Bagikan:

JAKARTA - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) punya karier gemilang di dunia militer. Namun, ia justru banting setir ke dunia politik. Ia belajar dengan cepat terkait tugasnya sebagai menteri. Popularitasnya kian melejit kala ia dicalonkan sebagai Wakil Presiden Indonesia, sekalipun kalah pada 2001.

SBY pun mencoba serius merancang strategi supaya eksis di panggung politik nasional. Ia tak mau bergantung dengan partai yang tersandera kepentingan kelompok. SBY memilih merintis dan membangun kendaraan politiknya sendiri untuk mengarungi demokrasi Indonesia: Partai Demokrat.

Tiada yang mampu menebak ke mana arah takdir membawa seseorang. SBY pun begitu. Pria kelahiran Pacitan, 9 September 1949 itu hanya memahami jalan takdirnya hanya sebagai prajurit. Jalannya dalam dunia militer bak terbuka. Ia jadi lulusan terbaik Akabri 1973 dan kariernya kian menanjak.

Keajaiban pun datang. SBY justru ditawari masuk gelanggang politik. Pemerintahan Presiden, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menawarinya jabatan Menteri Pertambangan dan Energi pada 1999. Gus Dur kepincut menjadikan SBY sebagai bagian dari pemerintahannya karena SBY dianggap figur genius.

Kehadiran SBY diyakini dapat membantu kinerja menteri lainnya, termasuk Menteri Pertahana era 2000-2001, Mahfud MD. Posisi SBY pun lalu disesuaikan kembali. Akhirnya, SBY mulai menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia era 2004-2014 dengan atribut Partai Demokrat. (ANTARA)

Jabatan itu membuat SBY sendiri banyak belajar terkait perpolitikan Indonesia. Ia pun dianggap sebagai sosok yang menonjol di pemerintahan. Buktinya, kala Gus Dur lengser SBY justru dicalonkan oleh Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia di MPR untuk jadi Wakil Presiden Indonesia mendampingi Megawati Soekarnoputri.

Kala itu SBY harus bersaing dengan tokoh bangsa lainnya macam Hamzah Haz (fraksi Partai Persatuan Pembangunan: PPP), Agung Gumelar (Fraksi Perserikatan Daulat Umat), dan Siswono Yudhohusodo (Fraksi Utusan Golongan) pada 24-25 Juli 2001. Hasilnya kurang menyenangkan. SBY kalah suara.

“Ada lima calon wakil presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi di MPR, yakni Hamzah Haz, Akbar Tandjung, Siswono Yudo Husodo, Agum Gumelar, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pemilihan putaran pertama, Hamzah Haz meraih 238 suara dari 613 suara anggota MPR yang hadir. Namun, jumlah ini kurang dari persyaratan 50 persen+1 suara. Karenanya, tiga kandidat dengan suara terbanyak, yakni Hamzah Haz, Akbar Tandjung, dan SBY, dipilih lagi pada putaran kedua.”

“Dalam pemungutan suara putaran kedua, Hamzah Haz mendapatkan 254 suara, Akbar Tandjung 203 suara, dan SBY 147 suara. Karena belum ada kandidat yang mendapatkan dukungan minimal 50 persen+1 suara, maka pemilihan dilanjutkan ke putaran ketiga, yakni antara Hamzah Haz dan Akbar Tandjung. Pada putaran ketiga ini, Hamzah Haz meraih 610 suara dan Akbar Tandjung meraup 237 suara,” ungkap Djarot Saiful Hidayat & Endi Haryono dalam buku Politik dan Ideologi PDI Perjuangan 2000-2009 (2024).

Bikin Partai Baru

SBY bukan orang yang mudah menyerah. Ia mulai merenungi kekalahannya. Ia menyadari bahwa suatu kontestasi politik justru tersandera oleh berbagai macam kepentingan. SBY mengakui pada saat ia maju dalam pencalonan Wakil Presiden banyak kepentingan yang jadi penentu pemberian suara. Bukan karena bela rakyat.

Wajah demokrasi itu tak membuat SBY gerah masuk politik. SBY coba melawannya. Ia tak mau terjebak dalam kepentingan-kepentingan yang bukan pada meningkatkan hajat hidup rakyat. Kondisi itu membuatnya ogah bergabung dengan partai politik yang sudah ada.

Opsi satu-satunya yang bisa dirangkai SBY adalah membangun kendaraan politiknya sendiri. SBY ingin partai yang dibangun dapat bebas dari kepentingan-kepentingan suatu kelompok. Ia tak ingin tersandera dengan kepentingan yang merugikan rakyat Indonesia.

Susilo Bambang Yudhoyono mendirikan Partai Demokrat pada 9 September 2001 sebagai kendaraan politiknya. (ANTARA)

Tujuannya supaya maruah demokrasi Indonesia terus langgeng. Keinginan SBY pun dikuatkan oleh segenap elemen masyarakat. Dukungan datang dari tokoh bangsa, politikus, hingga segenap rakyat Indonesia. SBY mulai menggagas konsep dasar partai. Ia juga merumuskan manifesto politik partai.

SBY ingin supaya partainya di masa yang akan datang dapat mendatangkan manfaat bagi rakyat Indonesia. Hasilnya, Partai Demokrat resmi berdiri pada 9 September 2001. Partai Demokrat perlahan-lahan mulai merebut hati rakyat Indonesia.

SBY dianggap figur pemimpin Indonesia selanjutnya. Benar saja, SBY mendapatkan simpati rakyat Indonesia dan menang dalam Pilpres 2004. Partai Demokrat pun membuktikan tajinya sebagai kendaraan politik yang ampuh untuk memperjuangkan misi SBY di panggung politik Indonesia.

“Setelah berpikir cukup lama untuk membentuk konsep dasar partai, tahun itu juga SBY resmi mendirikan Partai Demokrat yepat hari ulang yahunnya, tanggal 9 September. Aku menyaksikan bagaimana suamiku terjun langsung mempersiapkan segala sesuatunya. Membuat desain lambang partai, desain bendera partai, mars partai, juga manifesto politik partai.

"Semua ia lakukan sendiri di meja kerjanya di rumah kami di Cikeas. Aku mendampinginya selama melakukan persiapan-persiapan itu. Kubantu SBY menemukan warna biru yang mendekati gambarannya tentang biru yang menyimbolkan perdamaian, biru PBB. Dengan modal seadanya kami bergerak. Kerabat dan orang-orang yang mendukung SBY berdatangan mendukung Partai Demokrat,” ujar istri SBY, Kristiani Herrawati (Ani Yudhoyono) sebagaimana ditulis Alberthiene Endah dalam buku Kepak Sayap Putri Prajurit (2010).