DPR resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang namun kontroversi soal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru ini tidak berhenti. Sejumlah masyarakat, kelompok atau lembaga protes. Termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia ikut mempermasalahkannya. Dilansir dari bbc.com, PBB mengaku khawatir terhadap beberapa pasal dalam KUHP yang direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional sehubungan dengan prinsip dasar hak asasi manusia. Disebut beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers.
Bahkan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), organisasi media siber yang punya anggota lebih dari 2000 portal berita lewat pernyataan yang dikeluarkan ketua umumnya Firdaus berencana akan menggugat KUHP yang baru tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). SMSI menilai pengesahan terkesan dipaksakan. SMSI juga menilai beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers.
Belum lama pengacara terkenal Hotman Paris Hutapea menyoroti tiga pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru saja disahkan DPR pada Selasa, 6 Desember lalu itu. Tiga pasal tersebut, yakni pasal 411 tentang perzinahan, pasal 422 tentang kumpul kebo dan pasal 424 tentang alkohol.
Menurut Hotman, dari tiga pasal kontroversial itu yang dinilai paling tak masuk akal adalah pasal 424 tentang alkohol. Kata dia, muatan dalam pasal 424 tersebut justru akan merugikan pelaku pariwisata yaitu restoran dan hotel.
Selain itu, masih menurut Hotman, turis akan menjadi sasaran jika misalnya dia akan membeli minuman saat berwisata di Indonesia. Aturan di pasal tersebut, dinilai tidak jelas. Menurut Hotman seperti dimuat di VOI, di pasal tersebut disebutkan kalau ada orang mabuk itu tidak dipidana, tapi kalau temannya menambah minumannya, maka orang yang menambahkan ini yang masuk penjara 1 tahun. Tapi yang paling bahaya adalah orang yang dalam rangka pekerjaannya pun menambah minuman, masuk penjara, waitress. Hotman juga menyoal pasal yang terkait perzinahan.
BACA JUGA:
Belum lagi soal santet. Dalam pasal 252 ayat (1) ancaman bagi pelaku santet mencapai 1,5 tahun. Pasal tersebut berbunyi “Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp 200.000.000)”.
Hukuman menjadi lebih berat jika pelaku menjadikan santet sebagai mata pencaharian. Bisa ditambah hukuman penjara 1/3 dari hukuman semula.
Menarik juga membuktikan orang yang mempunyai kekuatan gaib. Atau bukti bahwa ada korban santet dan pelaku santet. Jadi ingat pesulap merah yang heboh karena membongkar praktek dukun palsu.
Dirangkum dari berbagai sumber, selain yang disebut di atas beberapa pasal kontroversial yang banyak disoal antara lain:
1. Pasal 188 terkait sebar ajaran komunisme
2. Pasal 218 terkait penghinaan terhadap presiden
3. Pasal 252 terkait santet
4. Pasal 256 terkait demo tanpa izin
5. Pasal 263 terkait berita bohong
6. Pasal 246, 247 soal penghasutan melawan penguasa umum
7. Pasal 353, 354 terkait penghinaan terhadap lembaga negara
8. Pasal 411, 422 dan 424 terkait perzinahan, kumpul kebo dan alkohol
9. Pasal 595 terkait living law atau hukum adat
Meski menuai kontroversi, faktanya RKUHP ini sudah disahkan menjadi UU. Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengklaim pembahasan terhadap draf UU KUHP telah berlangsung cukup komprehensif dan mendalam. Menurutnya, berbagai upaya menggali seluruh aspirasi masyarakat, seperti diskusi terarah, sosialisasi, dan pengayaan materi telah dilakukan.
Menurut Bambang, UU KUHP pada prinsipnya merupakan upaya ‘Rekodifikasi Terbuka’ terhadap seluruh ketentuan pidana yang ada di Indonesia dan menjawab seluruh perkembangan yang ada di masyarakat saat ini.
Maka menarik jika ada orang atau lembaga yang benar-benar menggugat ke MK untuk uji materi. Karena langkah ke MK mungkin jadi solusi ketimbang berdebat panjang. Mumpung KUHP baru masih dalam proses sosialisasi dan belum berlaku. (*)