Tragedi Mina dan Harga Mati Mematuhi Aturan Saat Beribadah Haji
Jalan menuju Jembatan Jamarat. (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Hari ini 24 September lima tahun lalu atau pada 2015 ratusan atau bahkan ribuan orang tewas ketika tengah melaksanakan ibadah haji. Penyebabnya ada beberapa versi. Namun yang pasti kecelakaan maut itu mengajarkan para jemaah bahwa mematuhi peraturan saat beribadah haji merupakan harga mati.

Menurut kesaksian reporter BBC Tchima Illa Issoufou insiden itu bermula saat jemaah berjalan menuju area lempar jumrah. Namun, pada waktu yang bersamaan ada segerombolan orang lain datang dari arah berlawanan. Seketika kekacauan terjadi: orang-orang bertubrukan dan terjatuh hingga tak mampu lagi berdiri.

Para jemaah panik dan saling menginjak satu sama lain untuk menyelematakan diri dari kerumunan. "Orang-orang menyebut nama Allah sementara yang lain menangis, termasuk anak-anak dan bayi. Orang-orang mulai berjatuhan ke tanah mencari bantuan tetapi tidak ada yang bisa membantu. Semua orang seperti sendirian," kata Tchima.

Seorang saksi mata yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan bahwa dia melihat tumpukan-tumpukan orang yang meninggal dunia. Banyak orang yang meninggal akibat tertimpa oleh tubuh rekan-rekannya yang meninggal dunia terlebih dahulu.

"Beberapa orang masih hidup di bawah tumpukan jenazah dan mencoba memanjat tetapi sia-sia, karena kekuatan mereka gagal dan mereka jatuh mati. Saya merasa tidak berdaya untuk tidak bisa menyelamatkan orang. Saya melihat mereka sekarat di depan mata saya,” jelasnya.

Penyebab terjadinya tragedi Mina sebenarnya masih simpang siur. Bahkan saat investigasi berlangsung, pihak Arab Saudi dan Iran sempat bersitegang. Pasalnya korban paling banyak berasal dari negara Iran.

Menurut pihak  Arab Saudi mengatakan bahwa insiden tersebut karena sekitar 300-an jamaah haji asal Iran melanggar peraturan dengan mengubah rute dan melawan arus. Perlawanan arus tersebut mengakibatkan bertemunya dua arus jamaah yang berlawanan arah, pergerakan pun terhenti dan terdesak oleh jamaah yang terus berdatangan. 

Sementara itu pihak Iran malah mempertanyakan kompetensi Arab Saudi sebagai penyelenggara haji. Iran juga menuntut Arab Saudi meminta maaf atas peristiwa tersebut. Pendapat lainnya terkait terjadinya insiden ini karena adanya rombongan Pangeran Salman yang meminta jalan dan jamaah haji asal Afrika yang melanggar aturan. 

Sedikitnya 717 orang tewas dan 863 terluka karena insiden yang terjadi saat jamaah hendak menuju Jembatan Jemarat. Itu baru yang tercatat secara resmi oleh Arab Saudi. Beberapa pihak menyatakan bahwa jumlah korban tewas mencapai 2.000 lebih, namun pemerintah Arab Saudi tidak memperbaruinya.

Insiden seperti ini bukan insiden mematikan pertama selama haji. Tahun-tahun sebelumnya telah terjadi insiden seperti itu juga, dengan korban terbanyak pada 1990 yaitu menewaskan sekitar 1.400 orang. Seiring pertumbuhan populasi Muslim dunia, bertambah juga jumlah kelas menengah Muslim yang mampu melakukan ibadah Haji. Jumlah jamaah haji pun juga meningkat.

Teori konspirasi 

Seiring waktu jumlah jamaah Haji bertambah, ini dilihat sebagai kesempatan yang baik oleh Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi sangat menyadari masalah ini, menginvestasikan banyak uang untuk proyek infrastruktur untuk menampung lebih banyak jamaah dan membuat haji lebih aman.

"Sejak 1992, lebih dari 200 miliar poundsterling dihabiskan untuk proyek-proyek ini," tulis Drury dan Alnabusi. "Keamanan kerumunan telah sangat ditingkatkan pada haji sejak 2006 dan pendekatan yang lebih ilmiah untuk penilaian risiko telah dikembangkan."

Namun sayangnya, beberapa dari perkembangan ini kontroversial. Proyek infrastruktur baru, serta perluasan komersial dan amenitas, mengubah tampilan dan nuansa beberapa situs suci di dekat Makkah, banyak yang merasa tidak nyaman. Apalagi pembaruan tersebut justru terkadang mempersempit area padahal jumlah jamaah haji membeludak. 

"Program yang ambisius, memiliki konsekuensi yang merugikan bagi struktur sejarah dan sosial kota suci," kata Joan Catherine Henderson, pengamat dari Nanyang Technological University.

Beberapa dari situs relijius, terutama yang berasal dari abad ketujuh berdirinya Islam, sama sekali tidak dibangun dengan mempertimbangkan era modern. Arab Saudi tidak mungkin menanggapi dengan membatasi kehadiran secara lebih ketat. Apalagi ibadah haji merupakan salah satu pemasukan bagi Arab Saudi. Jika jamaahnya dikurangi, pemasukan pun akan berkurang. 

Pada 2015, Umrah dan Haji berhasil menyumbang PDB Arab Saudi sekitar 3,3 persen, meskipun terbilang kecil dari sumbangan PDB dari migas yaitu 40 persen. Namun Arab Saudi sadar bahwa tidak selamanya bergantung dengan minyak, bahkan harga minyak berangsur-angsur turun. 

Tidak hanya pembangunan infrastruktur yang dianggap kurang baik, Insiden Mina juga menimbulkan teori konspirasi oleh Iran. Iran adalah negara yang memiliki korban paling banyak dalam Insiden Mina, yaitu 464 korban tewas. 

Saat itu, menurut kepala pasukan paramiliter Basij Iran, ada satu penyebab utama dari Insiden Mina, yaitu Amerika Serikat (AS). 

"Amerika berada di balik bencana Mina. Dari propaganda mereka, kami dapat memahami bahwa mereka bertujuan menjauhkan orang dari prinsip haji," kata komandan Basij Mohammad Reza Naghdi seperti dikutip oleh media Iran pada 29 September 2015.

Wakil kepala staf Brigadir Jenderal Iran Massud Jazayeri mengatakan bahwa Insiden Mina dan jatuhnya crane di Makkah sengaja diatur oleh Israel dan pemerintah Arab Saudi.

"Mengingat infiltrasi dan pengaruh rezim Zionis penindas di Al-Saud, ada kemungkinan yang berkembang bahwa dua insiden disengaja," kata Jazayeri pada 28 September 2015, dikutip dari Radio Free Europe Radio Liberty.

Meski demikian, kedua tokoh tidak menjelaskan secara rinci bagaimana kedua teori tersebut dapat disimpulkan. Hubungan Arab Saudi dan Iran kembali goyah saat Haji 2016 Pemerintah Arab Saudi melarang warga Iran untuk ibadah Haji usai perundingan soal logistik dan keamanan antara kedua negara gagal mencapai kesepakatan.

Insiden Mina 2015 dinyatakan sebagai pembelajaran bagi Kerajaan Arab Saudi untuk mengatur jutaan orang yang datang dari berbagai belahan dunia. Sekadar pembangunan tanpa memperhitungkan efektivitas, justru akan menambah tragedi lainnya. Pada 2020, Arab Saudi hanya menerima beberapa jamaah dari kalangan tertentu seperti anggota kerajaam, paramedis dan orang-orang yang terlibat dalam menghadapi wabah COVID-19 di Arab Saudi. Banyak negara yang membatalkan ibadah Haji demi keamanan dan terhindar dari penyebaran COVID-19.