakat untuk segera melakukan penyelidikan insiden rudal tersebut. Dia meminta semua pihak menghargai terlebih dahulu pernyataan sikap dari Moskow sambil menunggu hasil investigasi. Bisa saja terjadi kesalahan teknis di lapangan atau hal lainnya.

“Saya harus menghormati posisi Rusia yang mengatakan bahwa itu bukan misilnya. Ini penting bagi kami,” kata Erdogan kepada wartawan di sela KTT G20 di Bali, Rabu (16/11).

“Kami mencoba untuk membawa Rusia dan Ukraina ke meja perundingan sesegera mungkin. Dalam hal ini, kami percaya metode provokasi bukanlah cara yang tepat. Jalan menuju perdamaian terletak melalui dialog," Erdogan menegaskan.

Provokasi Terhadap Rusia

Rusia memang menjadi sorotan utama dalam KTT G20 di Bali Indonesia. Para anggota mengharapkan Presiden Rusia Vladimir Putin lah yang hadir, tetapi Putin justru menunjuk Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov yang mewakilinya.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak sampai menyindir, “Pria yang bertanggung jawab atas begitu banyak pertumpahan darah di Ukraina dan perselisihan ekonomi di seluruh dunia tidak akan hadir untuk menghadapi rekan-rekannya.”

“Dia (Putin) bahkan tidak akan berusaha menjelaskan tindakannya. Sebaliknya, dia akan tinggal di rumah dan kita semua akan melanjutkan tugas yang ada,” ucap Sunak dalam keterangan resminya di Gov.uk, Senin (14/11).

Provokasi berlanjut kepada Lavrov. Sesampainya di Bali, media-media arus utama dunia mengabarkan Lavrov mengalami sakit hingga harus mendapat perawatan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova membantah kabar tersebut. Dia memposting video Lavrov, tampak sehat dengan T-shirt dan celana pendek.

“Mereka telah menulis tentang presiden kita selama 10 tahun bahwa dia jatuh sakit. Ini adalah permainan yang bukan hal baru dalam politik,” kata Lavrov dalam video tersebut.

Kondisi wilayah Polandia yang terkena rudal. Badan militer Rusia membantah dengan menunjukkan foto-foto puing yang dipublikasikan dari lokasi kejadian tidak memiliki kesamaan dengan senjata Rusia. (Wolski O Wonjie/Facebook/The Guardian)

Kantor berita negara Rusia Tass secara terpisah mengutip Lavrov yang mengatakan, "Saya di hotel, membaca materi untuk KTT besok."

Rusia kian disudutkan dalam dialog hari pertama KTT G20. Mayoritas anggota mendesak Rusia menghentikan aksi militernya terhadap Ukraina. Sebab, memberikan dampak sangat buruk terhadap negara-negara di seluruh dunia hingga menyebabkan krisis, baik pangan, energi, dan keuangan.

“Cara terbaik dan tercepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menarik Putin dari Ukraina,” kata Sunak.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang mendapat kesempatan berbicara secara virtual dalam KTT G20 meminta dukungan kepada G19 (19 anggota G20 tanpa menyertakan Rusia di dalamnya) menghentikan peperangan.

“Saya yakin sekaranglah saatnya perang destruktif Rusia harus dan dapat dihentikan. Ini akan menyelamatkan ribuan nyawa,” kata Zelensky, Selasa (15/11).

Lalu, pada Selasa (15/11) malam, usai menuntaskan agenda hari pertama KTT G20, Lavrov bergegas meninggalkan Bali, bersamaan dengan kabar serangan rudal Rusia ke Polandia. Posisinya di KTT G20 digantikan oleh Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov.

“Lavrov meninggalkan Bali pada akhir hari pertama KTT G20,” kata seorang sumber RIA Novosti, seperti dilansir dari AFP.