JAKARTA – Kasus Ripple vs SEC masih berlarut-larut. Perseteruan perusahaan pembayaran lintas batas dengan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) di meja hukum masih menjadi sorotan komunitas kripto pada umumnya, dan komunitas XRP pada khususnya.
Baru-baru ini Kamar Dagang Digital AS atau The Chamber of Digital Commerce dilaporkan mulai mendalami kasus Ripple vs SEC. Sebagai informasi, Kamar Dagang Digital merupakan asosiasi perdagangan dan kelompok advokasi yang berpengaruh di AS. Kamar Dagang Digital mulai mendalami gugatan SEC terhadap Ripple Labs.
Informasi tersebut diungkapkan oleh pengacara Ripple, Jeremy Hogan pada 11 September kemarin. Dia mengungkapkan bahwa Kamar Dagang Digital AS mulai mendalami kasus Ripple – SEC.
Dia lebih lanjut mengisyaratkan bahwa komunitas XRP harus mengharapkan “sesuatu yang mirip” dengan apa yang dilakukan The Chamber selama perseteruan hukum Telegram messenger dengan SEC pada kasus penawaran token yang tidak terdaftar pada tahun 2021.
Lebih lanjut, The Chamber berpendapat bahwa meskipun kontrak investasi yang digunakan untuk mengumpulkan dana untuk aset digital adalah sekuritas, aset digital yang mendasarinya sendiri bukanlah sekuritas.
“Harapkan sesuatu yang mirip dengan apa yang diajukan dalam kasus Telegram dan argumennya adalah bahwa meskipun PENJUALAN XRP mungkin sebagai sekuritas, token tersebut pada dasarnya bukan sekuritas,” tulis Hogan dalam postingan Twitter, 11 September 2022.
Melansir Daily Coin, Kamar Dagang Digital adalah asosiasi nirlaba yang mempromosikan penerimaan dan penggunaan aset digital dan teknologi berbasis blockchain. Didirikan pada tahun 2014, ini adalah asosiasi perdagangan terbesar di dunia yang mengadvokasi lingkungan kebijakan pro-pertumbuhan yang mendorong inovasi, dan investasi dalam ekonomi aset digital.
Dalam Kasus Ripple (XRP) yang sedang berlangsung, bukan pertama kalinya organisasi berpengaruh ini mendukung para pemain industri dalam konfrontasi hukum mereka dengan pengawas pasar.
BACA JUGA:
Mirip Kasus Telegram vs SEC
Kembali pada tahun 2020, pengadilan distrik AS mengabulkan permintaan dari SEC yang memerintahkan Telegram untuk menghentikan penerbitan token GRAM-nya dan dengan demikian menunda peluncuran jaringan TON yang diantisipasi di mana GRAMS akan digunakan.
Telegram mengumpulkan 1,7 miliar dolar AS pada tahun 2018 dengan menjual 2,9 miliar token GRAM kepada investor terakreditasi dengan janji untuk mengirimkannya ketika jaringan Proof of Stake TON-nya akan diluncurkan.
Beberapa tahun kemudian, pengadilan memutuskan bahwa penjualan awal dan distribusi token GRAM “adalah bagian dari skema yang lebih besar untuk mendistribusikan GRAM ke pasar publik sekunder dalam penawaran sekuritas yang tidak terdaftar.”
Segera setelah itu, Kamar Dagang Digital mengajukan amicus curiae dalam gugatan yang sedang berlangsung. Dokumen tersebut, yang diterjemahkan sebagai “teman pengadilan” dari bahasa Latin, mengacu pada seseorang atau kelompok yang memiliki kepentingan kuat dalam masalah ini tetapi bukan merupakan pihak dalam kasus ini. Dokumen ini juga bertindak sebagai permohonan izin untuk mempengaruhi keputusan pengadilan.
Chamber kemudian berpendapat, bahwa meskipun kontrak investasi yang digunakan untuk mengumpulkan dana untuk GRAM adalah sekuritas, ini tidak menunjukkan bahwa aset digital yang mendasarinya sendiri adalah sekuritas.
Gugatan yang terkenal itu berakhir dengan keputusan pengadilan agar Telegram mengembalikan 1,2 miliar dolar AS kepada investor dan membayar denda 18,5 juta dolar AS untuk menyelesaikan tuduhan SEC. Telegram menutup proyek jaringan TON-nya, sebagaimana dirangkum VOI dari DailyCoin.