JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, menilai perlawanan Ketua DPR Puan Maharani atas pernyataan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengklaim punya big data penundaan Pemilu 2024 memang representasi dari penolakan PDIP.
Menurutnya, big data yang diklaim Luhut memang tidak masuk akal. Sebab, pengguna media sosial Tanah Air dirasa kurang dari 110 juta. Apalagi, Luhut hingga hari ini enggan mengungkap data yang dimaksud.
"Big data yang disampaikan Luhut saya kira tidak masuk akal, karena dari user kita tidak mencapai 110 juta. Tetapi kalau yang dimaksud Luhut adalah statement dukungan di medsos ya mungkin saja dalam artian 1 orang bisa saja membuat statement berlipat-lipat," ujar Dedi kepada VOI, Jumat, 18 Maret.
Dedi mengatakan, sikap Puan yang tegas menolak penundaan pemilu dengan menyebut data PDIP juga besar menunjukkan bahwa Ketua DPP PDIP itu cukup potensial berlaga di Pemilu 2024. Sikap Puan, kata dia, juga semakin menegaskan ketidaksukaan partai banteng dengan Luhut.
"Puan cukup jelas, PDIP dan Puan cukup potensial di 2024, sehingga penolakan ini besar kemungkinan memang merepresentasikan sikap PDIP terhadap Luhut," katanya.
Kedua, kata Dedi, PDIP tidak mungkin rela ada tokoh yang paling berpengaruh di lingkaran istana selain Megawati.
"Dan Ibu Megawati cukup kompeten untuk menegaskan dan menjaga demokrasi kita agar berlangsung sebagaimana diamanatkan konstitusi," katanya.
BACA JUGA:
Menurut Dedi, tidak ada yang rugi maupun untung bagi PDIP ketika penundaan itu dilaksanakan. Artinya di 2024 PDIP siap dari sisi parpol dan ketokohan yang akan diusung.
"Begitu juga dengan Gerindra dan NasDem yang berada di wilayah pemerintah. Oleh karena itu, penolakan keras Puan, Hasto dan lainnya adalah rasional. Karena puan memerlukan penolakan itu, dan rakyat berpihak pada Puan. Ada simpati politik yang akan didapatkan," katanya.