JAKARTA – Memori hari ini, 11 tahun yang lalu, 11 September 2013, Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan menegaskan bahwa Indonesia tak punya sosok Rambo dalam menegakkan keadilan. Penegasan itu diungkapnya sebagai bentuk klarifikasi atas kemarahan bintang Hollywood, Harrison Ford.
Sebelumnya, pria yang akrab disapa Zulhas merupakan salah satu narasumber serial dokumenter Years of Living Dangerously (2014) yang dipandu Harrison Ford. Film dokumenter itu mencoba menelanjangi ketidakmampuan pemerintah melawan perambah hutan.
Laju kerusakan hutan Indonesia terus mendapatkan sorotan dunia. Kerusakan hutan itu kerap dikaitkan dengan kebijakan pemerintah yang pro bisnis daripada urusan hajat hidup rakyat Indonesia. Kehancuran hutan yang tinggi dan cepat tentu tak bisa simsalabim dibenahi.
Kondisi itu membuat Indonesia jadi salah satu sorotan dalam pembuatan film dokumenter Years of Living Dangerously. Film itu memang difokuskan untuk membuat rakyat dunia terbuka matanya terhadap imbas pemanasan global. Harrison Ford pun didaulat sebagai pemandu acara.
Bintang film Indiana Jones itu menyaksikan sendiri bagaimana kerusakan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Hutan yang berada disekitar taman nasional itu gundul. Ford menduga ada hal yang tak beres terkait relasi kekuasaan dan bisnis.
BACA JUGA:
Bayangkan saja hutan yang dulunya seluas 83 ribu hektar itu hanya tinggal 20 ribu hektar akibat pembalakan dan perkebunan sawit. Ford dan kru segera mendatangi Kementrian Kehutanan di Jakarta untuk menanyakan sejauh mana komitmen pemerintah.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Ford langsung diterima oleh Menhut, Zulhas sendiri pada 9 September 2013. Ford coba mengajak berbincang-bincang. Hasilnya jauh dari harapan. Jawaban yang didapat hanya berbentuk main aman belaka.
Zulhas bak menyalahkan Indonesia yang baru belajar demokrasi. Kondisi itu membuat Indonesia butuh waktu banyak menjaga lingkungan. Jawaban itu membuat berang Ford.
“Ini tidak lucu. Hanya 18 persen yang tersisa. Kami melihatnya, ada jalanan-jalanan baru, jalanan baru yang ilegal, penebangan hutan, pepohonan berserakan di tanah, terbakar di tempat mereka jatuh. Ini sangat memprihatinkan, sangat menyedihkan, Anda telah melihatnya, Anda menjanjikan resolusinya,” ungkap Ford.
Ford tambah berang ketika mengetahui fakta bahwa 20 ribu perambah hutan di Tesso Nilo justru dapat hidup bebas. Kekecewaan itu jelas teraut lewat wajahnya. Berita-berita Ford marah kepada Zulhas pun mengudara ke mana-mana.
Alhasil, Zulhas mencoba mengonfirmasi terkait kemarahan Ford pada 11 September 2013. Zulhas menganggap menangkap perambah hutan bukan perkara mudah. Satu orang saja ditangkap maka lainnya akan memblokir jalan. Zulhas berkelakar bahwa di Indonesia tak ada Rambo.
Suatu sosok yang dianggap kuat dan berani berdasarkan kisah fiksi novel David Morrell dalam novel First Blood (1972). Zulhas pun lalu membeberkan bahwa pendekatan yang dilakukan pemerintah terhadap perambah bukan pendekatan keamanan, tapi pendekatan kesejahteraan. Caranya dengan mencarikan mereka lain untuk menyambung hidup.
"Harrison Ford kecewa karena saya tidak menangkap 20 ribu perambah hutan di Tesso Nilo. Dia tidak tahu saya tangkap satu orang saja di Mesuji kan seminggu blokir jalan lintas Sumatera. Bagaimana kalau 20 ribu orang? Tidak ada Rambo soalnya di sini.”
“Tiap hari kalau begitu, hutannya tambah rusak di situ. Ya, memang. Tapi pilihannya, hutannya agak rusak atau menangkap 20 ribu perambah. Kan tidak mudah,” ungkap Zulhas sebagaimana dikutip laman tempo.co, 11 September 2013.