Soal Pasal Karet Permen Kominfo Terkait PSE Lingkup Privat, Ditjen Aptika Beri Tanggapan
Pasal karet Permen Kominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat. (foto: Ditjen Aptika)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan memberikan tanggapannya terkait tiga pasal karet dari Peraturan Menteri (Permen) Kominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat. 

Sebelumnya, tiga pasal yang dinilai bermasalah ini disampaikan oleh seorang Konsultan cyber security dan Founder Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto, di Twitter pada Minggu, 17 Juli. 

Seperti yang disampaikan oleh Teguh, VOI telah meminta izin untuk mengutip tiga pasal tersebut, di antaranya adalah Pasal 9 ayat 3 dan 4, Pasal 14 ayat 3, dan Pasal 36.

Pasal 9 ayat 3 dan 4

Pasal 9 ayat 3 ini berisi PSE Lingkup Privat wajib memastikan:

  1. Sistem Elektroniknya tidak memuat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang; dan
  2. Sistem Elektroniknya tidak memfasilitasi penyebarluasan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang.

Pasal 9 ayat 4 berisi Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan klasifikasi:

  1. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum; dan
  3. memberitahukan cara atau menyediakan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang.

Menurut Teguh, terlalu berbahaya karena “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum” ini dinilai karet.

"Nantinya bisa digunakan untuk "mematikan" kritik walaupun disampaikan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab "mengganggu ketertiban umum", katanya. 

Pasal 14 ayat 3

Pasal ini bertuliskan bahwa, Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mendesak dalam hal:

  1. terorisme;
  2. pornografi anak;
  3. konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

"Di bagian ini nantinya mereka seenak jidatnya bisa membatasi kebebasan berekspresi dan juga berpendapat. Kok konten saya di takedown? Mereka tinggal jawab "meresahkan masyarakat", ujarnya. 

Pasal 36

Pasal selanjutnya yang digarisbawahi oleh Teguh adalah pasal 36 ayat 1 san 3 yang berisi:

(1). PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Lalu Lintas (traffic data) dan Informasi Pengguna Sistem Elektronik (Subscriber Information) yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan secara resmi kepada Narahubung PSE Lingkup Privat.

(3). PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Konten Komunikasi yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan secara resmi kepada PSE Lingkup Privat.

Teguh beranggapan, apabila penegak hukum nantinya akan dapat meminta konten komunikasi dan data pribadi ke PSE, apa jaminan bahwa data tersebut tidak disalahgunakan. 

"Apa jaminannya bahwa ini nantinya tidak akan disalahgunakan untuk membatasi atau menghabisi pergerakan mereka yang kontra pemerintah? Ga ada kan?" ungkapnya. 

Menyoal tentang tiga pasal karet tersebut, Samuel memberikan tanggapannya saat melakukan konferensi pers pada Selasa, 19 Juli. 

Untuk pasal 36, Samuel mengatakan bahwa  dalam soal pelanggaran dan penegakan hukum itu kebijakan ada di semua negara ada. Samuel juga memberikan contoh kasus DNA Robot, dimana aparat harus masuk ke sistem PSE untuk diperiksa. 

"DNA robot misalnya, itu kejahatannya dari sistem itu sendiri, jadi aparat itu harus  bisa masuk di sistemnya. Untuk kasus itu, Itu sistem PSE nya yang nakal, dan dilakukan oleh perusahaannya. Kita tidak sembarangan, penegak hukum sudah ada omongan sebelumnya, dan pasti ada harus ada kasusnya terlebih dahulu," jelas Samuel. 

Kemudian terkait dengan konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum, Samuel menegaskan Kominfo tidak akan men-takedown konten sembarangan. 

"Contohnya, postingan yang terkait tentang agama itukan langsung ramai dan baru kita tindak, karena sudah mengganggu. Jadi ada kontennya dulu, bukan sebelumnya. Jadi harus benar-benar yang terjadi di masyarakat, kita gak mungkin gak ada masalah tapi di takedown," tegasnya.