JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 3 Oktober 2017, Universitas Airlangga menganugerahkan politikus Muhaimin Iskandar (Cak Imim) gelar Doktor Honoris Causa bidang Sosiologi. Penganugerahan itu dilakukan karena Cak Imin dianggap berkontribusi mencerdaskan bangsa lewat buku-bukunya.
Sebelumnya, Cak Imin dikenal aktif sebagai aktivis mahasiswa. Kapasitasnya sebagai aktivis membuat pamannya, Gus Dur kepincut. Ia diajak masuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan jadi wakil rakyat. Belakangan ia menjelma sebagai Ketua Umum PKB.
Cak Imin bukan orang baru dalam dunia perpolitikan nasional. Pria kelahiran Jombang 26 September 1966 itu telah berkiprah sedari aktif jadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada 1985. Ia jadi bagian Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMII) dan Komite Nasional Indonesia (KNPI).
Popularitasnya sebagai aktivis mahasiswa membuat pamannya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kepincut. Cak Imin dilibatkan jadi saksi PKB lahir. Ia dijadikan pula sebagai kader partai yang potensial. Alias, PKB butuh suara dan kinerja anak muda yang lebih progresif.
Pucuk dicinta ulam tiba. Cak Imin diberikan kesempatan oleh PKB masuk ke dunia politik dengan jadi anggota DPR RI periode 1999-2004. Kinerja sebagai wakil rakyat pun memukau. Gus Dur saja sampai melihat Cak Imin sebagai sosok pemimpin PKB di masa depan.
BACA JUGA:
Tindak-tanduk itu dibuktikan dengan dukungan Gus Dur kepada Cak Imin supaya jadi Ketua Umum DPP PKB. Cak Imin didukungnya ikut pemilihan dalam Muktamar II PKB di Semarang pada 2005. Pemilihan itu membuat Cak Imin berada di atas angin karena restu Gus Dur.
Belakangan kepercayaan Gus Dur kepada Cak Imin memudar. Cak Imin dianggap lebih pro kepada penguasa dibanding mendengarkan nasihat Gus Dur. Cak Imin dianggap sudah melupakan cita-citanya berjuang untuk orang banyak. Ia dianggap lebih berambisi kepada kekuasaan. Tak lebih.
Dualisme PKB pun terjadi. PKB kubu Gus Dur dan kubu Cak Imin. Puncaknya Cak Imin berhasil membawa PKB miliknya yang diakui pemerintah. Kondisi itu memunculkan protes dari sana-sini. Namun, begitulah politik.
Kadang jadi teman, kadang jadi lawan. Bahkan, dalam kasus Cak Imin keluarga saja bisa jadi lawan. Kontroversi itu membuat Cak imin mampu melaju diperpolitakan Indonesia. Ia berkali-kali diangkat jadi menteri. Namun, ia tak melupakan sisi cendikiawannya. Ia tetap berkarya dengan menulis beberapa buku.
“Ah, loyal kepada dirinya sendiri, kok. Kan, ngomong doang. Saya enggak percaya karena dia selalu dua kata. Lho, sikapnya mendua begitu, saya bagi manusia PKB itu menjadi dua golongan. Yang satu, hanya ingat ambisinya sendiri. Yang kedua, kepentingan umum, termasuk ambisi pribadi. Selama ini, Muhaimin masuk yang pertama,” ujar Gus Dur sebagaimana dikutip majalah Tempo berjudul Sejarah yang Berulang (2008).
Unair Surabaya pun mencoba menyampingkan segala macam kontroversi dari Cak Imin. Mereka menganggap Cak Imin adalah cendikiawan penting yang ada di Indonesia. Sumbangsih ilmunya dianggap dapat berguna bagi bangsa dan negara.
Cak Imin pun telah melahirkan sekitar delapan buku dengan beragam tema. Kondisi itu membuat Unair kepincut mendaulat Cak Imin sebagai penerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Sosiologi pada 3 Oktober 2017.
Cak Imin senang bukan main. Apalagi melihat jejak Unair yang selektif memberikan gelar kehormatan. Cak Imin saja baru termasuk orang yang kelima yang diberikan sejak kampus bonafit itu berdiri. Namun, tak semua orang setuju dengan gelar kehormatan yang diberikan kepada Cak Imin.
Banyak pula dosen Unair dan khalayak umum yang mengganggap Cak Imin belum layak mendapatkan. Karya Cak Imin tak punya pengaruh besar. Unair pun menganggap angin saja komentar miring terkait kapasitas mereka memberikan gelar kehormatan.
“Cak Imin merupakan orang ke-5 yang mendapat gelar kehormatan tersebut setelah 63 tahun berdirinya Universitas Airlangga. Honoris causa merupakan gelar kehormatan yang diberikan oleh perguruan tinggi kepada seseorang yang dianggap telah berjasa dan berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia. Cak Imin dianggap telah memberikan kontribusi dalam bidang sosial dan akademik dengan berbagai aksi sosial dan buku yang telah di hasilkan,” tertulis dalam laman Unair, 3 Oktober 2017.