JAKARTA - Hary Tanoesoedibjo tanggapi langkah pemerintah untuk memigrasi TV analog ke TV digital yang secara resmi dilaksanakan pada 2 November lalu, mencakup wilayah Jabodetabek.
Bos MNC Group itu menyatakan dalam laman resmi Instagram-nya @hary.tanoesoedibjo, dari sisi hukum dirinya merasa janggal dengan penerapan TV digital ini yang hanya di wilayah Jabodetabek saja.
Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggunakan standar ganda, yaitu untuk wilayah Jabodetabek mengikuti perintah Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, namun untuk wilayah di luar Jabodetabek mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan Analog Switch Off (ASO).
"Jika dianggap ini adalah UU Cipta Kerja, seharusnya wilayah di luar Jabodetabek harus juga diberlakukan ASO. Dengan demikian artinya keputusan ASO terbatas di wilayah Jabodetabek bukan perintah Undang-undang, tetapi adalah keputusan dari Kominfo semata," ungkap Hary.
Hary juga menambahkan, bahwa dirinya pernah mengatakan kepada Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi sebaiknya saat ini (Indonesia) berjalan simulcast alias siaran analog dan siaran digital berjalan bersamaan, sampai masyarakat siap dengan TV digital.
BACA JUGA:
"Kalau mau cepat, TV analog dilarang diperjualbelikan di pasar, sehingga pada saat masyarakat membeli TV baru, yang dibeli otomatis TV digital," ujar Hary.
Di samping itu, Hary menduga percepatan migrasi ASO ini dinilai kurang tepat waktunya, karena masyarakat seperti dipaksa untuk membeli Set Top Box (STB) untuk menonton TV digital.
"Keputusan ASO ini sama saja memaksa masyarakat membeli Set Top Box (STB) agar dapat menonton siaran digital. Secara timing kondisi ekonomi sebagian masyarakat kita kurang baik saat ini, karena terimbas pandemi," tegas Hary.
"Saat ini yang jelas sangat diuntungkan adalah pabrik atau penjual STB. Karena pasti laku keras. Sebaliknya, yang dirugikan adalah masyarakat yang masih menggunakan TV analog yang pada umumnya rakyat kecil," imbuhnya.