JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 18 Juni 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tiada kompromi terkait Perairan Ambalat. Presiden Jokowi pun meminta kepada jajarannya untuk bertindak tegas kepada Malaysia yang kerap cari gara-gara.
Sebelumnya, keinginan Malaysia mengincar potensi keluatan Indonesia di Perbatasan Ambalat tak pernah surut. Klaim Ambalat milik Negeri Jiran pun mencuat. Malaysia percaya diri. Sebab, mereka pernah memenangkan Pulau Sipadan dan Ligitan di Perairan Ambalat.
Kawan dan lawan adalah dua kata samar dalam kehidupan dunia internasional. Status itu bisa berubah tergantung kondisi. Ambil contoh hubungan Indonesia-Malaysia. Mulanya hubungan itu hangat saja terjadi di era pemerintahan Presiden Soeharto.
Belakangan Malaysia mulai tertarik dengan sumber daya alam yang ada di perairan itu. Ambalat digadang-gadang memiliki cadangan minyak bumi sampai menyentuh angka 764 Juta barel. Sedang cadangan gas bumi mencapai 1,4 triliun kaki kubik.
Gairah keuntungan itu membuat pemerintah Malaysia menyiapkan negaranya untuk mengklaim perbatasan Ambalat sebagai bagian dari wilayah mereka sedari 1979. Indonesia tak terima. Perbatasan Ambalat memang dekat dari Malaysia. Namun, secara resmi Indonesia memiliki wilayah itu karena sebab historis.
Perairan Ambalat adalah wilayah Kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur yang notabene bagian Indonesia. Klaim itu dikuatkan dengan adanya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah diratifikasi RI dan tercantum pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1984.
Ambalat diakui dunia sebagai milik Indonesia. Keputusan Mahkamah Internasional yang mengakui Pulau Sipadan dan Ligitan milik Malaysia mengubah segalanya pada 2002. Titik Zona Ekonomi Ekslusif Malaysia kian bertambah hingga dekat dengan wilayah Perairan Ambalat.
Konflik dan konfrontasi pun tak terhindarkan. Malaysia bak sengaja memprovokasi Indonesia. Kondisi itu berlangsung hingga 2015. Awal tahun saja Malaysia sudah kedapatan melanggar perbatasan RI.
“Kami selalu evaluasi. Dari Januari hingga sekarang, ada sembilan pelanggaran yang dilakukan Malaysia. Sembilan itu tidak kami intercept (cegat) karena tak ada di lokasi.”
“Malaysia masuk saat tahu pesawat kita tak ada di Tarakan atau Pontianak. Setiap pesawat kita ada di sana, mereka tidak mau masuk. Saat pesawat kita dari jauh mau melakukan intercept, mereka (pesawat Malaysia) sudah hilang duluan,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Fuad Basya dikutip laman CNN Indonesia, 16 Juni 2015.
Pelanggaran itu tak hanya membuat kesal militer Indonesia. Presiden Jokowi pun ikutan geram. Ia menganggap Malaysia seraya telah menginjak-injak kedaulatan Indonesia. Apalagi, aktivitas itu dilakukan berkali-kali.
BACA JUGA:
Alih-alih membiarkan, Presiden Jokowi justru memberikan instruksi supaya jajarannya bertindak tegas terhadap Malaysia pada 18 Juni 2015. Instruksi itu dikhususkan kepada Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. Jokowi mengungkap kedaulatan NKRI paling utama, tak dapat dikompromikan.
"Kedaulatan dijaga, dinomorsatukan, jangan dikompromikan. Jadi bersikap tegas kepada Pemerintah Malaysia soal perbatasan Ambalat," Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengungkap keinginan Jokowi sebagaiman dikutip laman detik.com, 18 Juni 2015.