Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 30 Agustus 2016, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengungkap naik haji lewat jalur tidak resmi atau ilegal tidak memenuhi syarat sehingga ibadah hajinya tidak sah. MUI menganggap ibadah haji tak boleh dikotori dengan tindakan kriminal.

Sebelumnya, banyak umat Muslim Indonesia yang tak sabar dengan antrean keberangkatan haji. Mereka harus menunggu belasan tahun untuk dapat naik haji lewat jalur reguler. Kemudian, mereka mencoba mensiasati keberangkatan lewat negara yang kuota hajinya tak pernah penuh.

Naik haji adalah penyempurna ibadah sebagai umat Islam. Orang-orang yang merasa cukup dan mampu berlomba-lomba menuju ke Tanah Suci. Namun, punya uang saja tak cukup. Apalagi mereka mendaftar lewat haji reguler.

Pendaftaran itu tak lantas membuat mereka langung berangkat ke Tanah suci. Calon jemaah haji harus masuk antrian dulu dan menunggu giliran berangkat. Masing-masing wilayah pun memiliki waktu tunggu yang berbeda. Kala itu berkisar belasan tahun.

Kondisi itu membuat orang-orang harus mendaftar haji lebih awal. Tujuannya supaya mereka dapat melaksanakan ibadah kala jiwa dan raga masih sehat dan belum renta. Ada juga yang tetap pasrah menanti giliran untuk dapat naik haji, sekalipun sudah berusia senja.

Imigrasi Surabaya saat menunjukkan paspor palsu yang diungkap selama proses keberangkatan haji. (ANTARA)

Ada yang dapat bersabar, ada pula yang tak dapat bersabar. Mereka mencoba segala macam cara untuk dapat menunaikan ibadah haji. Jasa travel nakal dipilih. Tujuannya supaya mereka dapat berangkat dari negara yang kuota hajinya tak pernah penuh macam Filipina.

Kondisi itu jelas melanggar hukum. Mereka harus membayar mahal. Namun, cara yang digunakan tak elok. Mereka terpaksa menggunakan dokumen palsu dan tentu saja menggunakan paspor Filipina. Praktik itu telah dilakukan beberapa tahun belakangan.

Nahasnya, praktik itu terbongkar pada awal Agustus 2016. Ada sekitar 100-an jamaah haji asal Indonesia yang diamankan Filipina. Alhasil, tujuh agen yang mencoba memberangkatkan jamaah haji ilegal itu itu ketahuan.   

"Kuota haji di Filipina kan selalu kurang, sementara kuota haji di Indonesia selalu penuh. Saya juga punya travel, tiga tahun lalu saya ditawari oleh sebuah agen travel untuk berangkat melalui Filipina, tapi saya menolak, karena risikonya tinggi.”

“Banyak orang punya uang. Namun, tidak mau menunggu sampai lama untuk pergi haji, akhirnya mereka memilih jalan pintas melalui negara lain," ujar Sekretaris Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Jawa Timur, Fauzi Mahendra dikutip laman kompas.com, 23 Agustus 2016.

MUI Jawa Tengah pun ambil sikap melihat fenomena haji lewat jalur tak resmi alias ilegal. MUI menyayangkan banyak umat Islam Indonesia yang menggunakan cara-cara tak patut, apalagi masuk dalam kategori kriminal seperti jamaah haji yang menggunakan paspor Filipina.

MUI lalu mengungkap ibadah haji lewat jalur tidak resmi adalah tidak sah pada 30 Agustus 2016. Kondisi itu karena calon haji memahami jalur mereka berangkat adalah ilegal. Sedang ibadah haji adalah pengabdian kepada Sang Pencipta sehingga tak boleh dikotori dengan tindakan kriminal.

“Apalagi jika sejak awal sudah tahu bahwa pemberangkatan haji itu ilegal, ya tidak boleh. Upaya memalsukan dokumen dan tindakan ilegal itu masuk kategori kriminal. Mereka tak jadi bisa haji. Uang ratusan juta rupiah juga akan hilang,” tutur Wakil Ketua MUI Jawa Tengah, Ahmad Rafiq sebagaimana dikutip laman tempo.co, 30 Agustus 2016.