JAKARTA - Debut Oasis lewat album “Definitely Maybe” di tahun 1994 membuat Noel dan Liam Gallagher menjadi ikon dari kelas pekerja di Inggris. Pengumuman reuni setelah 15 tahun juga mendapat sambutan meriah dari para penggemar.
Namun, penjualan tiket konser Oasis yang dilakukan beberapa waktu lalu membuat para penggemar, khususnya dari kalangan kelas pekerja, menyatakan kekecewaannya terhadap Gallagher bersaudara.
“Working class band with upper class prices (band kelas pekerja dengan harga kelas atas),” tulis salah satu warganet di kolom komentar Instagram Oasis.
Media-media Inggris juga ikut memberitakan kekecewaan penggemar Oasis atas mahalnya tiket pertunjukan Oasis untuk musim panas tahun depan, terlebih dengan penerapan “dynamic pricing” (harga dinamis).
BBC dalam laporannya, mengungkap bagaimana seorang penggemar, John, dan keluarganya merasa sangat kecewa setelah gagal mendapatkan tiket konser Oasis.
Dalam “perang tiket” konser Oasis, John menggunakan ponsel dan iPad miliknya saat bekerja di Burnley. Kemudian istri dan putranya menggunakan ponsel dan laptop di rumah, di Cumbria. Sementara putrinya menggunakan ponselnya, di Leeds.
BACA JUGA:
"Istri dan putra saya bepergian dengan kereta api ke Leeds, berganti kereta, dan terus-menerus menggunakan ponsel mereka saat mengantre (tiket konser Oasis)," kata John kepada BBC Radio 5 Live, dikutip Rabu, 4 September.
"Istri saya mengatakan dia melihat banyak orang lain dalam situasi yang sama, semuanya menatap ponsel mereka, mencoba membeli tiket,” lanjutnya.
Setelah enam jam mengantre daring, John menyerah, namun istrinya ditawari tiket yang masing-masing seharga 355 poundsterling atau setara Rp7,2 juta.
"Menurut saya itu memalukan," ucap John.
“Oasis telah membangun karier mereka berdasarkan hubungan yang mereka miliki dengan orang-orang biasa. Tetapi ketika Anda mengantre sepanjang hari dan harga tiket naik lebih dari dua kali lipat, saya pikir mereka telah melanggar kontrak dengan kelas pekerja,” lanjutnya.
"Sekarang mereka sudah mati bagi saya."