Ketua KPK, Firli Bahuri, sekali lagi mendapat sorotan publik setelah tindakan kontroversialnya pasca-pemeriksaan oleh Polda Metro Jaya. Sikap menghindar dan menyembunyikan wajahnya menuai kritik pedas, terutama dari Indonesia Corruption Watch (ICW), yang memandangnya mirip perilaku koruptor.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai tindakan Firli yang bersembunyi di dalam mobil dengan menutupi wajahnya sebagai sikap yang sangat memalukan, tidak sejalan dengan citra seorang pemimpin. Firli dipanggil terkait dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo, setelah sebelumnya beberapa kali mangkir dari panggilan.
Terkait proses kasus dugaan pemerasan terhadap Syarul Yasin Limpo ini, polisi melakukan penggeledahan di rumah Firli Bahuri di Bekasi dan Jalan Kertanegara 46, Jakarta Selatan. Status rumah di Kertanegara ini sempat mencuat karena tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), suatu kewajiban bagi pejabat negara dengan sanksi bagi yang melanggar.
Belakangan diketahui rumah tersebut disewa oleh pengusaha Alek Tirta, Ketua PBSI DKI Jakarta, yang juga ikut diperiksa terkait dugaan gratifikasi. Alek Tirta menyatakan hanya menyewa selama beberapa tahun, dan Firli pribadi yang melanjutkan sewa. Di rumah sewa tersebut, polisi menyita beberapa barang yang dianggap membantu penyelidikan.
Dalam catatan media ada sejumlah kontroversi terkait Firli Bahuri semasa menjabat Deputi Penindakan maupun sebagai Ketua KPK. Purnawirawan polisi bintang tiga ini terlibat dalam pertemuan tanpa izin pimpinan dengan Baharullah Akbar, saksi kasus suap dana perimbangan, serta pertemuan dengan Tuan Guru Bajang Zainul Majdi terkait kasus korupsi tanpa surat tugas.
Firli juga dituduh hidup mewah, menggunakan helikopter dalam kunjungan kerja, dan mendampingi timnya saat memeriksa Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura. Kasus kebocoran dokumen penyelidikan di Kementerian ESDM juga melibatkan nama Firli.
BACA JUGA:
Kasus-kasus yang melibatkan Firli Bahuri, terutama dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo, mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap KPK. Keterlibatan Firli dalam kontroversi ini menciptakan dilema etika dalam kepemimpinan KPK sebagai lembaga pembersih korupsi. Sikap Firli dalam menghadapi kasus ini menjadi krusial dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap KPK.
Pertanyaan mengenai apakah Firli Bahuri akan mundur atau bertahan menyoroti pentingnya keberpihakan dan independensi lembaga anti-korupsi ini. Etika dalam kepemimpinan KPK harus ditegakkan dengan transparansi, pertanggungjawaban, dan konsistensi untuk memastikan lembaga tetap menjadi penjaga integritas dalam memerangi korupsi.
Sejujurnya, persoalan nantinya terbukti atau tidak, seorang Ketua KPK (Firli Bahuri), lembaga anti korupsi yang sangat disegani diperiksa polisi terkait kasus dugaan pemerasan saja sudah sangat memalukan.