Bagikan:

JAKARTA - Pada 21 Oktober 1944, pesawat Jepang dengan sengaja menabrak bagian depan kapal penjelajah HMAS Australia di Teluk Leyte, Filipina. Saat itu, di era Perang Dunia II, Armada Gabungan Jepang sedang lumpuh akibat kalah perang. Kelemahan ini dimanfaatkan Sekutu melakukan invasi ke Filipina dan memperkuat kendali atas Pasifik.

Armada yang menabrakan diri tersebut merupakan pesawat pengebom Aichi D3A dari unit tak dikenal dari Layanan Udara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Serangan itu menewaskan 30 personel, termasuk kapten kapal, Emile Dechaineux, dan melukai 64 orang termasuk komandan pasukan Australia, John Collins. Diketahui bahwa serangan ini adalah serangan kamikaze pertama yang dilakukan oleh Jepang.

Mengutip Britannica, Kamikaze adalah bagian dari Unit Serangan Khusus penerbang militer Jepang yang menerbangkan serangan bunuh diri terhadap kapal angkatan laut Sekutu yang bertujuan untuk menghancurkan kapal perang secara lebih efektif dibandingkan dengan serangan udara konvensional. Sekitar 3.800 pilot kamikaze tewas selama perang dan lebih dari 7.000 personel angkatan laut tewas oleh serangan kamikaze.

Pada hari itu, Jepang melancarkan serangan kamikaze terhadap armada Sekutu yang bertugas untuk membebaskan Filipina. Meskipun lebih banyak orang yang selamat dari serangan kamikaze hari itu, semuanya memiliki bekas luka yang tak terhapuskan.

Pesawat A6M5 Zero yang melakukan misi kamikaze (Foto: Wikimedia Commons)

Mereka menyaksikan rekan sekapal terbunuh atau terluka dalam keadaan yang mengerikan. Jepang kemudian mengirimkan misi resmi Kamikaze kedua pada 23 Oktober. Tidak ada kerugian atau kerusakan yang dialami Sekutu atas serangan kedua.

Pada 25 Oktober 1944, beberapa unit Kamikaze melakukan penyerangan dari Mabalacat, Cebu dan Davao. Sebuah kapal induk pengawal AS tenggelam dan lainnya rusak. Keberhasilan ini dan publisitas yang dihasilkan adalah kesempatan untuk perluasan besar upaya Kamikaze dalam unit udara angkatan laut Jepang.

Unit udara Angkatan Darat Jepang segera menyusul melakukan misi bunuh diri ini. Menurut sejarawan penerbangan terkenal Jepang Yashuo Izawa, serangan bunuh diri terorganisir pertama Angkatan Darat Jepang terjadi pada 5 November 1944. Pengebom tukik Tipe 99 (Val) pertama kali bergabung dengan upaya Kamikaze Angkatan Laut pada 27 Oktober 1944.

Menolak menyerah

Jepang melakukan serangan kamikaze karena telah kalah dalam beberapa pertempuran penting. Banyak pilot terbaik pasukan Jepang yang tewas, pesawat menjadi usang, dan kehilangan kendali udara.

Jepang kehilangan pilot lebih cepat daripada mencari pengganti dan kapasitas industri negara itu berkurang dibandingkan dengan Sekutu. Faktor-faktor ini, bersama dengan keengganan Jepang untuk menyerah, menyebabkan penggunaan taktik kamikaze saat pasukan Sekutu menuju pulau-pulau kekuasaan Jepang.

Kebanyakan pesawat kamikaze adalah pesawat tempur biasa atau pengebom ringan yang sarat dengan bom dan tangki bensin ekstra. Rudal yang dikembangkan untuk penggunaan kamikaze diberi julukan 'Baka' oleh Sekutu dari bahasa Jepang yang artinya bodoh. Pilot kamikaze tidak punya cara untuk keluar begitu peledak dikaitkan di pesawat. Muatan peledak yang terpasang di pesawat memiliki berat lebih dari satu ton.

Matome Ugaki, orang terakhir yang melakukan misi kamikaze (Foto: Wikimedia Commons)

Di Okinawa, kamikaze menimbulkan kerugian terbesar yang pernah diderita oleh Angkatan Laut AS dalam satu pertempuran. Hampir 5.000 orang tewas atas serangan tersebut.

Biasanya pertahanan yang paling berhasil melawan serangan kamikaze adalah dengan menempatkan kapal perusak di sekitar kapal besar dan mengarahkan baterai antipesawat perusak melawan kamikaze saat mendekati kapal besar. Sayangnya, misi kamikaze ini tidak membawa Jepang ke arah kemenangan.

Jepang tetap kalah dalam Pertempuran Teluk Leyte bahkan pertempuran-pertempuran lainnya. Serangan kamikaze terakhir terjadi pada 15 Agustus 1945. 

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya