Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa praktik judi online (judol) memakan korban dari berbagai kalangan, termasuk kaum intelektual.

"Saya kira kalau bahaya sudah sangat mengkhawatirkan judi online ini, karena sudah banyak korban dan juga tidak hanya segmen masyarakat tertentu, misalnya masyarakat bawah saja, tetapi juga masyarakat atas juga mulai banyak yang menjadi korban. Termasuk kalangan intelektual, kalangan perguruan tinggi juga banyak yang kena juga," kata Muhadjir di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis 13 Juni.

Ia pun menyoroti berita kematian oknum polisi di Mojokerto yang tewas dibakar istrinya yang juga anggota polisi. Motifnya dipicu kegemaran korban bermain judi online.

"Itu wewenang Kapolri, tetapi saya minta mendapatkan perhatian karena penegak hukum yang mestinya harus memberantas judi online, tetapi jadi bagian pelaku. Saya kira perlu ada perhatian khusus," kata Muhadjir.

Kemenko PMK juga mengambil peran dalam Satgas Pemberantasan Judi Online yang sebentar lagi akan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Muhadjir sendiri, ditunjuk sebagai wakil ketua dalam satgas tersebut. Kemenko PMK nantinya akan berperan dalam pembenahan dari segi dampaknya.

"Pasti Kemenko PMK terlibat, tetapi yang memimpin langsung Pak Menko Polhukam karena ini ranahnya, bukan ranah pelayanan berkaitan dengan tugas Kemenko PMK, tetapi penegakan hukum. Seperti dulu TPPO, semula menjadi wewenang Kemenko PMK, tetapi setelah dilihat secara lebih saksama, ternyata itu lebih berat bobot di sektor pelanggaran atau penegakan hukum daripada penanganan pascakejadian. Jadi tugas Kemenko PMK kalau memang sudah ditahan oleh Pak Menko Polhukam, kita membenahi dari sisi dampaknya saja," jelas Muhadjir.

Meskipun Satgas Pemberantasan Judi Online baru akan dibentuk secara resmi, pemerintah sudah sejak lama melakukan penindakan terhadap praktik tersebut.

"Ya kita sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online ini. Misalnya kemudian kita masukkan di dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sebagai penerima bansos ya. Kemudian mereka yang mengalami gangguan psikososial, kemudian kita minta Kemensos untuk turun untuk melakukan pembinaan dan memberi arahan," kata Muhadjir.