Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris menjelaskan PP mengatur kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial dan ataupun pada layanan publik.

Lalu, bagaimana dengan pengamen jalanan yang mencari nafkah dari menyanyikan lagu para musisi tersebut? Kata Freddy, secara aturan dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pengamen masuk dalam pihak yang wajib membayar royalti.

"Secara aturan, pengamen harusnya kena, masuk dalam pihak yang wajib membayar royalti," kata Freddy dalam diskusi virtual, Jumat, 9 April.

Namun, selama ini, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai penarik royalti dari pengelola kegiatan yang memutar lagu musisi ini tidak pernah meminta royalti kepada pengamen.

Dengan demikian, pemerintah juga tidak akan membebani para pengamen untuk membayar royalti, mengingat penghasilan mereka yang juga tidak seberapa.

"Kalau pengamen di jalan dapatnya Rp1.000, Rp2.000, Makan nasi saja sudah susah. Kalau pengamen, ya sudah (tak perlu bayar royalti). Saya rasa, LMKN enggak pernah narik duit dari pengamen," jelas dia.

Sebagai informasi, PP Nomor 56 Tahun 2021 mengatur hak ekonomi pencipta lagu dan musik, hak ekonomi pelaku pertunjukan yang dikelola, serta hak ekonomi produser fonogram yang dikelola.

Pihak yang wajib membayar royalti adalah perseorangan atau badan hukum memutar lagu yang bersifat komersial, yakni berupa seminar dan konferensi komersial; restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut.

Kemudian, pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon; bank dan kantor; pertokoan; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran; radio; hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan usaha karaoke.