JAKARTA - Persaingan antar pabrikan otomotif dalam segmen Electric Vehicle (EV) semakin memanas. Beberapa pabrikan secara masif melakukan investasi agar bisa unggul dalam pasar EV.
Terlebih lagi, pasar mobil listrik sedang dikuasai oleh pabrikan dari China. Dengan beberapa pabrikan China yang telah memperluas pasar globalnya dengan menghadirkan berbagai model dengan teknologi terdepan disertai harga yang terjangkau.
Pabrikan kendaraan asal AS, Ford, menyadari hal itu. Karena hal tersebut, Ford baru-baru ini menerima dana pinjaman dari Loan Program Office (LPO) dari US Department Energy (DOE) sebesar 9,2 miliar dollar AS atau Rp138,4 triliun.
Dikutip dari Bloomberg, Kamis, 22 Juni, pinjaman dari pihak pemerintah AS tersebut digunakan sebagai pembangunan tiga pabrik yang akan memproduksi baterai untuk EV di bawah perusahaan Ford Motor Company, yakni Ford dan Lincoln.
Pinjaman tersebut merupakan jumlah terbesar yang pernah pemerintah AS berikan sejak 2009. Ford akan menggunakan uang tersebut untuk membangun pabrik dengan proyek "BlueOval City" yang bekerja sama dengan pembuat sel, SK Innovation, serta akan membangun dua fasilitas pabrik lainnya di Kentucky dan West Tennessee.
BACA JUGA:
Perusahaan mengharapkan bahwa ketiga pabrik tersebut beroperasi pada 2025 yang memiliki kapasitas gabungan hingga 129 gigawatt-jam. Ini akan memuluskan rencana perusahaan dalam merakit mobil Ford sekitar dua juta EV per tahun pada 2026 mendatang.
Dengan pembangunan pabrik besar tersebut, diharapkan untuk membangun rantai pasokan domestik agar mengurangi ketergantungan pada China dalam hal membangun EV.
Kompleks manufaktur Ford tersebut akan dibangun seluas enam mil persegi di Tennessee akan menjadi rumah bagi pabrik kendaraan listrik yang akan memproduksi truk pikap generasi berikutnya. Diharapkan fasilitas tersebut dapat membangun 500.000 kendaraan per tahun.
Jika digabungkan, uang yang harus digelontorkan oleh Ford demi membangun tiga pabrik pembuatan baterai maupun EV diperkirakan mencapai 11,4 miliar dollar AS atau kisaran Rp171,5 triliun.