Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 12 September 2015, seisi dunia ramai-ramai mengecam Arab Saudi imbas tragedi crane (derek) maut di Makkah. Ratusan korban jiwa merenggang nyawa karena abainya pemerintah dalam pembangunan.

Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi menganggap momentum naik haji bukan cuma soal ibadah, tapi keuntungan besar. Pembangunan dan renovasi dekat situs keagamaan bak tak pernah jeda. Suatu muara terjadinya kecelakaan derek maut.

Pemerintah Arab Saudi telah terbiasa menerima 1 sampai 2 juta Jemaah dari seluruh dunia di musim haji. Artinya, potensi keuntungan yang masuk ke kantong pemerintah Arab Saudi begitu besar. Kondisi itu membuat pemerintah Arab Saudi segera berbenah.

Mereka mencoba meningkatkan pendapatan dengan mempercantik kota Makkah dan Madinah. Pembangunan dan pengembangan bangunan dan fasilitas terus dilakukan. Tujuannya supaya Arab Saudi dapat menampung lebih banyak Jemaah.

Masalah muncul. Pembangunan yang dilakukan kerap tak memiliki kesinambungan. Rencana pembangunan pertama dan pembangunan kedua memiliki fokus yang berbeda-beda. Kondisi itu membuat alat-alat berat macam derek kerap terlihat oleh jemaah haji sejak beberapa tahun yang lalu.

Kecelakaan kerja di Masjidilharam, Makkah, Arab Saudi pada 12 September 2015 yang menyebabkan ratusan jemaah haji meninggal dunia. (ANTARA)

Pembangunan yang masif nyatanya membuat pemerintah Saudi abai. Tragedi muncul dengan sendirinya di puncak orang sedang melakukan ibadah haji pada 11 September 2015. Petir menyambar sebuah derek hingga jatuh menimpa jemaah haji di kompleks Masjidilharam.

Peristiwa itu memakan korban jiwa hingga ratusan orang. Jemaah hari dari berbagai negara panik bukan main. Mereka kemudian lari tak menentu arah untuk menyelamatkan diri. Pemerintah Arab Saudi lalu dengan cekatan mengevakuasi seluruh korban meninggal dunia dan luka-luka.

”Puluhan ambulans menuju ke lokasi. Pihak berwenang menutup daerah tak lama setelah itu. Seluruh tempat ini sudah menjadi situs konstruksi. Apa yang membuat lebih buruk adalah bahwa sekitar pukul 17.30 ada hujan parah,” lanjut Wartawan Al Jazeera, Hasan Patel sebagaimana dikutip laman sindonews.com, 11 September 2015.

Alih-alih hanya rasa belangsungkawa saja yang mendatangi Arab Saudi, kecaman juga hadir dari seisi dunia pada sehari setelahnya, 12 September 2015. Kecaman itu terletak pada ambisi Saudi yang tak mau rugi.

Pemerintah Arab Saudi dianggap abai karena tetap menginzinkan pembangunan saat orang sedang ibadah. Kecaman pun muncul dari pejabat Indonesia. Mereka meminta Arab Saudi segera bertanggung jawab. Kehilangan ratusan nyawa bukan perkara biasa-biasa saja. Ada kelalaian yang terekam.

Kecaman juga muncul dari Direktur Eksekutif Yayasan Penelitian Warisan Islam, Irfan al-Alawi. Irfan justru tak aneh dengan kecelakaan itu. Ia menganggap kecelakaan sudah terjadi sebelum musim haji berlangsung. Namun, pemerintah Arab Saudi enggan berbenah dan abai.

“Tidak ada sistem kesehatan dan keselamatan yang diterapkan. Di London ketika Anda memiliki pekerjaan konstruksi, masyarakat dijauhkan, tetapi di Makkah, mesin-mesin dikerahkan di area yang dapat diakses oleh masyarakat.”

“Tidak ada cukup banyak relawan yang bertugas untuk memastikan orang-orang tidak memasuki area berbahaya. Bahkan beberapa teknisi tidak mengenakan perlengkapan keselamatan, helm, atau sarung tangan, karena cuaca sangat panas, suhu musim panas mencapai 45 derajat Celsius,” ujar Irfan sebagaimana dikutip laman The Guardian, 12 September 2015.