4 Pernyataan Komposer Bersatu Terkait Isu Royalti Musik dan Izin Membawakan Lagu
Komposer Bersatu bicara terkait isu royalti musik di Indonesia (dok. Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Beberapa pencipta lagu yang menyebut diri sebagai Komposer Bersatu mendatangi kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Kedatangan mereka untuk membahas isu seputar royalti musik di Indonesia.

Adapun para musisi yang tergabung dalam Komposer Bersatu diantaranya adalah Ahmad Dhani, Piyu, Rieka Roeslan, Badai, Denny Chasmala, Dee Lestari, Ade Govinda, Posan Tobing, Pika Iskandar, Sandy Canester dan Anji.

Para komposer tersebut pun mengungkap empat poin terkait royalti musik yang menjadi kesepakatan antara mereka. Keempat poin tersebut menyoroti permasalahan antara pencipta lagu, penyanyi dan musisi, serta penyelenggara event.

Adapun, seluruh pasal hukum yang dinyatakan selanjutnya merupakan pasal-pasal dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Berikut empat poin yang disepakati Komposer Bersatu.

Hal pertama yang dikemukakan terkait dengan isu pelarangan seorang penyanyi membawakan lagu ciptaan orang lain. Salah satu contohnya terjadi ketika Ahmad Dhani melarang Once Mekel menyanyikan lagu-lagu ciptaannya di Dewa 19.

"Yang pertama, dapatkah pencipta lagu tidak memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan lagu ciptaannya? Kesimpulan kami bisa. Pencipta lagu dapat tidak memberikan izin pihak lain untuk menggunakan lagu ciptaannya," ujar Badai kepada awak media di Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa, 18 April.

Komposer Bersatu beranggapan, seorang pencipta lagu dapat melarang penyanyi membawakan lagunya di sebuah pertunjukan musik. Hal tersebut didasarkan kepada aturan yang berlaku.

"Terkait hak moral, seperti yang tertulis pada Butir E ayat 1 Pasal 5, pencipta dapat mempertahankan haknya bila terjadi distorsi, mutilasi ciptaan, modifikasi atas ciptaannya, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Sementara hak ekonomi seperti yang tercantum di ayat 2 dan 3 Pasal 3 yakni setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi atas suatu karya wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta," kata Badai.

Poin Kedua. Komposer Bersatu juga menjawab isu tentang seorang penyanyi dapat membawakan lagu tanpa meminta izin kepada pencipta, namun dengan syarat membayar royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Komposer Bersatu bersikukuh ada baiknya jika para penyanyi meminta izin kepada pencipta terlebih dahulu.

"Kami berpendapat bahwa pencipta lagu mempunyai hak untuk tidak memberikan izin penggunaan lagu kepada penyanyi atau grup terkait. Sebagai konsekuensinya, pencipta lagu pun tidak mendapatkan hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9," ucap Piyu melanjutkan pernyataan Badai.

Poin Ketiga. Komposer Bersatu menjawab isu tentang kekhawatiran beberapa pihak yang beranggapan seorang penyanyi akan kesulitan jika harus lebih dulu meminta izin kepada pencipta sebelum membawakan lagu. Dalam hal tersebut, Komposer Bersatu membebaskan beberapa pihak untuk tidak perlu lebih dulu meminta izin, seperti penyanyi kafe, pengamen, dan lain sebagainya.

"Pada dasarnya, pencipta lagu yang berkarya kemudian mendaftarkan diri ke LMKN bertujuan untuk mendapatkan hak ekonomi yang maksimal atas karyanya. Para pencipta lagu tidak mungkin membatasi khalayak umum seperti musisi kafe, pengamen, dan sebagainya untuk tidak membawakan karya ciptanya," tutur Piyu.

Poin Keempat. Pada pernyataan terakhirnya, Komposer Bersatu menyoroti isu tentang besaran royalti kepada pencipta, yang saat ini berada di angka 2 persen dari harga penjualan tiket atau biaya produksi terkait musik. Mereka beranggapan angka tersebut tidak cukup baik.

"Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa antara komposer dan LMK mendapatkan royalti dari performing right tidaklah besar," kata Piyu.

Mereka juga menyoroti beberapa penyelenggara perhelatan musik yang tidak membayar royalti kepada LMKN. Komposer Bersatu meminta pemerintah memperbaiki prosedur hukum tentang penarikan dan pendistribusian royalti.

"Untuk itu, kami meminta kepada pemerintah atau LMKN untuk membuat Juklak dan Juknis dari pelaksanaan ayat 23 Undang-undang Hak Cipta, sehingga mekanisme pembayaran royalti atau performing right terlaksana dengan lebih efisien dan merata," ujar Piyu.

"Kami juga menghimbau agar pihak manajemen penyanyi, pengisi acara agar dapat mengingatkan pihak pengundang acara untuk membayar hak dari pencipta lagu yang mereka bawakan," pungkasnya.