JAKARTA - Ramai soal perbincangan bahwa Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan memiliki big data berkaitan dengan dukungan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Namun, banyak yang mempertanyakan dari mana data yang didapat Luhut tersebut?
Dalam podcast di channel YouTube Deddy Corbusier, Luhut mengklaim memiliki data terkait keinginan rakyat Indonesia untuk menunda jalannya pemilu yang sebagian besar di dapat dari media sosial.
"Karena begini, kita punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," ujar Luhut.
Sayangnya, Luhut enggan membuka big data yang ia miliki ke publik, "Ya pasti adalah, masak bohong. Ya jangan lah, buat apa dibuka," ungkap Luhut.
Sementara itu, pendiri Drone Emprit sekaligus pengamat media sosial, Ismail Fahmi, dalam hal ini mempertanyakan klaim Luhut yang memiliki big data tersebut melalui utas di Twitter-nya @IsmailFahmi.
"Sumber klaim data 110 juta netizen bicara soal presiden tiga periode atau perpanjangan itu dari mana? Kalau dari (data) Lab45 sendiri, hanya 10.852 akun Twitter yang terlibat pembicaraan presiden tiga periode, mayoritas menolak. Sesuai data Drone Emprit," tutur Ismail.
Sumber klaim data 110 juta netizen bicara soal presiden 3 periode atau perpanjangan itu dari mana?đ¤
Kalau dari Lab45 sendiri, hanya 10.852 akun Twitter yg terlibat pembicaraan presiden 3 periode, mayoritas nolak. Sesuai data Drone Emprit. đ
https://t.co/b4thNtgVxl pic.twitter.com/WxyVEd4vUt
— Ismail Fahmi (@ismailfahmi) March 11, 2022
Ismail juga menjelaskan dari 10.852 itu adalah akun yang turut bicara dan yang di-mention meski tidak ikut bicara. "Contoh akun SBY, tidak ikut bicara, tapi ada dalam SNA karena di-mention. Jadi saya kira yang aktif dalam percakapan kurang dari jumlah di atas," jelas Ismail.
BACA JUGA:
"Dari 18 juta user Twitter +62, hanya sekitar 10 ribu yang aktif bicara soal perpanjangan masa jabatan ini. Atau hanya 0.055 persen. Padahal user Twitter paling cerewet soal politik. Apalagi user kanal lain seperti Instagram, Facebook, persentase bisa lebih sedikit. 110 juta sepertinya impossible," imbuh Ismail.
Untuk lebih jelasnya, Ismail juga merinci seperti pengguna Facebook Indonesia tahun lalu 140 juta. Asumsi 0.055 persen juga bahas isu ini, hanya dapat 77 ribu akun.
"Markup 10x = 777 ribu. Markup 100× = 7,7 juta. Markup 1000x = 77 juta. Jadi impossible ada 110 juta yang ikut aktif bicara, kecuali di-markup 1000x lebih datanya," ucap Ismail.