Bagikan:

JAKARTA - Imbas meledaknya gudang peluru tak dapat dianggap remeh. Ambil contoh kala meledaknya Gudang Peluru Korps Marinir Cilandak di Jakarta Selatan pada 1984. Wilayah sekitar gudang peluru dari Cilandak, Jagakarsa, dan Lenteng Agung dibuat tak tenang.

Ledakan itu membuat ragam amunisi aktif berterbangan dan memaksa ribuan orang mengungsi. Mereka yang rumahnya rusak karena efek ledakan tak sedikit. Bahkan, beberapa di antaranya adalah nama besar macam Kapolri, Anton Soedjarwo hingga Gus Dur.

Nasib buruk tak pernah terpatri dalam kalender. Urusan nasib sial dapat datang kapan saja dan di mana saja. Itulah yang terjadi terhadap Korps Marinir Cilandak pada 29 Oktober 1984. Anggota marinir yang kebagian jaga malam dibuat panik dengan munculnya asap dari gudang peluru.

Insiatif diambil. Upaya memadamkan api dilakukan dengan baik dan berhasil. Namun, keberhasilan itu berdurasi singkat. Letupan-letupan bak ledakan mercon hajatan mulai terdengar. Khalayak umum mulai merasakan adanya ledakan sekitar pukul 20:00.

Potret warga Jagakarsa yang sedang menuju tempat pengungsian imbas gudang peluru Cilandak meledak. (Perpusnas)

Mulanya ledakan tak besar, tak sempat membuat lingkungan sekitar panik. Belakangan datang pula ledakan susulan yang mulai membuat bulu kuduk berdiri. Alih-alih hanya suara ledakan yang menggelegar, imbas ledakan tak kalah hebat.

Ledakan mampu membuat bangunan bergetar. Banyak kacah rumah hingga kantor pecah. Orang-orang mulai panik menjaga keselamatannya masing-masing. Kedahsyatan ledakan gudang peluru beralasan. Korps Marinir Cilandak memiliki enam gudang peluru. Isi gudang pun beragam. Antara lain bom, peluru, granat, hingga ranjau.

Kondisi itu membuat daerah sekitar kompleks marinir macam Cilandak, Jagakarsa, dan Lenteng Agung terkena imbasnya. Kepanikan juga hadir sampai Rumah Sakit Fatmawati. Seisi rumah sakit heboh. Amunisi aktif yang berterbangan mengenai beberapa gedung.

Tenaga kesehatan terus berjibaku menyelamatkan pasien dan mengungsi. Sekalipun beberapa di antara pasien meninggal dunia karena serangan jantung. Kondisi kepanikan di kawasan dekat gudang peluru tak jauh beda.

Prajurit TNI mengamankan hulu roket yang menghunjam pekarangan rumah penduduk akibat ledakan gudang amunisi milik Korps Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan pada 29 Oktober 1984. (Kompas/Hasanuddin Assegaff)

Amunisi yang berterbangan membuat ribuan orang terpaksa mengungsi. Opsi itu diambil karena pilihan mengungsi adalah yang paling masuk akal. Semuanya itu karena teror dari amunisi aktif yang tersebar secara acak bisa membuat nyawa hilang.

“Ledakan gudang peluru dan mesiu di Cilandak, Jakarta Selatan membangunkan penduduk dan menggerakkannya menjadi pengungsi yang meninggalkan kampung halamannya,” tertulis dalam buku Membuka Cakrawala: 25 tahun Indonesia dan Dunia dalam Tajuk Kompas (1990).

Kapolri hingga Gus Dur

Imbas meledaknya gudang peluru tak main-main. Puluhan orang meninggal dunia. Ribuan orang yang selamat terpaksa mengungsi. Semuanya karena rumah yang menjadi titik kehidupan keluarga dalam ketegori rusak dan beberapa amunisi aktif masih berseliweran.

Korban yang rumahnya rusak pun tak mengenal status. Mereka warga biasa hingga pesohor negeri tak luput kena hajar amunisi nyasar. Chicha Koeswoyo dan Rinto Harahap jadi korban. Chicha rumahnya hampir rubuh dikenai peluru imbas ledakan. Sedang Rinto rumahnya bak diteror oleh 12 peluru mortir.

Kondisi itu membawa kepanikan. Apalagi, rumah orang nomor satu di kepolisian, Anton Soedjarwo di Jagakarsa ikutan kena peluru. Anton bak kebagian sial. Burung-burung kesayangannya jadi korban dari peluru nyasar. Seisi rumah panik bukan main.

Kepanikan yang tak kalah besar juga muncul dari tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Rumahnya yang berada di jalan Kutilang, Cilandak rusak parah. Semuanya karena tiga peluru berjenis roket menghujani rumahnya.

Korps Marinir Cilandak. (kemhan.go.id)

Satu-satunya yang patut disyukuri dari imbas ledakan gudang peluru ialah tak ada korban jiwa dari keluarga Gus Dur. Narasi itu karena seisi rumah sedang pergi. Gus Dur pun pasrah dengan rumahnya yang rusak parah.

Ia berinsiatif untuk mengungsi ke rumah keluarganya sementara waktu. Kala kondisi sudah relatif aman dan rumah diperbaiki, mereka akan kembali. Pemerintah DKI Jakarta dan TNI pun merasa bertanggung jawab atas bencana yang dihasilkan dari meledaknya gudang peluru.

Tanggung jawab pun diambil. Barang siapa yang rumahnya rusak karena terkena peluru, akan diperbaiki secara cuma-cuma. Amunisi aktif yang berserakan pun mulai ditertibkan satu demi satu.

“Peluru jenis roket juga jatuh di rumah tokoh muda NU, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), di Jalan Kutilang, Cilandak. Rumah ditimpa tiga peluru. Eternit, genting, pintu, dan kerangka rumah patah. Ketika malam ledakan itu, Cak Dur dan istrinya sedang menunggui salah seorang anaknya yang dirawat di RSCM.”

“Sampai Ahad lalu keluarganya masih menumpang di rumah orangtuanya di Kebayoran Baru. Status saya sekarang pengungsi, sedang mencari kewarganegaraan baru," ujar Gus Dur sambil bergurau sebagaimana dikutip majalah Tempo dalam tulisannya berjudul Ledakan Cilandak (1984).