JAKARTA - Kemunculan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam peta politik Pilgub DKI Jakarta 2017 penuh dinamika. Anak dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu dipasangkan dengan Sylviana Murni. Namun, urusan menjalani kontestasi politik bukan hal mudah.
AHY punya lawan kuat macam Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ia juga harus bersaing dengan Anies Baswedan. AHY pun percaya diri dan tak gentar. Kondisi itu membuatnya dielukan sebagai kuda hitam.
Jejak AHY mengikuti garis karier keluarganya sebagai prajurit tak diragukan. AHY menimbah ilmu lewat Akademi Militer (Akmil). Eksistensinya menuntut ilmu di Akmil menuai banyak pujian. Ia berhasil mengikuti jejak ayahnya, SBY sebagai murid berprestasi.
AHY mampu menyamakan pencapaian ayahnya dengan berhasil keluar sebagai lulusan terbaik Akmil. AHY juga menyandang anugerah Adhi Makayasa pada 2000. Kondisi itu membuat orang-orang meramal karier AHY akan moncer di dunia militer. Namun, suratan takdir berkata lain.
Keterampilan AHY justru dianggap lebih penting dibaktikan dalam dunia politik. AHY ingin dijadikan kejutan dunia politik. AHY akan diusung menjadi Cagub DKI Jakarta yang baru pada Pilgub 2017. Keputusan sulit pun harus diambilnya.
AHY lalu mengundurkan diri dari dunia militer. Pangkat terakhirnya adalah mayor. Keputusan AHY disayangkan banyak pihak. Namun, keputusan itu didukung penuh oleh Koalisi Cikeas: Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
AHY akhirnya dipasangkan kan dengan Sylviana Murni yang notabene Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Pasangan Agus-Sylvi pun segera diusung. Keduanya membawa jargon: Jakarta untuk Rakyat.
Mereka lalu mendapatkan nomor urut satu. Nomor urut dua kala itu dihuni pasangan Ahok-Djarot, dan nomor urut tiga Anies-Sandiaga Uno.
“Terus terang dengan hati yang berat, karena lebih dari 15 tahun saya berdinas di dunia keprajuritan, di jajaran TNI yang saya cintai dan saya banggakan. Namun saya mengatakan bahwa saya siap untuk melakukan pengabdian yang lain yaitu di dunia politik dan pemerintahan. Mohon maaf, sejatinya sebenarnya dari TNI pulalah saya belajar dan punya prinsip bahwa mengabdi untuk masyarakat, negara dan bangsa tidak mengenal batas waktu dan wilayah penugasan."
"Saya dan ibu Syiviana Murni bertekad dan berusaha sekuat tenaga membuat DKI Jakarta semakin maju, semakin aman, semakin tertib, ekonominya makin tumbuh, masyarakatnya makin sejahtera, kesenjangan sosial tidak semakin menjadi jadi, hukum dan keadilan semakin tegak, kejahatan dapat semakin terus kita perangi, lingkungan kita makin terjaga, pemerintahan dikelola makin tertib,” ujar Agus dalam pidatonya di DPP Partai Demokrat sebagaimana dikutip laman ANTARA, 24 September 2016.
Kuda Hitam
Kemunculan AHY dalam peta politik kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 mengejutkan banyak pihak. Ia dielukan sebagai kuda hitam. Ada yang mendukung. Ada juga yang mengkritik. Mereka yang mendukung menganggap Jakarta memang butuh figur muda dan berintegritas.
Mereka yang mengkritik menganggap AHY hanya bergerak berdasarkan nafsu kuasa belaka. Karier militernya dikorbankan. Pun kemenangan belum tentu diraih. Namun, AHY menganggap segala kritik adalah masukan berguna.
AHY bak menganggap kritikan sebagai bahan bakarnya melaju jadi kuda hitam. Apalagi, lawannya bukan tokoh politik biasa. Ahok dikenal dengan integritasnya sebagai pemimpin antikorupsi nan tegas. Anies juga mantan Menteri Pendidikan dan kebudayaan era 2014-2016 yang tak bisa dianggap remeh.
Program pun disiapakan. AHY coba mengenalkan programnya kepada warga Jakarta. AHY ingin hadirkan bantuan langsung bagi keluarga miskin di Jakarta. ia juga ingin mengurangi pengangguran dan membuka banyak lapangan kerja. Ia ingin menciptakan banyak warga Jakarta jadi wirausaha.
BACA JUGA:
Garis besar ide AHY terdengarkan menarik. Namun, pihak lawan AHY tak kalah menarik. Kekurangan lain AHY adalah ia orang baru dalam dunia politik. Wajahnya masih asing. Kiprahnya apalagi. Banyak lembaga survei pun mulai melakukan risetnya. AHY selalu berada diposisi paling buncit.
Ramalan itu kejadian kala pencoblosan pada 15 Februari 2017. AHY hanya mampu meraih 17,06 persen suara. Lawannya Ahok meraih 42,99 persen dan Anies mendapatkan 39,95 persen.
AHY tak mengelak dari kekalahan. Ia secara ksatria mengakuinya. Ia pun jadi perwujudan sempurna dari sikap siap kalah, siap menang dalam kontestasi politik. Namun, kehadiran AHY justru memunculkan swing voter (suara beralih) yang dapat menguntungkan atau merugikan kandidat tersisa di putaran keduanya. Benar saja suara pemilih AHY menjadi penentu kemenangan Anies-Sandi pada putaran dua Pilgub DKI Jakarta.
"Secara ksatria dan lapang dada, saya menerima kekalahan di Pilgub DKI Jakarta. Saya dan Ibu Sylvi mengucapkan selamat kepada pasangan calon nomor dua, yaitu Bapak Basuki Tjahaja Purnama, serta pasangan nomor tiga, yaitu Bapak Anies dan Bapak Sandi," kata AHY sebagaimana dikutip laman liputan6.com, 15 Februari 2017.