Kulit Elektronik Ini Bisa Rasakan Sakit Layaknya Manusia
Peneliti menganggap kulit elektronik bisa membantu menciptakan generasi baru robot pintar.(foto: Dok. Universitas Glasgow)

Bagikan:

JAKARTA - Ternyata tidak hanya kulit manusia yang bisa merasakan sakit saat mengalami cidera, peneliti di Inggris berhasil menciptakan kulit elektronik (e-skin) yang memiliki kemampuan sama dengan kulit manusia.

Peneliti menganggap kulit elektronik ini bisa membantu menciptakan generasi baru robot pintar dengan kepekaan seperti manusia dan kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang menyakitkan.

Kulit elektronik atau buatan ini dibuat dengan sistem pemrosesan tipe baru berdasarkan transistor sinaptik yang meniru jalur saraf otak untuk belajar. Kulit tersebut disematkan dalam kerangka robot, yang menunjukkan kemampuan luar biasa untuk belajar bereaksi terhadap rangsangan eksternal.

Terciptanya kulit elektronik ini digagas oleh sebuah tim insinyur dari Universitas Glasgow, yang dipimpin oleh Profesor Ravinder Dahiya, mereka menjelaskan bagaimana membangun prototipe kulit elektronik komputasi (e-skin), dan bagaimana hal itu meningkatkan keadaan seni saat ini dalam robotika yang peka terhadap sentuhan.

"Kita semua belajar sejak dini dalam hidup kita untuk merespons dengan tepat rangsangan tak terduga seperti rasa sakit untuk mencegah kita menyakiti diri sendiri lagi," ungkap Profesor Dahiya.

Penelitian ini tidak sebentar, mereka menghabiskan beberapa tahun untuk menyelesaikannya. Salah satu metode yang dieksplorasi secara luas adalah menyebarkan serangkaian sensor kontak atau tekanan di seluruh permukaan kulit elektronik untuk mendeteksi ketika bersentuhan dengan suatu objek.

Data dari sensor kemudian dikirim ke komputer untuk diproses dan diinterpretasikan. Sensor biasanya menghasilkan volume data besar yang memerlukan waktu untuk diproses dan ditanggapi dengan benar, menyebabkan penundaan yang dapat mengurangi potensi efektivitas kulit dalam tugas dunia nyata.

Melansir Metro, Kamis, 2 Juni, bentuk baru kulit elektronik tim Glasgow mengambil inspirasi dari bagaimana sistem saraf perifer manusia menafsirkan sinyal dari kulit untuk menghilangkan latensi dan konsumsi daya.

Segera setelah kulit manusia menerima input, sistem saraf tepi mulai memprosesnya pada titik kontak, menguranginya menjadi hanya informasi penting sebelum dikirim ke otak.

Pengurangan data sensorik itu memungkinkan penggunaan saluran komunikasi yang efisien yang diperlukan untuk mengirim data ke otak, yang kemudian segera merespons agar tubuh bereaksi dengan tepat. Pengembangan kulit elektronik adalah terobosan terbaru dalam permukaan cetakan yang fleksibel.

"Tentu saja, pengembangan bentuk baru dari kulit elektronik ini tidak benar-benar menimbulkan rasa sakit seperti yang kita ketahui, ini hanyalah cara singkat untuk menjelaskan proses belajar dari stimulus eksternal," kata Profesor Dahiya.

Menurut Profesor Dahiya, apa yang dapat dia ciptakan melalui proses ini adalah kulit elektronik yang mampu mendistribusikan pembelajaran di tingkat perangkat keras, yang tidak perlu mengirim pesan bolak-balik ke prosesor pusat sebelum mengambil tindakan.

"Sebaliknya, ini sangat mempercepat proses merespons sentuhan dengan mengurangi jumlah komputasi yang diperlukan. Kami percaya bahwa ini adalah langkah maju yang nyata dalam pekerjaan kami untuk menciptakan kulit elektronik cetak neuromorfik skala besar yang mampu merespons rangsangan dengan tepat," ujar Profesor Dahiya.

Penelitian yang berjudul "Printed Synaptic Transistors based Electronic Skin for Robots to Feel and Learn", telah diterbitkan di Science Robotics.