Bagikan:

Menko PMK Muhadjir Effendy mencetuskan usulan kontroversial: pemberian bantuan sosial (bansos) bagi korban judi online. “Kami mengusulkan agar korban dari praktik judi online juga dianggap sebagai penerima bansos,” kata Muhadjir seperti dimuat di berbagai media. Pernyataan ini memicu perdebatan tajam di tengah kompleksitas masalah sosial Indonesia.

Di tengah maraknya fenomena judi online, usulan ini membuka diskusi mengenai definisi dan kriteria penerima bansos yang selama ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perlindungan Sosial. Menurut undang-undang tersebut, penerima bansos adalah mereka yang memenuhi kriteria tertentu, termasuk keluarga miskin, anak-anak terlantar, dan orang dengan disabilitas. Namun, usulan Menko PMK ini seakan mengaburkan batasan tersebut.

Judi online bukan sekadar fenomena populer di Indonesia, tetapi telah menjadi ladang uang dengan nilai transaksi mencapai Rp100 triliun hanya pada kuartal I-2024. Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahyanto usai Rapat Koordinasi Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online di Kantor Kemenko Polhukam pada Selasa, 23 April. Lewat akun Instagram pribadi @hadi.tjahyanto, Menko Polhukam juga menerangkan bahwa nilai transaksi judi online pada tahun 2023 tembus Rp327 triliun.

Praktik ini tidak hanya merugikan individu tetapi juga menciptakan masalah sosial yang lebih luas, mulai dari kebangkrutan hingga gangguan kesehatan mental. Kementerian Kominfo sendiri telah memblokir lebih dari 800 ribu konten terkait judi online, tetapi praktik ini tetap merajalela.

Meski niat Muhadjir Effendy terlihat baik, banyak pihak mempertanyakan logika dan moralitas di balik usulan ini. Apakah memberikan bansos kepada korban judi online benar-benar menyelesaikan masalah atau justru memberi insentif yang salah? Karena pemain judi online bukan korban, melainkan pelaku. Pelaku judi online bisa dipidana sesuai UU ITE pasal 27 (ayat 2). Hukuman untuk mereka yang melanggar adalah dipidana dengan hukuman penjara dan/atau denda.

Kritik juga datang dari berbagai kalangan yang menilai bahwa langkah ini dapat memperkuat ketergantungan terhadap bantuan pemerintah tanpa mengatasi akar masalahnya. Reaksi masyarakat pun beragam. Ada yang mendukung dengan syarat bansos diberikan sebagai bagian dari program rehabilitasi yang lebih luas. Namun, banyak juga yang skeptis dan melihat langkah ini sebagai upaya yang kontradiktif dan tidak efektif.

Presiden Jokowi sendiri telah berulang kali menegaskan bahaya judi online yang merusak generasi muda. Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menekankan pentingnya edukasi dan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik judi online. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga fokus pada edukasi masyarakat tentang bahaya dan risiko judi online. Usulan pemberian bansos ini seolah bertentangan dengan upaya keras pemerintah untuk memberantas judi online dan menjaga moralitas bangsa.

Fenomena judi online tidak hanya menyasar masyarakat umum, tetapi juga merambah hingga ke anggota TNI dan Polri. Beberapa kasus melibatkan utang besar, penyelewengan dana, dan bahkan korban jiwa. Ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait disiplin internal keamanan nasional. Apakah memberikan bansos kepada korban judi online akan menciptakan preseden buruk dan mengirimkan pesan yang salah?

Dalam menangani masalah ini, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Pemerintah harus mengembangkan strategi yang melibatkan edukasi literasi digital, penegakan hukum yang lebih tegas, serta program rehabilitasi sosial yang menyeluruh. Hanya dengan cara ini, akar masalah judi online dapat ditangani secara efektif.

Usulan bansos bagi korban judi online harus mencerminkan pertimbangan moral dan keadilan sosial yang mendalam. Apakah langkah ini benar-benar merupakan solusi atau justru ironi sosial yang semakin memperburuk kondisi masyarakat? Evaluasi yang teliti dan kehati-hatian yang lebih besar dibutuhkan agar tidak memberikan sinyal yang keliru kepada generasi mendatang mengenai tanggung jawab sosial dan konsistensi hukum negara. Apakah kita ingin menjadi bangsa yang memaafkan dan membantu mereka yang terjebak dalam judi online, ataukah kita ingin menegakkan hukum dengan tegas?