KPK Limpahkan Berkas Terdakwa Korupsi Kegiatan Fiktif Kementerian ESDM
ILUSTRASI DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - KPK melimpahkan berkas perkara terdakwa mantan Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara Kementerian ESDM, Sri Utami, ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Dia merupakan terdakwa perkara korupsi terkait kegiatan fiktif di Kementerian ESDM pada 2012.

"Hari ini, tim jaksa telah melimpahkan berkas perkara terdakwa Sri Utami ke Pengadilan Tipikor pada PN Pusat," ucap Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya dikutip Antara, Senin, 14 Februari.

Ali Fikri mengatakan kewenangan penahanan Utami telah beralih menjadi kewenangan pengadilan tipikor. "Sebelumnya, penahanan terdakwa tersebut dimulai sejak pada saat dilakukannya penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik," kata Fikri.

Penahanan oleh tim jaksa dimulai dari 28 Januari 2022 sampai dengan 16 Februari 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. "Alasan tim jaksa menahan terdakwa diantaranya karena untuk kelancaran proses penuntutan perkara sehingga dapat segera diselesaikan dan diperiksa di pengadilan," tuturnya.

Saat ini, kata dia, tim jaksa menunggu penetapan penunjukan Majelis Hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan.

Ada pun Utami didakwa dengan dakwaan pertama pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP atau kedua pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pada April 2017, KPK telah menetapkan Utami sebagai tersangka, yang sebelumnya koordinator kegiatan pada satuan kerja Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM pada saat kasus itu terjadi.

Kasus tersebut melibatkan mantan Menteri ESDM, Jero Wacik, dan mantan Sekjen Kementerian ESDM, Waryono Karno.

Wacik berdasarkan putusan Mahkamah Agung divonis penjara delapan tahun ditambah denda Rp300 juta dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp5 miliar subsider dua tahun kurungan.

Sedangkan Karno berdasarkan putusan terakhir di tingkat Pengadilan Tinggi divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta dan uang pengganti Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.

Berdasarkan dakwaan terhadap Karno, Utami disebut mendapatkan keuntungan Rp2,39 miliar dari kegiatan fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp11 miliar itu.