Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 12 tahun yang lalu, 19 Juni 2012, pemerintah Indonesia kian geram kepada Malaysia yang kerap mengklaim budaya Indonesia sebagai budaya mereka. Malaysia terhitung sejak 2007-2012 sudah tujuh kali mengklaim budaya Indonesia.

Sebelumnya, Malaysia bak tak memiliki identitas nasional. Negeri Jiran itu banyak mengklaim budaya yang notabene milik Indonesia. Mereka sempat mengklaim Reog Ponorogo. Mereka sempat pula mengklaim Tari Pendet. Masalah itu justru membuat rakyat Indonesia bersatu menolak klaim Malaysia.

Kekayaan budaya bumi Nusantara banyak membawa kekaguman. Budaya-budaya itu kadang kala jadi atraksi wisata andalan Indonesia. Bahkan, satu wilayah ke wilayah lain memiliki budaya dengan corak yang berbeda-beda. Alias mewakilkan keragaman sebagai ciri khas kebangsaan.

Banyaknya budaya-budaya yang jadi hasil produk pikiran manusia Indonesia memang memikat. Kadang kala budaya-budaya yang ada membuat kepicut negara lain macam Malaysia. Alih-alih hanya mengagumi, Malaysia justru mengklaim banyak budaya Indonesia sebagai warisan budayanya.

Klaim Malaysia dimulai kala mereka mengklaim kesenian Reog Ponorogo pada 2007. Klaim itu tak berhenti dengan Malaysia membuat ulah lagi mengklaim lagu daerah Rasa Sayange, batik, Tari Pendet pada 2009.

Tari Pendet jadi salah satu kesenian yang di klaim oleh Malaysia. (ANTARA)

Klaim terus dengan mengakui kesenian alat musik angklung sebagai budaya mereka. Belakangan Malaysia mencoba mengklaim Tari Tor-Tor dan Gordan Sambilan. Kondisi itu membawa kehebohan. Segenap rakyat Indonesia pun mengecam langkah Malaysia.

Sekalipun Malaysia sendiri percaya diri dengan menyebut budaya itu hasil daya cipta rumpun Malayu. Malaysia dianggap sedang mencari identitas supaya negaranya memiliki daya tarik bagi pariwisata dunia. Kondisi itu membuat pekerjaan rumah pemerintah Indonesia kian banyak.

Empunya kuasa memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan menjaga. Jika tidak budaya-budaya itu akan lebih identik dikenal sebagai milik Malaysia, ketimbang Indonesia.

"Malaysia kini gamang melihat masa depannya. Hal terungkap sesuai penuturan sejumlah mahasiswa asal Malaysia yang kini sama tidak pernah mendengar tentang cerita rakyat asal negaranya sebagai sebuah sejarah. Pada sisi lain `perampokan’ budaya yang dilakukan Malasyia ternyata telah membangkitkan seluruh bangsa Indonesia dan menjadi bersatu.”

"Selama ini keseriusan pemerintah dalam melakukan inventarisasi, penjagaan, dan pelestarian budaya masih rendah sehingga perilaku Negeri Jiran itu diyakini telah mampu membangkitkan semangat bangsa ini. Mengapa itu bisa terjadi, lebih karena mereka menganggap Indonesia sebagai satu rumpun Melayu dengan Malaysia,” terang Sejarawan Gusti Asnan sebagaimana dikutip laman ANTARA, 5 Desember 2009.

Klaim budaya itu belakangan membuat pemerintah Indonesia geram. Negara tetangga yang dekat Indonesia dengan populasi mencapai sekitar 25 juta jiwa terdiri dari etnis China, Melayu dan India itu mulai dalam taraf mengganggu.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Windu Nuryanti angkat bicara pada 19 Juni 2012. Windu mengatakan sepanjang 2007-2012 Malaysia tujuh kali mengklaim budaya Indonesia sebagai warisan budaya negara itu.

"Melihat sejarah klaim-mengklaim itu memang cukup panjang, dalam catatan saya sudah tujuh kali. Mereka menyatakan tidak mengklaim Tari Tor-tor tapi hanya mencatat, kami minta secara tertulis maksud mereka mencatat itu dalam kategori apa," kata Windu sebagaimana dikutip ANTARA, 19 Juni 2012.