JAKARTA - Negara Brasil akrab dengan masalah kelaparan dan kemiskinan ekstrem. Siapa yang memimpin Brasil pun akan dihadapkan dengan masalah yang sama. Barang siapa yang mampu menjanjikan kehidupan lebih baik akan menjadi pilihan.
Seisi Brasil pernah membuktikan kala Luiz Inácio Lula da Silva terpilih jadi Presiden Brasil pada 2003. Ia mengenalkan rakyat Brasil dengan programnya Fome Zero (tanpa kelaparan). Program yang salah satunya menghadirkan makanan sehat gratis untuk anak sekolah.
Akses terhadap pangan sangat penting bagi negara macam Brasil. Negara itu memang gemilang dalam sepak bola, tapi bobrok urusan menyejahterakan rakyat. Rakyat miskin bertumbuh. Demikian pula dengan masalah kelaparan.
Gizi anak-anak di Brasil pun tak menentu. Mereka justru mengkonsumsi makanan tak sehat. Kondisi itu kemudian dipotret oleh Lula da Silva. Ia yang lahir dari keluarga miskin begitu memahami bagaimana sulitnya akses rakyat Brasil akan makanan sehat.
Ia juga menyaksikan sendiri bagaimana kaum buruh berjuang memperoleh kehidupan yang layak. Semua itu karena Lula sendiri adalah mantan anggota serikat buruh. Aksi Lula pun terus berlanjut. Ia dan kawan-kawannya mendirikan Partai Pekerja pada 1980.
Kendaraan politik itu membuatnya mampu mengakses kehidupan sebagai anggota Parlemen. Ia mulai membuat jejak membela kepentingan rakyat Brasil, khususnya kaum buruh. Puncaknya, popularitas Lula sebagai politisi sayap kiri kian menanjak.
Kaum miskin dan kaum tani mendukung penuh dirinya berlaga dalam Pilpres 2002. Ia mulai memperkenalkan programnya untuk kesejahteraan rakyat Brasil. Ia bermimpi supaya pada 2007 semua warga Brasil sudah makmur dan bisa makan tiga kali sehari.
Keinginan itu tak muluk-muluk. Ia mengemas idenya dengan nama Fome Zero. Ide Fome Zero jadi prioritas utamanya kala terpilih sebagai Presiden Brasil. Pucuk dicinta ulam tiba. Lula akhirnya terpilih sebagai Presiden Brasil. Ia kemudian dilantik pada 1 Januari 2003.
BACA JUGA:
Pelantikan itu membuat segenap rakyat Brasil menagih janji Fome Zero Lula. Program itu mulanya sempat dikritik banyak pihak.
“Sehari setelah terpilih sebagai presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva mengumumkan bahwa prioritas utama pemerintahannya adalah menjamin bahwa setiap warga Brasil dapat makan tiga kali sehari. Namun, lima bulan setelah ia memperingatkan bahwa orang yang lapar sedang terburu-buru dan menjanjikan bantuan segera, programnya Fome Zero justru menimbulkan lebih banyak kontroversi daripada hasil,” ujar Larry Rohter dalam tulisannya di The New York Times berjudul Brazil's War on Hunger Off to a Slow Start (2003).
Fome Zero
Inisiasi program Fome Zero memang tak berjalan lancar pada awalnya. Kondisi itu karena banyak pejabat pemerintahan yang berasal dari partai lawan. Birokrasi bak tak satu suara. Namun, Lula tak menyerah. Ia terus menggunakan kuasanya sebagai orang nomor satu Brasil. Ia terus mendorong supaya Fome Zero dapat direalisasikan.
Lula lalu mengangkat ahli agrikultur Brasil, Jose Graziano da Silva sebagai pemimpin program. Jose lalu bekerja secara tepat guna membentuk langkah-langkah struktural dalam menanggulangi masalah kelaparan.
Urusan hulu ke hilir makanan dipikirkan. Pemerintah lalu mulai memproduksi sendiri makanan sehatnya. Tanaman sehat ala Brasil pun ditanam demi ketahanan pangan. Kondisi itu membuat mereka tak perlu membayar mahal untuk ketersediaan makanan sehat untuk anak-anak sekolah.
Dukungan pun tak lupa diberikan penuh kepada para petani. Penelitian terus dilakukan, penguasaan lahan, akses kredit, hingga bantuan teknis lainnya. Hasilnya mengagumkan. Akses makanan murah pun dapat diakses warga Brasil.
Anak-anak sekolah di Brasil menikmati manfaat program Lula. Mereka mendapatkan makanan yang bergizi tinggi. Daerah dengan ekonomi yang stabil mendapatkan makanan satu kali saja sehari. Daerah dengan tingkat ekonomi rendah, maka mendapatkan makanan dua kali sehari.
Alhasil, banyak di antara anak-anak Brasil jadi rajin untuk pergi sekolah. Keberhasilan itu membuat Lula mendapatkan apresiasi dari PBB. Lula dianggap Badan PBB untuk Pangan (WFP) sebagai Pahlawan Pemberantasan Kelaparan pada 2010.
Kemudian, apa yang dibuat Lula juga dianggap percontohan. Ide Lula da Silva lalu diterapkan di banyak negara, utamanya Afrika. Semua itu dilakukan dengan tujuan tiada lagi rakyat dunia menderita kelaparan. Belakangan Presiden Indonesia Prabowo Subianto pun kepincut untuk mencontoh Brasil dalam menghadirkan makanan bergizi gratis untuk anak sekolah.
“Presiden Lula da Silva sering berbicara tentang kelaparan yang dialaminya saat masih kecil di sebuah desa terpencil di timur laut Brasil . Salah satu langkah pertama yang diambil Lula saat berkuasa pada bulan Januari 2003 adalah mengumumkan program Fome Zero (tanpa kelaparan).”
“Hampir delapan tahun kemudian, dengan tiga bulan masa jabatan keduanya yang tersisa, presiden tersebut bangga dengan apa yang telah dicapai. Pada tahun 2003, 12 persen dari populasi (22 juta) tidak mendapatkan cukup makanan. Angka tersebut telah berkurang lebih dari setengahnya, menjadi 10 juta saja, dan 28 juta orang senegaranya telah terangkat dari kemiskinan,” tegas Annie Gasnier dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Brazil Ponders Future of Successful Hunger Relief Programme (2010).