Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 57 tahun yang lalu, 16 Juli 1965, Presiden Soekarno menetapkan kembali Soemarno Sosroatmodjo sebagai gubernur DKI Jakarta. Soemarno menggantikan gubernur sebelumnya Henk Ngantung. Bung Karno pun menganggap Soemarno yang merangkap Menteri Dalam Negeri Indonesia figur yang tepat.

Semua karena Soekarno ingin melihat Jakarta ditata dengan baik. Sebab, ia ingin melihat Jakarta sebagai mercusuar peradaban bangsa. Alias Jakarta yang mampu membuat kagum dunia.

Soekarno tak pernah main-main dalam membangun Jakarta. Merombak wajah Jakarta dianggapnya sebagai tugas penting. Apalagi kala Indonesia merdeka, Jakarta masih didominasi oleh bangunan-bangunan dan lkon peninggalan Belanda.

Soekarno pun bersiasat. Ia banyak merencana ikon-ikon baru. Orang-orang pun mengenal proyek ambisius Soekarno di Jakarta dengan nama proyek mercusuar. Segala macam yang dibangun di Jakarta minimal atas persetujuannya. Pun harus memiliki makna yang dalam terkait romantisme revolusi.

Soemarno Sosroatmodjo, Gubernur DKI Jakarta 1960-1964 dan 1965-1966. (Wikimedia Commons)

Ia mengatur arah perkembangan Kota Jakarta. Tujuannya jelas. Supaya Jakarta dapat berada dalam tiap kalbu rakyat Indonesia. Jakarta disebutnya adalah milik bangsa Indonesia. Pembangunannya pun dilakukan dengan gegap gempita.

Sederet arsitek dan seniman dikumpulkan olehnya. Proyek-proyek bangunan, patung, jalan, hingga taman digalakkan. Ilham pembangunannya banyak muara dari kunjungan-kunjungan Soekarno ke luar negeri. Semuanya demi Jakarta mempercantik diri, pikirnya.   

“Namun, Soekarno memiliki peran palig besar dalam membentuk Jakarta selama periode ini. Ia memiliki visi terhadap Kota Jakarta di mana sebagian visi tersebut telah diwujudkan, baik ketika ia masih berkuasa maupun setelanya. Selain itu, ia telah membangun sebagian besar landmark terkenal Jakarta masa kini.”

“Beberapa di antaranya Monumen Nasional yang terletak di tengah-tengah Jakarta, sebuah bangunan obelisk tinggi menjulang yang puncaknya dihiasi sebentuk api berlapis emas di pusat Jakarta; Hotel Indonesia, hotel bertingkat modern pertama di negera ini; Sarinah, pusat perbelajaan pertama; Jakarta Bypass dan Jembatan Semanggi, jalan raya modern pertama di Indonesia; semua ini dan masih banyak lagi yang lainnya adalah peninggalan Soekarno,” ungkap Susan Blackburn dalam buku Jakarta Sejarah 400 Tahun (2012).

Soekarno tak sendiri dalam membangun Jakarta. Ia butuh orang yang dapat menjadi perpanjang tangannya untuk memastikan segala macam proyek tersebut berjalan. Karenanya, Bung Karno banyak menetapkan orang yang berhak menjadi gubernur DKI Jakarta.

Ia pun memilih Gubernur tak melulu berasal dari politisi. Kadang kala Soekarno memilih seorang gubernur dari kalangan seniman. Henk Ngantung, misalnya. Namun, bukan berarti mereka yang memiliki jiwa seni tinggi awet jadi gubernur. Buktinya, Henk Ngantung digantikan oleh Soemarno pada 16 Juni 1965. Jabatan itu bagi Soemarno adalah untuk kedua kalinya memimpin Jakarta.

Dua punggawa grup musik Slank, Bimbim dan Kaka adalah cucu dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Soemarno Sosroatmodjo. (Antara/Regina Safri)

“Surat keputusan itu menjelaskan mengenai pengangkatan Mayjen Dr. Soemarno di samping tugasnya sebagai Menteri Dalam Negeri terhitung pada tanggal itu pula, maka kedudukan Kepala DKI Jakarta disamakan dengan menteri.”

“Peningkatan status kedudukan pimpinan pemerintahan DKI Jakarta itu ditetapkan oleh presiden untuk mempertinggi tingkat daya kemampuan membangun ibu kota yang seimbang dengan kebesaran bangsa dan negara-negara, sesuai dengan perkembangan ketatanegaraannya, khususnya perkembangan Ibu Kota Negara Republik Indonesia berhubung dengan tingkat revolusi Indonesia pada saat itu,” tutup Obed Bima Wicandra dalam buku Henk Ngantung: Saya Bukan Gubernurnya PKI (2017).