Apakah Kita Melihat Penerus Floyd Mayweather dalam Diri Devin Haney?
Devin 'The Dream' Haney (Instagram @realdevinhaney)

Bagikan:

JAKARTA - Petinju Amerika Devin Haney (23 tahun), mungkin masih muda. Namun, setelah menjadi juara kelas ringan yang tak terbantahkan dia layak mendapat pujian.

Dalam duel kontra George Kombosos di Marvel Stadium, Docklands, Melbourne, Australia, Minggu kemarin, Haney menang angka mutlak atas petinju Australia itu.

Ketiga juri yang bertugas sepakat memberikan kemenangan untuk Haney. Juri Zoltan Enyedi memberikan 116-112, Pawel Kardyni dengan 118-110, dan Benoit Roussel memberikan angka 116-112.

Kemenangan ini membuat dirinya dinobatkan sebagai juara dunia sejati setelah predikat tersebut dipegang Pernell Whitaker pada 90-an, sekaligus memperpanjang rekor tak terkalahkan dalam 28 laga sepanjang karier profesional.

Karena berpotensi menjadi superstar baru tinju, banyak pengamat lantas membandingkan Haney dengan Floyd Mayweather. Apalagi, Kategori ringan tidak memiliki raja yang tak terbantahkan selama 32 tahun, jauh sebelum Haney lahir.

Bagi Haney, ini benar-benar mimpi yang menjadi kenyataan. Pasalnya, ia sudah jadi penggemar Mayweather sejak kecil. Pada usia 11 tahun, dia mengangkat sabuk Ring Magazine untuk Zab Yehuda sebelum pertarungannya melawan Lucas Matthysse.

"Sudah ditakdirkan," tulis Haney di Instagram beserta fotonya dulu dan sekarang.

Ada lebih banyak cerita latar dan mitos tinju, meskipun Haney disebut oleh Mayweather sendiri sebagai penggantinya ketika dia baru berusia 16 tahun.

"Saya sudah mengenalnya selama bertahun-tahun," kata Mayweather kepada wartawan dengan Haney muda di sisinya.

"Saya mengenal ayahnya Bill selama bertahun-tahun, dan ayah saya telah bekerja dengannya.

"Chemistry-nya, ketika Anda bekerja dengannya, Anda tahu... dia akan menjadi profesional yang luar biasa, dan saya ingin anak ini memecahkan rekor saya."