JAKARTA – Sejarah hari ini, 83 tahun yang lalu, 6 Januari 1941, penjajah Belanda menghukum pejuang kemerdekaan Mohammad Husni (M.H) Thamrin jadi tahanan rumah. Penahanan itu dilakukan karena Thamrin dianggap kolabolator Jepang.
Sebelumnya, tindak tanduk Thamrin dalam peta perjuangan bangsa Indonesia tiada dunia. Ia berani bersuara lantang membela kaumnya lewat gelanggang politik Volksraad (kini: semacam DPR). Kondisi itu membuat Thamrin dikenal sebagai pejuang kemerdekaan jalur koorporatif.
Penjajahan Belanda adalah fase tersuram dalam perjalanan bangsa Indonesia. Kaum bumiputra diperas bak sapi perah. Kondisi itu membuat pejuang kemerdekaan tergerak. M.H. Thamrin, salah satunya. Thamrin dengan mantap memilih jalur perjuangan koorporatif.
Suatu strategi berjuang meraih kemerdekaan lewat bekerja sama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Siasat itu dimainkan supaya pemerintah Hindia Belanda lebih peduli terhadap nasib kaum bumiputra.
Thamrin pun paham benar fungsinya kala menjadi anggota Volksraad sedari 1927. Tindak-tanduknya di Volksraad pun menggelegar. Ia banyak membela hajat hidup kaum bumiputra. Banyak di antara pejuang kemerdekaan non koorporatif juga dibelanya, dari Soekarno hingga Tjipto Mangoenkoesoemo.
Thamrin pun jadi orang pertama yang berani berpidato di mimbar Volksraad dengan bahasa Indonesia. Ia pun berkali-kali membantu pejuang kemerdekaan, dari urusan dana hingga lobi-lobi politik supaya tak diasingkan.
Thamrin terus berjuang dengan caranya sendiri. Pun pada akhirnya ia memiliki sendiri jalan takdirnya dengan melawan Belanda secara terang-terangnya. Ia mulai meminta Belanda untuk memerdekan Indonesia.
Desakan itu membuat Belanda geram. Sekalipun Thamrin pernah mengingatkan bahwa kuasa Belanda akan runtuh jika memandang sebelah mata orang Jepang di Nusantara.
“Dalam pidato pertamanya, ia mengemukakan berkah dari barang-barang impor Jepang yang murah untuk penduduk. Menurutnya penetrasi ekonomi yang damai itu menjadi seperti prosesi kemenangan. Hanya dalam beberapa tahun, bukan saja karena harga yang murah juga karena para pemilik tokoh Jepang biasanya dalam berhadapan dengan pembeli Indonesia tidak menunjukkan arogansi rasial sama sekali.”
“Selanjutnya disebutkan bahwa pilihan kaum pribumi pada barang-barang Jepang terbentuk karena mereka sama sekali tidak menghalangi segala kepentingan penduduk bumiputra dalam keadaan industri nasional tidak menyediakannya. Penduduk paling terbelakang secara instingtif merasa pilihan mereka menciptakan pertimbangan terhadap supremasi ekonomi perdagangan Eropa yang menyeluruh,” ungkap Bob Hering dalam buku Mohammad Hoesni Thamrin (2003).
BACA JUGA:
Thamrin percaya dikemudian hari Jepang akan mengambil alih kuasa Belanda. Namun, inisiasi Thamrin yang melulu menggaungkan terkait kekuatan Jepang membuat Belanda kepanasan. Mereka curiga Thamrin dianggap sebagai kolaborator Jepang melawan Belanda.
Penjajah Belanda ambil sikap. Mereka mencoba memutus gebrakan yang dilakukan Thamrin. Tokoh nasional itu kemudian dijadikan tahanan rumah oleh Belanda pada 6 Januari 1941. Namun, penahanan itu membuat kesehatan Thamrin kian terganggu hingga meninggal dunia beberapa hari setelahnya.
“Pada 6 Januari 1941 Thamrin mendapat tahanan rumah karena dicurigai berkolusi dengan Jepang. Lima hari kemudian dia meninggal akibat kombinasi gagal ginjal, malaria, dan kelelahan. Pada pemakaman keesokan harinya, hadir antara 20 sampai 30 ribu pelayat,” terang Sejarawan Harry Poeze dan Henk Schulte Nordholt dalam buku Merdeka (2023).