Bujuk atau Culik Mereka, TKA China Harus Datang ke Nusantara: Kebijakan VOC di Bawah Coen
Etnis China di Hindia-Belanda (Sumber: geheugen.delpher.nl)

Bagikan:

JAKARTA - Peran etnis China dalam tumbuh kembang Kota Jakarta begitu besar. Sedari zaman Belanda, tenaga kerja asing (TKA) asal China pegang andil menjadi roda penggerak ekonomi. Gubernur Jendeal VOC Jan Pieterszoon Coen ada di balik ini.

Coen melihat orang-orang China sebagai manusia dengan keuletan dan kerja keras tinggi. Sifat itu bisa bikin Belanda untung besar, pikir Coen. Ia kemudian membuka lebar-lebar pintu Batavia untuk orang China.

Mereka yang datang akan disambut. Sementara, orang China yang tak mau akan diculik oleh Belanda. Jejak orang China di Tanah Betawi sudah hadir sejak Jakarta masih bernama Jayakarta. Bahkan, lebih tua.

Akan tetapi, jumlahnya tak begitu banyak. Tercatat, saat kedatangan Belanda yang pertama di bawah pimpinan penjelajah Cornelis de Houtman, orang China yang tinggal di Batavia hanya mengisi kawasan pinggir timur kali Ciliwung.

Jasa mereka bagi pemerintah setempat tak begitu diandalkan. Orang China di kawasan itu rata-rata berprofesi sebagai petani, pedagang, dan penyuling arak. Kondisi itu kemudian berubah saat Jayakarta ditaklukkan Coen pada 1619.

Selain mengubah Jayakarta menjadi Batavia, Coen juga banyak melakukan gebrakan-gebrakan baru. Salah satunya dengan menjadikan orang Tionghoa sebagai warga mayoritas di Batavia. Apalagi Coen menyadari pundi-pundi keuntungan yang akan didapat ketika rencananya membanyak jumlah orang China di Batavia terwujud.

“Jan Pieterszoon Coen berpendapat bahwa hanya warga etnis Tionghoa saja yang bisa melayani VOC dengan baik. Warga etnis Tionghoa di Batavia memegang peranan penting dalam perkembangan kota Batavia di bawah sistem ekonomi VOC, baik perdagangan internal maupun eksternal. Hal ini sangat bermanfaat bagi penduduk Batavia untuk memperoleh bahan makanan,” ungkap Hembing Wijayakusuma dalam buku Pembantaian Massal 1740: Tragedi Berdarah Angke (2005).

Etnis China di Hindia-Belanda (Sumber: geheugen.delpher.nl)

Pengaruh orang China dalam menghadirkan keuntungan ekonomi menjadikan mereka memiliki kedudukan politis yang kuat di Batavia. Segala hak istimewa diberikan oleh Coen terhadap orang China yang mau menetap dan bekerja di Batavia.

Terutama, saat Coen memilih Souw Beng Kong (1580-1640) sebagai Kapitan China. Semenjak itu, Batavia menjadi kota yang menjanjikan bagi orang China. Begitu pula dengan Belanda.

Pemerintah kolonial kemudian menggunakan tangan Souw Beng Kong untuk mengurus orang China di Batavia. Setelahnya, gelombang kedatangan orang China ke Batavia makin deras. Coen lalu membentuk Dewan Tionghoa.

Dewan ini bertugas mengatur segala kepentingan orang Tionghoa, terutama dalam mengurus soal upacara pemakaman dan tempat pemakaman orang-orang Tionghoa di Batavia. Souw Beng Kong sendiri di dalam dewan itu memiliki peran yang signifikan.

Ia tak saja dapat memberikan nasehat kepada orang China. Tetapi juga ikut memutuskan perkara orang China yang diajukan pada pengadilan Batavia. Semua itu didukung langsung oleh Coen.

“Siapapun yang berniat membangun dan memperluas pengaruh Belanda, harus bekerja sama dengan orang-orang Tionghoa, karena mereka bangsa yang ulet, rajin, dan suka bekerja. Tak ada tenaga yang lebih cocok untuk tujuan kita atau yang dapat dikerahkan dengan sama mudahnya selain daripada orang Tionghoa,” ujar Jan Pieterszoon Coen kepada bawahannya, dikutip Benny G. Setiono dalam buku Tionghoa dalam Pusaran Politik (2003).

Belanda datangkan orang China

Etnis China di Hindia-Belanda (Sumber: geheugen.delpher.nl)

Seiring Coen menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC, ambisi mendatang orang China ke Batavia makin digalakkan. Segala daya upaya dan kesempatan digunakannya untuk membujuk orang China.

Salah satu langkahnya adalah dengan membuat semua orang China yang tinggal di Banten, Cirebon dan kota lainnya di Jawa untuk segara pindah. Upaya itu dilakukan pemerintah kolonial dengan mengiming-imingi langsung orang China dengan pembebasan biaya tol dan cukai.

Coen bahkan memberikan perintah kepada kepala kantor VOC perwakilan Jepang –yang juga sahabatnya— Jacques Specx untuk sebanyak mungkin mendorong migrasi orang China ke Batavia.

Bila perlu, migrasi itu dengan menggunakan kapal angkut Kompeni. Jika mereka tidak bersedia melakukan perjalanan ke Batavia, maka Jacques Specx diminta memperkerjakan orang China pada Kompeni dengan masa percobaan.

“Selain itu, Coen melakukan segala cara untuk mengalihkan semua perdagangan Tionghoa ke Batavia dengan memblokade Manila, Makau, serta pesisir Tiongkok di sekitar Pescadores dan Malaka. Dia juga menangkap jung-jung (kapal-kapal) Tionghoa yang berlayar di jalur pelayaran Jambi, Banten, Jepara, serta tempat-tempat lainnya di Kepulauan Hindia (Indonesia), serta membawanya ke Batavia,” imbuh Johannes Theodorus Vermeulen dalam buku Tionghoa di Batavia dan Huru-Hara 1740 (2010).

Cara halus dan kasar

Dalam membujuk orang China, Coen menggunakan dua cara, yakni cara halus dan kasar. Cara halus, misalnya. Coen memerintahkan para pejabat Kompeni untuk memperlakukan dengan baik orang China.

Senafas dengan itu, orang China dibujuk dengan cara memberikan pengangkutan gratis dalam skala besar ke Batavia. Mereka juga dijanjikan dengan ragam hak istemewa lainnya. Sementara, cara kasar yang diandalkan Coen adalah dengan melakukan penculikan orang China.

Instruksi itu diketahui diberikan oleh Coen kepada pemimpin pasukan VOC Cornelis Reyersz pada 1622. Coen meminta Cornelis Reyersz untuk pergi ke negeri China dalam rangkah meningkatkan perdagangan. Jika tidak berhasil, maka dia diperintahkan oleh Coen untuk mengganggu orang China di sepanjang pesisir China dan berusaha menculik sebanyak mungkin orang China.

“Kalau tidak cukup orang di negeri-negeri itu yang mau secara suka rela datang ke Indonesia, Coen menyarankan untuk menculik mereka sampai jumlah yang diperlukan tercapai. Dia lebih menyukai orang China karena menurutnya mereka pekerja keras dan tidak suka perang. Rencananya lebih jauh adalah pemusnahan total pelayaran orang Asia dan Eropa asing di Hindia. Bagi para pemukim itu dia mengusulkan untuk memberi izin pelayaran dan perdagangan bebas di bawah peraturan yang dibuat Kompeni,” tulis Bernard H.M. Vlekke dalam buku Nusantara (1959).

*Baca Informasi lain soal PENJAJAHAN BELANDA atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

BERNAS Lainnya