Tiada Jalan Lain Kecuali Mati: Misi Bunuh Diri Pilot Kamikaze dalam Tradisi Kehormatan Tentara Jepang
Ilustrasi (Gigih Prawira Syahban/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Andai Jepang dan Tokyo tak keburu tumbang, Yutanka Kanbe mungkin sudah mati di kabin pesawat tempurnya. Kala itu adalah tahun 1945. Kanbe jadi salah satu dari empat ribu pilot yang diembankan tugas melakukan kamikaze, misi bunuh diri, di mana para pilot Jepang menabrakkan pesawat yang mereka terbangkan. Ada kehormatan di balik misi kamikaze, meski banyak pilot yang tak rela melakukan tugas itu.

Kamikaze berarti "angin dewa". Orang-orang terpilih dalam misi itu amat dihormati karena misi yang mereka emban dianggap pengorbanan atas nama Kaisar Hirohito dan bangsanya. South China Morning Post, pada 2014 menulis kisah ini, tentang pilot-pilot yang enggan melakukan misi kamikaze.

Kozo Kagawa berusia 89 tahun ketika South China Morning Post mewawancarainya. Kagawa mengatakan tak ingin menghakimi siapa yang salah dan benar. Namun, tragedi itu menjadi trauma baginya. Menyaksikan karibnya mati sendirian di dalam pesawat yang sengaja ditabrakkan ke sasaran adalah pemandangan yang amat mengerikan di dalam hidupnya.

"Misi Kamikaze seharusnya tidak pernah terjadi lagi. Tetapi perdamaian tidak bisa datang begitu saja tanpa adanya biaya," ucap Kagawa dalam wawancara itu, dikutip Rabu, 12 Agustus.

Kamikaze adalah taktik penyerangan lewat pesawat udara yang mengangkut bom berdaya ledak tinggi. Setiap misi kamikaze setidaknya mengorbankan satu nyawa orang yang menerbangkan pesawat ke target sasaran. Para pilot dipersiapkan untuk penerbangan one way ticket. Satu-satunya perjalanan adalah menuju kematian. Tanpa jalan pulang ke kampung halaman mereka di Jepang.

Serangan Kamikaze jadi krusial bagi pihak Jepang yang saat itu sangat kewalahan menghadapi kedigdayaan Amerika Serikat (AS) dengan perlengkapan modern dan canggih. Kamikaze dianggap jauh lebih akurat ketimbang pengeboman konvensional yang memungkinkan serdadu angkatan udara Jepang menargetkan titik-titik lemah kapal AS.

Kamikaze jadi satu-satunya jalan bagi Jepang menggembosi dan melumpuhkan kapal-kapal induk tentara AS di kawasan Laut Pasifik. Apalagi, kapal induk AS dikenal dengan pertahanan yang begitu kuat dengan penjagaan pesawat tempur dan fasilitas anti-serangan udara yang canggih.

Di antara kehormatan dan rasa malu

Menjadi pilot kamikaze adalah kehormatan. Sosok mereka akan dikenang sebagai nasionalis. Keluarga para mendiang pilot pun akan menuai harum dengan menjadi kalangan terpandang di tengah masyarakat Jepang.

Di medan perang, pengorbanan para pilot kamikaze memberi dorongan psikis yang begitu kuat untuk membangkitkan keberanian para serdadu Jepang di sektor penyerangan. Bagi penguasa negeri, pengorbanan pilot kamikaze adalah pertunjukkan kesetiaan tertinggi pada kaisar.

Di sisi lain, kesialan bagi para pilot kamikaze yang gagal menjalani misi. Umumnya, ada dua penyebab kegagalan pilot kamikaze, yaitu akibat kesalahan teknis-mekanis dalam proses penyerangan atau rasa takut luar biasa yang menghinggapi para pilot dalam misi bunuh diri itu hingga mereka memutuskan "putar balik".

Pilot Kamikaze adalah mereka yang memiliki kehormatan tinggi (sumber History of Yesterday)

Pilot kamikaze yang terpaksa pulang ke kampung halaman akan menerima hukuman. Dilansir History of Yesterday, biasanya sanksi sosial akan meliputi kehidupan para pilot kamikaze yang gagal. Selain itu, para pilot gagal juga menghadapi ancaman hukuman fisik dan mental dari petinggi militer Jepang jika tak dapat membuktikan kegagalan teknis-mekanis.

Namun, hukuman-hukuman itu tak berarti para pilot terbebas dari tugas kamikaze. Di hari-hari lain, ketika satuan membutuhkan, mereka akan tetap terbang. Bagai tiada jalan keluar dari kematian. Eksekusi terberat disertai pandangan sebagai seorang pengecut akan terjadi apabila seorang pilot kamikaze mengalami kegagalan hingga sembilan kali.

Jepang benar-benar serius menempatkan para prajuritnya dalam misi bunuh diri kamikaze. Mengantisipasi ketakutan-ketakutan manusiawi yang kerap menyebabkan kegagalan misi, Jepang bahkan meracik sebuah cairan kimia khusus yang disebut "cairan keberanian".

Bagi Jepang, adalah lumrah. Mereka terbiasa berbicara mengenai pengorbanan dan kehormatan berlandas patriotisme dan nasionalisme. Apalagi di masa perang. Jepang, sejak dulu menempatkan serdadu mereka dalam penghormatan di setiap perang yang dijalani. Termasuk para pilot kamikaze.

Kehormatan adalah hal yang sakral dalam tradisi orang Jepang. Tradisi ini yang mereka terapkan di medan perang. Cara negara membekali pilot-pilot kamikaze atau pasukan di dalam tank bunuh diri --untuk infanteri darat-- dengan rasa hormat dan keagungan dapat dilihat di berbagai peperangan.

Hal ini tergambar lewat aksi unit 731 dan kekejaman yang dilakukan di daratan Cina demi upaya memenangi  pemberontak. Jepang memiliki kisah uniknya sendiri bila berbicara dunia peperangan, di mana rasa nasionalisme dan kehormatan mereka menjadi hal terpenting. Dilansir dari Kamikaze Pilot Manual, ada satu kutipan yang menjadi acuan para pilot Kamikaze.

"Ketika kamu membuang pemikiran tentang hidup dan mati, maka kamu akan mengabaikan sepenuhnya kehidupan duniawi. Sehingga akan memungkinkan kamu untuk memusatkan perhatian dengan tekad tak tergoyahkan untuk membasmi musuh. Sementara, hal tersebut akan memperkuat keunggulanmu dalam keterampilan terbang."