Bagikan:

JAKARTA - Usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) disambut dengan gegap gempita pada 2012. Komnas Perempuan jadi pelopornya. Kehadiran RUU PKS dianggap penting supaya jadi landasan pemerintahan memberikan pelindungan kepada korban kekerasan seksual.

RUU PKS pun digodok serius di DPR. Masalah muncul. Tak semua orang setuju dengan hadirnya RUU PKS. Ustaz Tengku Zulkarnain, misalnya. Wakasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu buat kehebohan dengan menyebut RUU PKS justru melegalkan perzinahan.

Tiada yang benar-benar terbebas dari ancaman kekerasan seksual. Pria dan wanita punya kemungkinan yang sama jadi korban kekerasan seksual. Traumanya berkepanjangan. Korban pun tak mengetahui ke mana mereka harus mengadu karena malu dan pertimbangan lainnya.

Kondisi itu terjadi karena produk hukum terkait itu belum digodok secara spesifik. Harapan pun muncul kala Komnas Perempuan mengusulkan kehadiran RUU PKS ke DPR pada 2012. Mereka merasa kehadiran produk hukum yang spesifik mengatur terkait penghapusan kekerasan seksual dibutuhkan.

Aktivis Aliansi Gerakan Peduli Perempuan melakukan aksi tolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (14/7/2019). (ANTARA FOTO/Reno Esmir/ama)

UU itu nantinya akan memutus mata rantai kekerasan seksual. Kekerasan itu antara lain pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

RUU PKS mulanya digodok serius anggota DPR. RUU itu bolak-balik masuk dalam Program Legislasi Nasional DPR sejak 2014-2019. Komnas Perempuan bahkan ikut membentuk tim khusus untuk membantu merancang hingga dukungan lain supaya RUU PKS sah.

Namun, tak semua setuju dengan draf aturan RUU PKS. Beberapa kalangan dari partai politik hingga alim ulama ada yang menyatakan ketidaksetujuannya dengan RUU PKS. Sosok yang paling keras menentang RUU PKS adalah Ustaz Tengku Zulkarnain pada 2019.

Wakasekjen MUI itu menyebut bahwa RUU PKS memiliki agenda tersembunyi. RUU itu diyakininya sebagai ajian pemerintah dalam melegalkan perzinahan di Indonesia. Agenda itu dianggapnya dapat merusak moral bangsa Indonesia.

“Pelajar, dan mahasiswa, dan pemuda yang belum nikah yang ingin melakukan hubungan seksual, maka pemerintah mesti menyediakan alat kontrasepsi untuk mereka. Anak-anak muda yang belum nikah kepengen berzina, pemerintah harus menyediakan kondomnya supaya tidak hamil di luar nikah. Kalau ini disahkan, berarti pemerintah telah mengizinkan perzinahan, bahkan menyediakan kondom dan alat kontrasepsi,” ujar Tungku Zul sebagaimana dikutip Detik.com, 11 Maret 2019.

Jadi Polemik

Tengku Zul berpandangan RUU PKS yang digodok bukan melulu untuk pelindungan pria maupun wanita dari kejahatan seksual. RUU PKS hadir untuk melegalkan zina. Penyataan Tengku Zul pun membawa kehebohan di sana-sini.

Pro dan kontra pun muncul. Mereka yang menyerap mentah-mentah penyataan Tengku Zul menganggap pemerintah legalkan zina. Mereka segera mengutuk pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) karena merasa pernyataan Tengku Zul berisi kebenaran.

Mereka kontra pun tak sedikit. Mereka menganggap Tengku Zul tak membaca penuh RUU PKS. RUU PKS bukan berasal dari Presiden Jokowi. RUU PKS berasal Komnas Perempuan dan DPR berinsiatif membahasnya untuk memberikan pelindungan kepada rakyat Indonesia terkait kekerasan seksual.

Pernyataan Tengku Zul dianggap bisa berpotensi untuk merusak citra pemerintah. Bola liar penyataannya bisa jadi sumber berita bohong dan hoaks. Kritikan tak cuma dilakukan warganet belaka. MUI sendiri tempat Tengku Zul bernaung mengatakan tak bertanggung jawab atas ucapan kontroversial.

Ustaz Tengku Zulkarnain yang pernah menjabat sebagai Wakasekjen MUI era 2015-2020. (ANTARA)

Penyataan pemerintah pro zina dianggap MUI adalah bentuk pernyataan pribadi Tungku Zul. Alias tiada hubungannya dengan MUI. Lembaga yang menaungi ulama itu bahkan menyebut mereka tak pernah melakukan kajian terkait RUU PKS.

Pandangan Tengku Zul dianggap MUI sebagai bentuk kecerobohan belaka. Gelora menolak pernyataan Tengku Zul berdatangan. Akhirnya, Tengku Zul menyadari bahwa ucapannya terkait pemerintah legalkan zina lewat RUU PKS tak benar.

Tengku Zul pun meminta maaf supaya polemik itu cepat reda. Ia pun mencabut isi ceramahnya. Permintaan maaf itu membuat berita tak benar terkait pemerintah legal zina lewat RUU PKS segera hilang dari jagat media.

“Setelah mencermati isi RUU PKS saya tidak menemukan pasal penyediaan alat kontrasepsi oleh Pemerintah untuk pasangan remaja dan pemuda yang ingin melakukan hubungan suami istri. Dengan ini saya mencabut isi ceramah saya tentang hal tersebut. Dan meminta maaf karena mendapat masukan yang salah,” ujar Tengku Zul lewat akun Twitter/X @ustadtengkuzul, 11 Maret 2019.