Bagikan:

JAKARTA – Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah menilai bahwa dampak judi online yang semakin akut belakangan ini menjadi bukti ketidakberdayaan pemerintah dalam memberantas penyakit masyarakat tersebut.

“Saya lihat masih upaya pemerintah sangat kurang. Bahkan seperti ada kesan pembiaran. Pemberantasan itu harus sampai akar masalahnya, sedangkan upaya yang dilakukan enggak mengena akar persoalannya,” ujarnya, Minggu 16 Juni 2024.

Dia mengungkapkan, dulu perjudian hanya dimainkan oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah ataupun pengangguran. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini kalangan elite atau pejabat, bahkan penegak hukum ikut terseret dalam perjudian. Pasalnya, masih banyak orang yang menganggap judi merupakan cara mudah mendapatkan uang.

Menurut Trubus, upaya yang selama ini dilakukan oleh satuan tugas (satgas) pemberantasan judi online hanya menyasar permukaan atau pengguna saja. Padahal satgas seharusnya lebih mengincar kepada bandar-bandar judi online.

“Ketika bandar-bandarnya sudah menyentuh elite-elite ataupun pejabat-pejabat birokrasi, akhirnya (pemberantasan) kan masuk angin. Jadi yang ada penegakan hanya kepada pelaku, bukan bandar,” imbuhnya.

Apalagi, lanjut Trubus, tidak sedikit pejabat atau aparat yang justru terlibat dalam praktik perjudian. Hal ini bisa dilihat dari kasus anggota polisi di Mojokerto yang dibakar istrinya karena dipicu masalah judi online.

“Memang ini menjadi kronis, karena para pengendali itu adalah orang-orang atau “decision maker”, para penegak hukum sendiri. Jadi menurut saya memang sepertinya negara tidak berdaya menghadapi ini,” kata dia.