JAKARTA - Nama Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Prof Musni Umar, mendadak jadi bulan-bulanan warganet di Twitter. Lantaran kicauan yang menyebutkan usulannya dipakai NATO untuk mencegah perang antara Turki dan Yunani.
"Terima kasih NATO yang jadi mediator untuk cegah perang antara Turki dan Yunani. Itu sesuai usul saya karena kalau perang yang menang jadi arang yang kalah jadi abu," kicau Musni Umar, seperti dikutip VOI, Senin, 7 September.
BACA JUGA:
Sontak saja, kicauan yang diunggah pada Sabtu 5 September lalu itu dipenuhi komentar-komentar pedas warganet. Dalam kicauannya Musni Umar yang mentautkan berita CNBC Indonesia berjudul "Erdogan Batal Perang, Demi Trump Turki & Yunani Baikan?,"
Lebih dari 1.400 komentar dan 835 re-tweet yang diberikan wargane untuk pemilik akun @musniumar. Namanya pun sempat menjadi Trending Topic di Twitter.
Tak terima dihujani komentar pedas warganet yang mengoreksi pernyataannya. Profesor Sosiologi itu kembali menggunggah kicauan lainnya di hari yang sama, sembari me-retweet postingan sebelumnya.
BuzzeRp komentari tweet saya dgn menyebut saya rektor bodoh. Supaya anda tahu, Yunani dan Turki sama2 anggota NATO. Lebih mudah menyelesaikan jika dimediasi NATO. Sama kalau ada sesama anggota ASEAN konflik, bukan dibawa di PBB tapi dimediasi penyelesaiannya oleh ASEAN. https://t.co/RlotkP568z
— Musni Umar (@musniumar) September 5, 2020
Seperti diketahui, ketegangan di antara kedua negara meningkat sejak Agustus lalu, setelah Yunani dan Mesir meneken perjanjian maritim yang menyatakan perairan yang berada di sekitar Pulau Kastellorizo atau Meis sepanjang 2 kilometer adalah kedaulatan mereka. Turki juga mengklaim jika perairan itu milik mereka.
Konfrontasi militer antara kedua negara pun terjadi, ketika Yunani mulai mengirim kapal perang dan tentara ke Pulau Kastellorizo. Menyusul sejumlah kapal perang Angkatan Laut Turki yang mengawal kapal survei seismic Oruc Reis saat melakukan eksplorasi di kawasan Laut Mediterania Timur.
Beruntung, situasi dan kondisi tak menjadi semakin rumit ketika Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) berhasil membujuk kedua negara tersebut untuk menggelar perundingan terbuka. Hal itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg.
"Berdasarkan hasil diskusi saya dengan pemimpin Turki dan Yunani, keduanya sepakat untuk berunding soal hal-hal teknis terkait mekanisme meredakan konflik secara militer dan menekan terjadinya insiden di perairan Mediterania Timur," kata Stoltenberg, seperti dikutip dari Reuters.
Menurut Stoltenberg, baik Turki maupun Yunani merupakan sekutu dan NATO adalah tempat yang tepat untuk melakukan konsultasi atas segala persoalan yang mempengaruhi aspek keamanan bersama. Rencananya, kedua belah pihak akan membuka saluran diplomatik guna meredakan krisis yang terjadi.