Henk Ngantung, Gubernur DKI Jakarta yang Diangkat Langsung Presiden Indonesia
Henk Ngantung (tengah) seusai dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 22 Oktober 1964 bersama dua wakilnya, Soewondo (kiri) dan Satoto Hoepoedio. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Indonesia pernah punya andil menunjuk langsung Gubernur DKI Jakarta. Narasi itu langgeng di era Orde Lama. Bung Karno ada di baliknya. Ia meyakini pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) itu tak dapat dipercayakan ke sembarang orang.

Barang siapa yang memimpin Jakarta harus mendapatkan restunya. Henk Ngantung, misalnya. Sosok seniman yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) ditunjuknya langsung jadi Gubernur DKI Jakarta. Tugasnya jelas. Soekarno ingin Henk gunakan bakatnya mempercantik Jakarta.

Keinginan Bung Karno menjadikan Jakarta sebagai mercusuar peradaban bangsa telah final. Ia ingin Jakarta jadi pionir dalam segala hal. Dari pembangunan dan perekonomian. Keinginan itu membuat Bung Besar kerap ikut campur dalam membangun Jakarta.

Ia ingin Jakarta dibangun dengan semangat romantisme revolusi. Seisi kota mulai dibangun ikon-ikon yang memantik semangat kebangsaan. Suatu upaya untuk mempertegas identitas kebangsaan. Upaya itu ditunjukkan Bung Karno dengan memilih sederet ahli dan seniman untuk melanggengkan keinginannya.

Proyek-proyek pembangunan yang kemudian dikenal sebagai proyek mercusuar digalakkan. Dari patung, hotel, hingga taman. Kuasa itu membuat Bung Karno tak membiarkan sembarang orang memimpin Jakarta. Ia kerap aktif memilih sendiri kepala daerah yang memimpin Jakarta.

Mantan Gubernur DKI Jakarta (1964-1965), Henk Ngantung yang sangat piawai melukis. (Charles Breijer/Netherlands Foto Museum)

Ia ingin Jakarta dipimpin di bawah kendali yang benar. Itupun semua pembangunan harus melalui restunya dari Bung Karno. Pemimpin pilihannya diharuskan dapat memiliki dedikasi yang tinggi dalam berbagai bidang.

Utamanya, mereka yang memahami seni. Semuanya karena Bung Karno menganggap Jakarta bak kanvas yang siap diimajinasi dan diwarnai supaya memiliki corak dan rapi.

“Namun, Soekarno memiliki peran paling besar dalam membentuk Jakarta selama periode ini. Ia memiliki visi terhadap Kota Jakarta di mana sebagian visi tersebut telah diwujudkan, baik ketika ia masih berkuasa maupun setelahnya. Selain itu, ia telah membangun sebagian besar landmark terkenal Jakarta masa kini.”

“Beberapa di antaranya Monumen Nasional yang terletak di tengah-tengah Jakarta, sebuah bangunan obelisk tinggi menjulang yang puncaknya dihiasi sebentuk api berlapis emas di pusat Jakarta; Hotel Indonesia, hotel bertingkat modern pertama di negara ini; Sarinah, pusat perbelajaan pertama; Jakarta Bypass dan Jembatan Semanggi, jalan raya modern pertama di Indonesia; semua ini dan masih banyak lagi yang lainnya adalah peninggalan Soekarno,” ungkap Susan Blackburn dalam buku Jakarta Sejarah 400 Tahun (2012).

Presiden Tunjuk Gubernur Jakarta

Soekarno memiliki andil dalam menunjuk langsung Gubernur Jakarta. Sesuatu kuasa yang tak dimiliki Presiden Indonesia berikutnya. Namun, bukan berarti pilihan Soekarno selalu berakhir dengan keberhasilan.

Beberapa pilihan Bung Karno dari tokoh pergerakan hingga politikus tak berlangsung mulus. Bung Karno ingin figur yang dapat menata Jakarta, bukan hanya menata politik. Sang Proklamator mencoba mengangkat pemimpin Jakarta kepada seniman Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berafiliasi dengan PKI. Hendrik Hermanus Joel Ngantung, namanya.

Sosok itu sudah sejak dulu dikagumi oleh Bung Karno. Pun Bung Karno adalah kolektor dari beberapa lukisannya. Persahabatan keduanya terus berlanjut. Henk kerap dilibatkan Bung Karno jadi panitia dekorasi Istana --Istana Negara dan Merdeka— untuk ragam hajatan.

Kedekatan itu membuat Bung Karno ingin sosok seniman itu jadi pemimpin Jakarta. Ia ingin Jakarta sejajar dengan IKN di negara besar lainnya. Kesempatan pun diberikan. Alih-alih langsung menunjuk Henk sebagai Gubernur DKI Jakarta, Bung Karno justru menempatkan Henk sebagai orang nomor dua di Jakarta.

GUbernur Henk Ngantung bersama Presiden Soekarno dalam sebuah jamuan di Istana Merdeka pada 1965. (Effendy Khairos/flickr)

Alias Henk dipilih sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta mendamping Soemarno Sosroatmodjo (1960-1964) sedari 1960. Penunjukkan itu supaya Henk dapat banyak belajar sebagai ahli tata kota. Henk mulai dilibatkan Bung Karno dalam banyak hal.

Ia mulai membantu Soekarno merancang beberapa monumen di Jakarta. Tindak-tanduk itu dilanggengkannya dengan penuh suka cita. Semuanya sesuai harapan Bung Karno yang ingin pemimpin Jakarta adalah seseorang yang mengerti seni.

Alhasil, Bung Karno mengangkat Henk jadi Gubernur DKI Jakarta pada 1964. Henk pun bertindak sesuai arahan Bung Karno. Ia mulai meletakkan fondasi penting Jakarta sebagai Ibu Kota yang tertata dan indah. Sekalipun periode kepemimpinannya singkat.

“Saat menjadi wakil gubernur, Henk mulai mempercantik Jakarta. Perlunya Jakarta memiliki air mancur adalah idenya. la pernah menaruh kuali-kuali bunga di sebagian jalan Thamrin. Pada waktu itu pot bunga berukuran gede belum ada di Jakarta. Henk menggunakan kuali besar yang biasa dipakai memasak sup. Henk juga yang mendesain Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, yang pengerjaannya kemudian dibuat oleh pematung Edhi Sunarso.”

“Henk juga merancang Patung Pembebasan Irian Barat. Tapi, selama menjadi gubernur, karena hanya setahun, banyak gagasannya yang belum terwujud. Jakarta harus dipimpin seorang yang mengerti pemikiran dan cita-cita Bung Karno tentang Ibu Kota. Orang itu harus memiliki jiwa seni, kemampuan kreatif, dan sanggup mendobrak konvensi-konvensi lama, demi pengembangan hal-hal yang baru,” tulis Seno Joko Suyono dan kawan-kawan dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Kisah Gubernur yang Dikucilkan (2014).