Bagikan:

JAKARTA - Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mampu memenangkan Pilgub DKI Jakarta 2017. Keduanya didaulat jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. Satu demi satu janji kampanye diwujudkan. Namun, Sandi ogah puas.

Ia menatap kontestasi politik Pilpres 2019. Semua itu didasari keinginan ingin berbuat sesuatu lebih besar untuk Indonesia. Ia pun ingin menghindari konflik kepentingan kala kampanye. Langkah itu diwujudkan dengan mundur dari jabatan Wagub DKI Jakarta.

Pengusaha masuk gelanggang politik sudah biasa. Sandiaga Uno pernah melakukannya. Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) era 2005-2008 itu langsung dipatok mendampingi Anies Baswedan dalam Pilgub DKI 2017.

Pasangan Cagub dan Cawagub itu tampil menjanjikan. Keduanya pun diusung dua partai besar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Janji dan program disiapkan untuk memikat seisi Jakarta.

Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kala ikut kontestasi politik Pilpres 2019. (Wikimedia Commons)

Program itu antara lain Oke-Oce dan Ok-Otrip (kini: Jak Lingko). Oke Oce digagas untuk menciptakan banyak lapangan kerja. Sedang Ok-Otrip digagas untuk mengintregrasikan sebagian besar transportasi umum di Jakarta.

Kedua program unggulan itu membuat Anies-Sandi percaya diri melawan pesaingnya. Pertama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat. Kedua, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylviana Murni.

Mulanya dewi fortuna tak berpihak ke Anies-Sandi. Survei-survei yang ada kerap menempatkan mereka di bawah pasangan Ahok-Djarot. Peta politik baru berubah kala Pilgub masuk putaran kedua. Kekalahan AHY-Sylvi menguntungkan Anies-Sandi.

Suara pendukungnya mengarah ke Anies-Sandi. Kampanye pun mulai digalakkan. Mesin partai mulai kembali memanaskan pentas persaingan. Sekalipun ada beberapa simpatisan yang mulai menggunakan kampanye hitam. Namun, kontestasi politik hanya menyediakan dua ruang, menang dan kalah.

Anies-Sandi pun jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih. Keduanya secara paripurna dilantik pada 16 Oktober 2017. Semenjak itu keduanya mulai mewujudkan ide dan program besarnya untuk Jakarta. Alih-alih hanya berfokus pada pembangunan Jakarta, keduanya juga fokus dalam hal pemberantasan korupsi.

“Kami ini sekeluarga lahir-batin anti-korupsi. Saya bilang kepada semua bahwa orang-orang tua kita, yang mendirikan republik ini, boleh saling berbeda pikiran. Tapi satu hal yang mereka katakan, Kami tidak pernah nyolong dari republik ini. Saya ingin menjaga tradisi itu.”

“Kami tidak ingin Jakarta aman untuk penyelewengan. Jakarta harus aman dari penyimpangan. Kalau ada pelanggaran hukum, aparat hukum yang akan proses. Maka penting bagi kita bekerja dengan transparansi dan good governance,’ ungkap Anies-Sandi dalam komitmennya dikutip Ninis Chairunnisa dan Chitra Paramaesti dalam tulisan berjudul Anies Berkukuh Hentikan Reklamasi (2017).

Hindari Konflik Kepentingan

Jalan Anies-Sandi memimpin Jakarta disambut dengan gegap gempita. Mereka jadi harapan baru seisi kota mengatasi ragam masalah yang membelit Jakarta. Antara lain masalah banjir, macet, dan kesenjangan sosial.

Oke Oce dan Oke Otrip mulai direncanakan. Kepemimpinan itu kemudian diganggu oleh isu Sandi yang akan mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2019. Mulanya isu itu tak ditanggapi serius karena Prabowo memilih banyak opsi cawapres, tapi pilihan itu kian mengerucut ke Sandi.

Posisi Sandi sebagai Wagub sebenarnya tak terganggu. Tiada masalah jika ia memilih maju dalam kontestasi politik Pilpres. Bahkan, Sandi tak perlu mengundurkan diri sesuai dengan UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 yang dipertegas dengan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2018.

Kedua produk hukum itu menyebutkan gubernur atau wakil gubernur yang akan ikut Pilpres diperkenankan meminta izin ke presiden untuk cuti. Artinya, Sandi dapat mengikuti Pilpres 2019 dengan tenang karena bisa cuti sebagai pejabat negara.

Prabowo Subianto dan partainya, Gerindra mengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilgub DKI Jakarta 2017. (Wikimedia Commons)

Sandi justru berkata lain. Ia menyatakan sikapnya untuk menghindari konflik kepentingan setelah ditunjuk sebagai Cawapres Prabowo pada 9 Agustus 2018. Sehari setelahnya, Sandi secara resmi mengundurkan diri jabatan Wagub DKI Jakarta pada 10 Agustus 2018.

Pengunduran itu dilakukan sebagai bentuk menjunjung tinggi etika politik. Ia tak ingin dihadapkan dengan konflik kepentingan kala maju sebagai Cawapres. Sandi menganggap mengatur DKI Jakarta bukan hal yang mudah. Ketekunan dan totalitas harus diutamakan. Tak bisa setengah-setengah.

Alhasil, pengunduran diri adalah satu-satunya opsi yang membuat Sandi ikut kontestasi politik dengan maksimal. Tindakannya kemudian jadi contoh laku hidup pejabat negara yang menjunjung tinggi etika politik.

"Filosofinya itu saya bilang nggak bisa disambi, ini tugasnya berat banget, DKI-nya berat, dan kalau saya tetep di DKI kan mempolitisasi DKI, nggak fair buat DKI. Pak Anies sudah berat, dan ditambah politisasi tambah berat. Kalau saya egois gitu tetap di DKI dan coba-coba, takutnya tidak memiliki pesan yang baik buat masyarakat. Tidak ikhtiar, nasional itu harus all out, apapun hasilnya. Kita harus gentleman untuk itu,” ujar Sandi sebagaimana dikutip laman detik.com, 11 Agustus 2018.