Aturan Offside, Sejarah, dan Perkembangannya
Offside (INSTAGRAM @sport_je_prava_prica)

Bagikan:

JAKARTA – Terminologi offside sangat erat kaitannya dengan dunia sepak bola. Istilah itu tercantum dalam Laws Of The Game yang ditetapkan The International Football Association Board (IFAB).

Dalam sepak bola modern, aturan offside ini sudah termaktub dalam peraturan baku sepak bola sejak 1863. Peraturan baku sepak bola ini awal mula lahir di Freemasons Tavern ketika 11 sekolah dan klub berkumpul untuk merumuskan aturan mengenai permainan yang sangat populer ini.

Aturan offside dirasa perlu dibuat karena banyak pemain pada saat itu malas menggiring bola. Sebaliknya mereka lebih senang menunggu bola di depan gawang lawan secara bergerombol. 

Mengutip laman resmi FIFA, offside dalam sepak bola mengacu pada olahraga rugby. Konsepnya sama, melarang seorang pemain hanya diam menunggu umpan di depan gawang musuh.

Dalam sejarahnya, aturan offside sudah mengalami evolusi sejak pertama kali dicetuskan 1863. Perubahan pertama terjadi pada tahun 1925, sedangkan perubahan kedua dilakukan pada tahun 1990 yang berlaku hingga saat ini.

Pada awal aturan offside dibuat, pemain yang dianggap offside kecuali tiga pemain dari pihak tim B berada di depan seorang pemain tim A (termasuk kiper) yang hendak menyerang.

Sementara itu, perubahan aturan offside tahun 1925 hanya terletak pada jumlah pemain yang menghadang. Artinya seorang pemain dari tim A tidak akan dianggap offside apabila di depannya ada dua orang dari tim B (termasuk kiper). 

Kemudian, aturan satu pemain belakang jadi revisi ketiga yang dilakukan FIFA medio 1990. Dalam aturan kali ini, offside akan berlaku bagi pemain yang di hadapannya hanya ada satu pemain (biasanya kiper, tetapi bisa juga pemain lain).

Adapun, pada tahun 1995, setelah bongkar pasang perihal aturan offside, FIFA dan IFAB memutuskan untuk merevisi dan membuat aturan jadi lebih longgar. Salah satunya pemain dinyatakan bebas dari offside jika tidak terlibat dalam permainan.

Dalam aturan termutakhir, seorang pemain dinyatakan offside apabila berada lebih dekat dengan garis gawang daripada bola dan dua pemain lawan terakhir. 

Sementara itu, pemain tidak dalam posisi offside apabila berada pada daerah sendiri, sejajar dengan pemain kedua terakhir lawan, sejajar dengan dua pemain terakhir lawan, dan posisi pemain yang dihitung adalah seluruh anggota badan kecuali tangan.

Meski sudah ada aturan yang jelas, offside tetap saja menjadi kontroversi terlebih wasit yang mengambil keputusan dinilai keliru. Berangkat dari kasus-kasus seperti itu IFAB pada tahun 2016 lalu meluncurkan teknologi Video Assistant Referee (VAR).

VAR punya tugas memeriksa keputusan hakim garis menggunakan rekaman video. Keputusan pengadil lapangan menganulir proses gol tertentu yang dianggap empunya sudah dalam posisi offside akan diperiksa lagi dengan teknologi canggih ini.

Uji coba langsung sistem VAR dimulai pada Agustus 2016 dalam sebuah pertandingan antara dua tim cadangan Major League Soccer. Wasit pertandingan ini, Ismail Elfath meninjau dua pelanggaran pada pertandingan ini dan setelah berkonsultasi dengan asisten wasit video Allen Chapman, memutuskan untuk memberikan kartu merah dan kuning dalam insiden tersebut.

Peninjauan menggunakan video diperkenalkan beberapa bulan kemudian dalam sebuah pertandingan persahabatan internasional antara Prancis dan Italia.

A-League di Australia menjadi yang pertama dalam penerapan sistem VAR untuk sebuah pertandingan liga profesional pada 7 April 2017, saat Melbourne City menghadapi Adelaide United. Pertandingan ini berakhir tanpa menggunakan VAR. 

Intervensi VAR pertama kali dalam pertandingan liga profesional terjadi pada 8 April saat Wellington Phoenix menghadapi Sydney FC. VAR mengidentifikasi tindakan handball ilegal di dalam kotak penalti dan memberikan tendangan penalti.