Menteri KKP Susi Pudjiastuti Sebut Makan Ikan Cegah Stunting dalam Memori Hari Ini, 3 Februari 2017
Susi Pudjiastuti yang pernah menjabat sebagai Menteri KKP era 2014-2019. (BBC Indonesia)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 3 Februari 2017, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti menyebut makan ikan adalah siasat ampuh cegah stunting. Susi menganggap ikan adalah sumber makanan bergizi yang murah dan terjangkau.

Narasi itu disampaikan oleh Susi kala mengisi kuliah umum di Institut Teknolologi Bandung (ITB). Sebelumnya, Susi prihatin dengan angka konsumsi ikan di Indonesa terlampau kecil dari negara macam Jepang. Masalah itu jadi ironi di tengah potensi kelautan yang melimpah ruah.

Konsumsi ikan rakyat Indonesia terhitung rendah. Kondisi itu membuat banyak pihak prihatin, khususnya Menteri KKP, Susi Pudjiastuti. Ia menganggap rendahnya konsumsi ikan bak sebuah masalah besar di tengah potensi kekayaan lautan Indonesia.

Rendahnya angka itu baginya tak bisa dimaafkan. Susi pun melanjutkan gebrakan KKP yang mengajak rakyat Indonesia untuk gemar makan ikan. Gerakan itu dikenal luas dnegan nama Gemarikan (Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan).

Seorang balita sedang diukur tinggi badannya untuk memastikan pertumbuhan badannya berkaitan dengan stunting. (1000 Days Fund/Jakarta Post)

Susi terus melakukan sosialisasi untuk gerakan itu. Semuanya karena fakta bahawa Konsumsi ikan rakyat Indonesia justru kalah jauh dengan negara Jepang. Suatu negara yang notabene dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih rendah dari Indonesia.

Susi ingin rakyat Indonesia memanfaatkan secara maksimal potensi laut Indonesia. Utamanya, ikan yang notabene sumber makanan bergizi. Ia tak ingin orang asing yang justru memanfaatkan lautan Indonesia.

Laku hidup itu yang membuat Susi terus berjuang menjaga laut Indonesia dimasuki oleh kapal-kapal pencari ikan ilegal dari luar negeri. Barang siapa yang kedapatan melakukan penangkapan ilegal akan diproses. Orangnya ditangkap, kapalnya ditenggelamkan.

Semuanya dilakukannya supaya rakyat Indonesia dapat mengelola dan mengkonsumsi kekayaan lautan Indonesia. Alias, kekayaan keluatan itu digunakan untuk sebanyak-banyaknya untuk kepentingan rakyat. Dukungan itu ditunjukkan dengan ragam program yang pro nelayan lokal.

Banyak makan ikan sangat disarankan demi kebaikan pertumbuhan anak. (Blackmores)

"Regulasi yang dibuat dari illegal fishing yang kita cracking, hasilnya luar biasa. Sebanyak 5.000-7.000 kapal sudah pergi dari perairan Indonesia dan mencatatkan penutupan illegal fishing sukses terbesar di dunia," kata Susi sebagaimana dikutip laman Liputan6, 13 Februari 2015.

Pesan untuk makan ikan terus disuarakan Susi. Bahkan, kala ia mengisi kuliah umum sekaligus penandatanganan MOU antara KKP dan ITB perihal penerapan ilmu dan teknologi serta pengabdian masyarakat di bidang kelautan dan perikanan di Aula Barat ITB pada 3 Februari 2017.

Susi pun menganggap stunting bak keanehan. Suatu keanehan di tengah kekayaan laut yang melimpah rumah, tapi anak-anak Indonesia masih ada yang pertumbuhannya tidak sehat dikarenakan kurang gizi (stunting).

Susi menganggap lautan Indonesia dapat menjadi sumber daya non hayati maupun sumber daya hayati. Ikan-ikan pun dapat jadi sumber daya makanan bergizi. Bahkan, ikan dapat jadi ‘benteng’ pencegah stunting.

Mahasiswa pun diminta mulai banyak konsumsi ikan untuk sumber makanan bergizi harian. Urusan kesejahteraan nelayan kecil akan diurus. Susi berjanji akan menyejahterakan nelayan-nelayan kecil supaya mereka tetap melaut dan tangkapan ikan kian banyak.

“Mengapa demikian? Karena masyarakat tidak bisa hidup hanya dengan menjadi nelayan kecil. Mereka (kalau tidak sejahtera) memilih mencari peruntungan ke kota dengan menjadi buruh-buruh urban yang akhirnya mendapat level kehidupan yang jauh lebih rendah.”

“Karena di kota-kota, masyarakat ini akan tinggal secara tidak layak di kardus-kardus, rel-rel kereta api, bahkan kolong jembatan. Sementara di kampungnya, mereka paling tidak masih punya rumah sendiri,” ujar Susi sebagaimana dikutip laman ITB sehari setelahnya, 4 Februari 2017.