JAKARTA - Popularitas Joko Widodo (Jokowi) sebagai Gubernur DKI Jakarta kian melejit. Modal itu membuat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusungnya sebagai Capres berpasangan dengan Cawapres, Jusuf Kalla (JK) dalam Pilpres 2014.
PDIP dan Mesin Parpol pengusungnya bergerak cepat. Kampanye dilakukan di sana sini. Namun, tak semuanya berjalan mulus. Jokowi pernah kedapatan melanggar aturan dengan mendaulat kawasan Car Free Day (CFD) Jakarta sebagai tempat kampanye. Kecaman pun berdatangan.
Andil PDIP memilih Jokowi sebagai jagoannya dalam kontestasi politik Pilpres bukan tiba-tiba. PDIP telah memperhitungkan secara matang. Alih-alih hanya karena Jokowi tak pernah kalah dalam kontestasi politik (Pilkada Solo dan Pilgub Jakarta 2012), PDIP justru melirik Jokowi karena figur yang merakyat.
Keyakinan itu membuat Megawati Soekarnoputri legowo Jokowi menggantinya sebagai Capres. PDIP dan partai pengusung, Jokowi sepakat mencarikan Cawapres yang tepat. Semua pilihan kemudian mengerucut kepada satu nama: Jusuf Kalla (JK).
Sosok itu dianggap PDIP sangat layak mendampingi Jokowi karena pengalaman JK terdahulu, dari menjabat sebagai menteri hingga Wakil Presiden Indonesia era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pasangan Jokowi-JK secara resmi dideklarasikan di Gedung Joang 45, Jakarta Pusat pada 19 Mei 2014. Keduanya kemudian akan berhadapan dengan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Kubu Jokowi dan JK pun mulai mempersiapkan rangkaian program dan janji politik tepat guna.
Ajian itu dilakukan supaya dapat mengungguli Prabowo-Hatta dalam Pilpres. Kubu Jokowi pun bersepakat memilih Revolusi Mental sebagai tema utama program politik. Program itu menitikberatkan kepada keinginan Jokowi-JK membangun jiwa rakyat supaya Indonesia jadi bangsa besar dengan serangkaian kegiatan.
“Tema utama kampanye Jokowi-JK 2014 yang mengusung "Revolusi Mental" dapat diartikan bahwa pemerintahan menempatkan penduduk sebagai isu sentral pembangunan lima tahun ke depan Karena sesungguhnya, mental penduduklah yang diharapkar akan mengalami revolusi melalui berbagai intervensi kebijakan yang tepat. Peluncuran Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak hanya untuk mengangkat kualitas hidup penduduk miskin dan rentan, tetapi juga dapat menjadi instrumen utama dalam revolusi mental.”
“Namun, kita perlu menyadari bahwa pembentukan mental dan karakter manusia berawal dari keluarga. Keluarga didefinisikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (mengacu pada UU No. 52/2009). Undang-undang tersebut menempatkan keluarga sebagai wahana pertama dan utama dalam membangun kualitas jasmani dan rohani setiap individu manusia,” terang Sonny Harry B. Harmadi dan Riant Nugroho dalam buku Population Policy: Praktik dan Tantangan (2020).
Langgar Aturan
Antusiasme kubu Jokowi-JK menyambut masa kampanye memuncak. Jokowi secara pribadi pun sudah kepincut untuk menemui pendukungnya di seantero Nusantara. Kubu Jokowi juga tak lupa menyiapkan kampanye besar yang dilanggengkan untuk memperkenalkan program Jokowi-JK di Jakarta pada Minggu, 22 Juni 2014.
Kawasan CFD Bundaran HI dipilih sebagai tempat berlangsungnya kampanye bertajuk Gerak Jalan Revolusi Mental Bersama Joko Widodo. Ribuan pendukungnya pun meneriakkan nama Capres andalannya: Jokowi, Jokowi, Jokowi.
Jokowi pun diarak pendukungnya dari Plaza Tenggara Monas, Sarinah, CFD Bundaran HI, dan kembali ke Monas. Massa pendukung Jokowi pun larut menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Jokowi yang berulang tahun kemarin, 21 Juni. Kampanye itu berhasil dan disambut dengan gegap gempita.
Keberhasilan itu disambut dengan suka cita oleh kubu Jokowi. Namun, tidak oleh kubu Prabowo-Hatta. Kampanye Jokowi di area CFD Bundaran HI – Silang Monas dianggap melanggar aturan pemilu. Semuanya karena kawasan itu adalah kawasan protokol (ring 1) yang seharusnya steril dari muatan kampanye.
Kubu Prabowo-Hatta berang dan melaporkan pasangan Jokowi JK melanggar aturan kampanye. Jokowi juga dianggap mengunakan fasilitas pemerintah DKI Jakarta yang notabene daerah yang dipimpinnya. Jokowi juga dinyatakan telah mengganggu aktivitas warga DKI Jakarta yang seharusnya memanfaatkan CFD dengan berolahraga.
Pelanggaran terakhir yang diyakini paling penting adalah Jokowi-JK telah melanggar hak politik pendukung Prabowo-Hatta. Fakta itu tertuang dalam SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1389/07.17 tanggal 18 Juli 2008 yang mengatur lokasi-lokasi Larangan Pemasangan Alat Peraga Kampanye.
Kubu Jokowi juga dianggap melanggar Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 39 Tahun 2013 tentang Ketentuan Lokasi Kampanye dan Pemasangan Alat Peraga Kampanye di DKI Jakarta pada Pemilu 2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun bereaksi.
BACA JUGA:
KPU meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memberikan sanksi atas pelanggaran Jokowi. Alih-alih sanksi besar, pasangan Jokowi-JK hanya diberikan sanksi administratif saja. Keputusan itu membuat kubu Jokowi-JK merasa menang, sedang kubu Prabowo-Hatta berang.
"Kami khawatir terjadi politik mentang-mentang. Mentang-mentang Gubernur, mentang-mentang anak buahnya banyak. Selama ini kami tak pernah berkampanye di sana karena menghormati aturan,” ujar tim advokasi Prabowo-Hatta Rajasa, Habiburokhman sebagaimana dikutip laman Tempo, 24 Juni 2014.