DPR Sahkan KUHP, Media Asing Soroti Masalah Kebebasan Privasi hingga Kemunduran Demokrasi
Ilustrasi pengesahan KUHP. (VOI/Nailin)

Bagikan:

JAKARTA - Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh DPR RI pada Hari Selasa, menarik perhatian media asing yang menyoroti masalah kebebasan privasi, hingga penilaian kemunduran demokrasi.

Dalam artikel berjudul "Indonesian Groups Decry ‘Destruction of Democracy’ as New Criminal Code Curbs Sex, Free Dpeech" The South China Morning Post (SCMP) memuat kritik dari aktivis hingga penggiat pelapor khusus PBB, menilai undang-undang baru mengekang masalah seks hingga kebebasan berbicara.

Tak hanya itu, pengesahan tersebut juga dinilai berpotensi mengembalikan Indonesia ke pemerintahan otoriter, kemunduran demokrasi, dengan Pelapor Khusus PBB Clement Voule mendesak pihak berwenang dan meminta DPR memastikan undang-undang itu sesuai hukum internasional, mengubah pasal yang bisa menghambat hak asasi manusia.

Sementara itu, Deutsche Welle (DW) dalam artikel berjudul "Indonesia's Criminal Code Bans More Than Premarital Sex", menyoroti otoritarianisme hingga pembatasan ketat ide-ide politik, termasuk dengan pengaturan ketat masalah demonstrasi menurut para aktivis.

Tak hanya itu, aturan baru tersebut juga dikhawatirkan aktivis menghambat akses perempuan ke kesehatan reproduksi, mengkriminalisasi korban pelecehan seksual dan menekan perempuan untuk menjunjung tinggi moralitas publik.

Terpisah, dalam artikel yang berjudul "Indonesia Bans Sex Outside Marriage as Parliament Passes Sweeping New Criminal Code", CNN menyoroti undang-undang yang juga berlaku untuk penduduk asing dan turis ini.

Dikatakan Indonesia mengalami peningkatan konservatisme, perubahan hukum pidana tidak hanya mengkhawatirkan para pembela hak asasi manusia, yang memperingatkan potensi mereka untuk membungkam kebebasan pribadi.

Tetapi juga perwakilan industri perjalanan – yang mengkhawatirkan dampak potensial mereka terhadap pariwisata, merujuk pada perkiraan mengganggu komunitas bisnis yang berhubungan dengan warga negara asing dan turis.

Adapun BBC dalam artikel berjudul "Indonesia Passes Criminal Code Banning Sex Outside Marriage" memuat kritik dari peneliti yang membandingkan penelitian dari negara-negara Teluk, di mana ada undang-undang serupa yang mengatur seks dan hubungan, menunjukkan bahwa wanita lebih sering dihukum dan menjadi sasaran hukum moralitas daripada pria.

Diketahui, pasal-pasal yang dinilai bermasalah antara lain larangan menghina presiden, wakil presiden dan lembaga negara, pandangan yang bertentangan dengan ideologi negara Pancasila, protes tanpa izin, seks di luar nikah dan kumpul kebo.

Indonesia sendiri telah menggunakan hukum pidana era Belanda setelah kemerdekaan pada tahun 1945. Sejak 1963, tujuh presiden termasuk Widodo dan 19 menteri kehakiman telah mencoba untuk membuat hukum pidana baru.

"Produk hukum era Belanda sudah tidak relevan lagi dengan Indonesia. RUU KUHP ini sangat reformatif, progresif, dan juga responsif terhadap situasi terkini di Indonesia," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Selasa.