Presiden Jokowi Ajak Anggota G20 Bersatu: Paradigma Kolaborasi Sangat Dibutuhkan untuk Menyelamatkan Dunia
Presiden Jokowi membuka KTT G20 Bali pada 15 November 2022. (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

Bagikan:

JAKARTA - Dunia tengah menghadapi tantangan luar biasa. Pandemi COVID-19 yang belum selesai, perang, rivalitas yang terus menanjak telah mengguncang stabilitas ekonomi dunia. Hampir seluruh negara, terlebih negara-negara berkembang mengalami krisis di sektor ketahanan pangan, energi, dan keuangan.

Bila tidak segera mengambil langkah, Presiden Jokowi khawatir, dunia akan menjadi lebih suram tahun depan. Semisal dalam sektor ketahanan pangan. Ketersediaan pupuk tidak boleh disepelekan. Semakin langka, negara-negara di berbagai belahan dunia akan semakin rentan mengalami gagal panen.

“Saat itu terjadi, 48 negara berkembang dengan tingkat kerawanan pangan tertingi tentu akan menghadapi kondisi yang sangat serius,” ucap Jokowi saat membuka KTT G20 Bali, Selasa (15/11).

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) juga menyebut kerawanan pangan tingkat akut secara global akan terus meningkat hingga awal 2023. Global Report on Food Crisis 2022 Mid-year Update memperkirakan tersebut akan ada 205 juta orang di 45 negara yang akan menghadapi kerawanan pangan akut dan membutuhkan bantuan pangan yang mendesak pada periode tersebut.

“Selain itu, Sekitar 45 juta orang di 37 negara diproyeksikan hanya memiliki sedikit makanan sehingga mereka akan mengalami kekurangan gizi parah, berisiko meninggal atau sudah menghadapi kelaparan dan kematian,” sebut FAO dalam keterangan resminya Oktober lalu.

Suasana KTT G20 Bali hari pertama, 15 November 2022.  (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

Dalam wawancara dengan AP pada 22 September lalu, Kepala World Food Programme (WFP) David Beasley pun mendesak negara-negara pendonor mengambil langkah pencegahan untuk menyelesaikan kekurangan masalah bahan bakar, gandum, pupuk, dan bahan kebutuhan pokok lainnya. Bila tidak, dunia akan dilanda kekacauan.

Atas dasar itulah, Presiden Jokowi mengajak para kepala negara anggota G20 untuk bersikap bijak, mengedepankan kolaborasi untuk menyelamatkan dunia.

“Kita tidak punya pilihan lain. Paradigma kolaborasi sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan dunia. Kita semua memiliki tanggung jawab, tidak hanya untuk orang-orang kita, tetapi juga untuk orang-orang di dunia,” kata Jokowi

Rivalitas yang terus menanjak harus segera dapat diredam. Sehingga, kecenderungan untuk melakukan pelanggaran hukum internasional bisa ditekan. Masing-masing negara dapat saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

“Bertanggung jawab di sini juga berarti kita harus mengakhiri perang. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi dunia untuk bergerak maju. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi kita untuk bertanggung jawab atas masa depan generasi sekarang dan generasi mendatang. Kita seharusnya tidak membagi dunia menjadi beberapa bagian. Kita tidak boleh membiarkan dunia jatuh ke dalam perang dingin lagi,” Presiden Jokowi melanjutkan.

Beri Upaya Nyata

Sebagai Presidensi G20, Indonesia telah berupaya semaksimal mungkin menjembatani perbedaan yang sangat dalam, yang sangat lebar. Namun, keberhasilan hanya akan dapat tercapai jika semua, tanpa terkecuali, berkomitmen, bekerja keras, menyisihkan perbedaan-perbedaan untuk menghasilkan sesuatu yang konkret, sesuatu yang bermanfaat bagi dunia.

“Hari ini mata dunia tertuju pada pertemuan kita. Apakah kita akan mencetak keberhasilan? Atau akan menambah satu lagi angka kegagalan? Buat saya, G20 harus berhasil dan tidak boleh gagal,” lanjut Jokowi.

Indonesia berharap G20 dapat terus menjadi katalis pemulihan ekonomi yang inklusif. Di tengah situasi yang sangat sulit, G20 terus bekerja agar menghasilkan capaian konkret.

Mempersiapkan dana untuk menghadapi pandemi mendatang melalui pandemic fund, membantu ruang fiskal negara berpendapatan rendah melalui resilience and sustainability trust, mendorong percepatan pencapaian SDGs, menghasilkan ratusan kerja sama konkret, serta mendukung pemulihan ekonomi dunia yang lebih hijau dan berkelanjutan melalui Bali Compact mengenai transisi energi.

“Kita tidak hanya bicara, tapi melakukan langkah-langkah nyata. Mari kita perlihatkan kepada dunia bahwa kita dapat bersikap bijak, memikul tanggung jawab, dan menunjukkan jiwa kepemimpinan. Mari kita bekerja, dan mari kita bekerjasama untuk dunia. Recover together, recover stronger,” imbuh Presiden Jokowi.

India Bisa Jadi Negosiator

Hal senada dikatakan Perdana Menteri India, Narendra Modi. Dia pun menyerukan agar mengutamakan perdamaian dan negosiasi diplomatik guna mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

“Saya telah berulang kali mengatakan bahwa kita harus menemukan cara untuk kembali ke jalur gencatan senjata dan diplomasi di Ukraina,” kata Modi dalam pidatonya di KTT G20 Bali, Selasa (15/11).

Yang dibutuhkan saat ini adalah tekad konkret dan kolektif untuk memastikan perdamaian, harmoni, dan keamanan dunia. Terkait ini, India secara geopolitik bisa mengambil peran sebagai negosiator untuk perdamaian jika kedua belah pihak setuju duduk bersama.

Perdana Menteri India, Narendra Modi tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, 14 November 2022 untuk menghadiri KTT G20 yang akan berlangsung pada 15-16 November. (Antara/Media Center G20 Indonesia/Fikri)

Melansir The Guardian, India telah abstain dari semua suara PBB yang mengutuk invasi Rusia dan tetap netral. Namun di balik layar, Modi tetap berhubungan konstan dengan Putin. India kabarnya telah memainkan peran dalam membujuk Rusia mengizinkan kapal gandum Ukraina meninggalkan pelabuhan untuk memudahkan jalur pangan penduduk dunia.

India akan mengambil alih Kepresidenan G20 tahun depan dan akan menjadi tuan rumah KTT. Modi berasumsi, "PBB telah gagal mengatasi beberapa tantangan paling mendesak saat ini. Oleh karena itu, relevansi G20 menjadi lebih signifikan."