JAKARTA - Misi Investigasi Sumber Debu Mineral Permukaan Bumi (EMIT) NASA secara mengejutkan mendeteksi metana 25 kali lebih kuat daripada karbon dioksida dalam menjerat panas di atmosfer.
Diketahui, EMIT sendiri adalah spektrometer pencitraan yang dirancang untuk mengidentifikasi sidik jari kimia dari berbagai mineral di permukaan bumi.
EMIT telah memetakan komposisi kimia debu di seluruh wilayah gurun Bumi sejak dipasang di bagian luar Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada Juli, membantu para peneliti memahami bagaimana debu di udara memengaruhi iklim.
Namun instrumen ini membuat kontribusi lain di mana ia berhasil mengidentifikasi gumpalan besar gas rumah kaca, metana yang merangkap panas 25 kali lebih kuat di seluruh dunia.
"Mengendalikan emisi metana adalah kunci untuk membatasi pemanasan global. Perkembangan baru yang menarik ini tidak hanya akan membantu para peneliti menentukan dengan lebih baik dari mana kebocoran metana berasal, tetapi juga memberikan wawasan tentang bagaimana hal itu dapat diatasi dengan cepat," ungkap Administrator NASA Bill Nelson dalam sebuah pernyataan.
"EMIT terbukti menjadi alat penting dalam kotak peralatan kami untuk mengukur gas rumah kaca yang kuat ini dan menghentikannya di sumbernya," sambungnya.
BACA JUGA:
Jadi kemampuan EMIT untuk menemukan metana juga adalah semacam kebetulan yang menyenangkan. Metana sendiri menyerap cahaya inframerah dalam pola unik, disebut sidik jari spektral yang dapat dilihat oleh spektrometer pencitraan EMIT dengan presisi dan akurasi tinggi.
Bahkan, karbon dioksida juga dapat diukur dengan instrumen tersebut. Tetapi, dibandingkan dengan karbon dioksida, metana merupakan sebagian kecil dari emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia, diperkirakan 80 kali lebih efektif, ton per ton, dalam menjebak panas di atmosfer dalam 20 tahun setelah pelepasan.
Selain itu, saat karbon dioksida bertahan selama berabad-abad, metana justru dapat bertahan selama sekitar satu dekade. Artinya jika emisi dikurangi, atmosfer akan merespons dalam jangka waktu yang sama, mengarah ke pemanasan jangka pendek lebih lambat.
Melansir Science Tech Daily, Kamis, 27 Oktober, mengidentifikasi sumber titik metana dapat menjadi langkah kunci dalam prosesnya. Dengan pengetahuan tentang lokasi penghasil emisi besar, peneliti bisa dengan cepat bertindak untuk membatasi emisi.
“Ini adalah kemampuan unik yang akan meningkatkan standar upaya untuk menghubungkan sumber metana dan mengurangi emisi dari aktivitas manusia," tutur ilmuwan instrumen EMIT dan ilmuwan peneliti senior di JPL NASA, David Thompson.