Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 3 September 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik sebagai tersangkai korupsi. Penetapan jero dilakukan terkait perannya dalam penyalagunaan wewenang dan pemerasan.

Sebelumnya, Jero diduga tak puas dengan anggaran operasional menteri yang dianggapnya kecil. Jero lalu memainkan perannya. Ia mencoba mengambil dana sisa kegiatan hingga rapat-rapat fiktif yang merugikan negara.

Jero Wacik dikenal sebagai loyalis Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Politisi dari Partai Demokrat itu selalu dipercaya menjalankan jabatan mentereng. Jero pernah dipercaya menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata era 2004-2009.

Ia juga pernah dipercaya sebagai Menteri ESDM. Tindak tanduknya sebagai menteri ESDM awalnya berjalan mulus. Namun, masalah muncul kala salah satu anak buahnya terjerat korupsi. KPK pun mencoba mencari penelusuran terkait kasus korupsi di pengadaan Sekretariat ESDM.

Kasu itu menjerat bawahannya mantan Sekretaris Jenderal ESDM, Waryono Karno. Nyatanya penyelidikan berkembang ke kasus korupsi lain di ESDM. KPK mengendus adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dan pemerasan di Kementerian ESDM.

Jero Wacik yang pernah menjabat sebagai Menteri ESDM era 2011-2014. (ANTARA/Wahyu Putro)

KPK menelusuri kasus itu hingga mengerucut  kepada satu nama: Jero Wacik. Kasus korupsi yang melibat Jero terbilang baru dan unik. Jero justru bertindak mengutak-atik anggaran kementerian untuk kegiatan tak penting dari sosialisasi hemat energi hingga sepeda sehat.

KPK menggambarkan Jero menggunakan wewenanganya dengan tiga modus. Pertama, Ia mencoba mengambil dana sisa kegiatan di lingkungan ESDM. Kedua, ia menghimpun setoran dari pihak swasta yang jadi penyelenggaran. Ketiga, menggelar rapat-rapat fiktif.

Alhasil, KPK menaksir kerugian negara yang diakibatkan Jero mencapai Rp9,9 miliar. Uniknya lagi uang korupsi itu digunakan untuk buat iklan sosialisasi kenaikkan BBM. Baru sisanya digunakan untuk keperluan pribadi. Jero merasa anggaran operasional menteri kecil.

“Menurut Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, uang yang terkumpul sebesar Rp 9,9 miliar itu kemudian dipakai Jero untuk membuat iklan sosialisasi kenaikan harga bahan bakar minyak di media massa. Sisanya diduga masuk ke kantongnya serta dinikmati anak dan istrinya. Karena itulah, selama penyelidikan kasus ini sejak Januari itu, istri dan anak perempuan Jero dua kali diperiksa untuk mengusut penggunaannya.”

“Tresnawati, istri Jero, waktu itu hanya menjawab no comment setelah diperiksa pada Juli lalu. Dugaan tersebut dikuatkan oleh laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atas rekening-rekening milik Jero Wacik. Kepala PPATK Agus Santoso bahkan mengatakan ada kemungkinan Jero melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil korupsi," ungkap Bagja Hidayat dan kawan-kawan dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Utak-Atik Anggaran Pencitraan (2014).

KPK pun ambil sikap. Mereka langsung menetapkan Menteri ESDM, Jero Wacik sebagai tersangka korupsi pada 3 September 2014. Jero dianggap melanggar Pasal 12 ayat e atau Pasal 23 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berafiliasi ke Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Penetapan Jero membawa kehebohan. Presiden SBY sendiri mengaku terkejut. Sebab, Jero adalah politisi dari Partai Demokrat yang notabene adalah partai yang dibesarkan oleh SBY. Baru beberapa hari setelah penetapan, Jero pun mengundurkan dari jabatan Menteri ESDM dan ditangkap KPK.

"Pasca menjadi menteri di Kementerian ESDM, diperlukan dana untuk operasional menteri yang lebih besar. Untuk mendapatkan dana yang lebih besar dari yang dianggarkan, maka dimintalah dilakukan beberapa hal kepada orang-orang dalam kementerian,” ungkap Bambang Widjojanto dikutip laman BBC Indonesia, 3 September 2014.