Bagikan:

JAKARTA - Betawi dan keberagaman adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Wujud bahwa orang Betawi punya sifat terbuka dan toleran bisa terlihat pada momen hari penting. Idulfitri misalnya. Mereka menjadikan momentum makan bersama di meja ruang tamu (Meja Nyai) sebagai etalase kebinekaan. 

Hampir semua makanan Betawi –kue kering hingga makanan berat— berasal dari peleburan budaya. Ada jejak budaya China, Portugis, dan Belanda. Pun Meja Nyai kemudian jadi perwujudan sebenarnya dari frasa: bineka Tunggal Ika.

Bagi orang Betawi, hari raya idulfitri jadi peristiwa besar. Segala bentuk persiapannya dilakukan secara maksimal. Termasuk menghidangkan makanan menggugah selera untuk keluarga besar. Yang paling menarik, dari banyaknya menu yang dibuat, hampir pasti tidak ada makanan bernuansa Islam (Arab).

Mayoritas makanan yang dihidangkan justru dari etnis, ras, kultur yang berada di luar ras etnis islam.

Barisan kue kering yang menghuni stoples biasanya: nastar, kue semprit, kue satu, kue kiji, dodol dan aneka manisan. Sedang barisan makan berat: semur daging kerbau, perkedel, hingga sup kacang merah.

Ambil contoh nastar. Kehadiran nastar di Indonesia justru hadir berkat para pemukim Portugis yang datang ke Asia dengan membawa bibit nanas dari koloninya, Amerika Selatan. Orang Portugis sering mengolah nanas sebagai bahan utama membuat kue pai nanas.

Kue ini cukup populer pada zamannya. Belanda yang baru saja menaklukan Jayakarta dan mengubahnya menjadi Batavia pada 1619, ikut jatuh hati dengan lezatnya pai nanas. Kesukaan akan pai nanas membuat penguasa baru (Belanda) mencoba berinovasi. Karenanya, jadilah kue yang langgeng disebut nastar.

“Ananas tart (kue pai nanas) kemudian dimodifikasi oleh orang Belanda sehingga menjadi nastar, seperti yang banyak disebut oleh orang Jawa,” tulis Vincent Gabriel dalam Success In The Peranakan Food Business (2015).

Beragam menu di Meja Nyai (Sumber: Wikimedia Commons)

Perihal makanan utama pun sama. Banyak makanan Indonesia yang berasal dari budaya kuliner orang Belanda kini menjadi menu wajib saat lebaran orang Betawi. Salah satu yang paling mentereng adalah semur daging kerbau. Makanan khas Belanda ini juga dipadukan oleh sentuhan orang budaya China dari kecap.

“Semur (smoor) adalah jenis makanan yang memiliki cita rasa manis khas Belanda dengan menggunakan bahan daging ayam atau sapi. Makanan ini telah diadopsi menjadi hidangan lokal populer dalam rijsttafel dengan nama smoor djawa (gebakken vis met een pittige saus),” ucap Fadly Rahman dalam Rijsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942 (2016).

Makna kebinekaan dari makanan

Sederet makanan di atas Meja Nyai jadi bukti orang Betawi dapat menerima perbedaan. Sejarawan JJ Rizal berpendapat makanan bagi orang Betawi bukan cuma soal enak atau mahal. Lebih dari itu. Orang Betawi percaya bahwa tiap makanan yang dihidangkan terdapat satu nilai.

Semur daging kerbau (Sumber: Wikimedia Commons

"Makanan itu tak sekadar maknyus-maknyusan, ajib-ajiban, tetapi ada nilai, ada kearifan dalam makanan. Dan dari makanan kita diajarkan nilai-nilai menghargai serta hidup bersahabat dengan perbedaan.” Ungkap JJ Rizal kepada VOI.

Tak Cuma JJ Rizal, Budayawan Betawi, Masykur Isnan mengungkap sejak dulu orang Betawi pandai memupuk rasa persaudaran dan semangat kebersamaan kepada siapa saja. Makanan jadi medium utamanya.

“Betawi ini merupakan hasil dari keragaman budaya dan proses akulturasi. Jika memahami seluk-beluk ini, orang Betawi akan dilihat sebagai potret kebinekaan, walau dalam bentuk sajian lebaran,” tutupnya.

MEMORI Lainnya

a