Beda Soekarno dan Jokowi Soal Sarinah: Dahulu Toko Serba Ada untuk Jelata, Kini Etalase Barang Mahal
Presiden Jokowi saat meresmikan transformasi Toserba Sarinah pada Kamis 14 Juli 2022. (Twitter@jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah meresmikan transformasi Gedung Sarinah yang baru. Peresmian itu dilakukan dalam rangka menegaskan kembali arti penting Sarinah. Ia mengungkap Sarinah adalah ikon perjuangan bangsa. Apalagi penggagasnya adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia Soekarno.

Jokowi menginginkan Sarinah sebagai wadah berjayanya produk dalam negeri. Produk lokal berkualitas harus mahal, pikirnya. Namun, keinginan Jokowi tak senada dengan apa yang dicita-citakan Bung Karno. Apa itu?

Gedung Sarinah memiliki arti penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Presiden Jokowi memahami hal itu. Ia sampai meluangkan waktu untuk meresmikan transformasi Gedung Sarinah pada Kamis, 14 Juli 2022. Baginya Sarinah adalah ikon penting bangsa Indonesia. Ingatan terkait kemagahan dari Gedung Sarinah telah ‘didongengkan’ dari generasi ke generasi. Utamanya, Jokowi sendiri.

Ingatan berkunjung ke Sarinah sekitar tahun 1973-1974 telah jadi memori yang tak terlupakan. Kala itu, Jokowi diajak oleh kakeknya berkunjung ke Sarinah. Jokowi pun dilingkupi oleh kebahagiaan. Eskalator Sarinah yang didaulat sebagai eskalator pertama di Indonesia menarik pehatiannya. Ia pun, sebagaimana anak-anak lainnya, ikut menggunakan ekskalator untuk naik-turun.

“Alhamdulillah, hari ini bisa kita saksikan bersama wajah baru Sarinah. Sebuah ikon penting bangsa kita, yang merekatkan ingatan kita dari generasi ke generasi. Saya ingat betul tahun 1970-an, saya diajak kakek saya datang di Sarinah ini, mungkin tahun 1973-1974.”

“Saat itu yang ada eskalatornya memang hanya di Sarinah, saat itu, dan saya naik-turun, naik-turun, saya ingat betul. Saya naik-turun, naik turun, senang sekali. Inilah hal-hal yang meninggalkan memori yang mengesankan kita semua.  Masyarakat dari daerah datang ke Jakarta, pasti akan ke Sarinah,” ungkap Jokowi sebagaimana disiarkan Sekretariat Presiden via Youtube.

Presiden Jokowi melihat-lihat koleksi tenun dan barang lain yang diperdagangkan di Gedung Sarinah. (Twitter@jokowi)

Ia menyadari peresmian Sarinah takkan lengkap tanpa menyebut dan berucap terima kasih kepada penggagasnya Proklamator Kemerdekaan, Soekarno. Menurut Jokowi, Soekarno kala itu butuh wadah yang tepat untuk menampung kegiatan perdagangan perdagang barang-barang lokal. Jokowi pun mencoba melanjutkan mimpi itu.

Sebuah mimpi untuk melihat produk-produk anak negeri dapat bersaing dengan produk dunia. Karenanya, segala macam barang yang dipamerkan atau dijual di Sarinah harus dikurasi secara teliti. Harga mahal tak apa-apa, asal berkualitas tinggi. Jokowi pun berpesan jangan jual barang kualitas tinggi dengan harga murah.

“Tadi kita lihat sepatu yang kualitasnya sangat bagus sekali, harganya juga sangat mahal sekali. Enggak apa-apa, memang kualitasnya bagus, harganya harus mahal. Ada produk-produk tenun, ada produk-produk batik yang harganya juga mahal. Ya, memang harus mahal.”

“Jangan dijual barang-barang dengan kurasi yang baik, hasil yang sangat bagus seperti itu dengan tangan, dijual dengan harga murah. Agar kita selalu bangga dan kita membeli, dan menggunakan lebih banyak produk-produk bangsa kita sendiri untuk memenangkan persaingan global,” tambahnya.

Sarinah untuk Jelata

Boleh jadi perihal kehadiran produk-produk lokal berharga mahal diharapkan dapat memenangkan persaingan global. Namun, sesungguhnya ada perbedaan yang mendasar antara sejarah dan makna sesungguhnya kehadiran Gedung Sarinah.

Soekarno tak pernah menginginkan Sarinah hanya jadi etalase barang-barang mahal. Sebab, Sarinah dibangun Soekarno adalah untuk membangun ekonomi kerakyatan dan menjaga stabilitas harga barang di pasaran. Pandangan itu ia ungkapkan saat meresmikan pembangunan Sarinah pada 23 April 1963.

Toko serba ada yang digagas Bung Besar sengaja dibangun sebagai ruang untuk rakyat jelata, terutama wanita dapat membeli segala macam keperluan sehari-hari. Semua itu terlihat dari tindak-tanduk Soekarno yang mendedikasikan waktunya berjuang untuk rakyat jelata.

Alasan itu membuatnya memberikan nama toko serba ada itu Sarinah. Sebuah nama dari pengasuh Soekarno semasa kecil. Soekarno mendedikasikan nama Sarinah karena sosok Sarinah telah mendidik Soekarno banyak hal. Melihat kemiskinan, terutama. Jadi bukan rahasia jika nama Sarinah digunakan sebagai representasi rakyat jelata.

Sarinah pun sepenuhnya ‘diwakafkan’ soekarno sebagai alat perjuangan bangsa. Suatu wadah untuk merealisasikan masyarakat sosialis dan masyarakat yang adil dan makmur. Sekali lagi Sarinah adalah alat sosialisme.

Presiden Soekarno meninjau pameran buku di Toko Gunung Agung pada 1954. (Wikimedia Commons)

Sarinah didesain bukan semata-mata menjadi etalase barang mahal, melainkan sebagai penjaga stabilitas harga. Alias Sarinah menjadi tulang punggung yang mampu mengendalikan harga suatu barang di pasaran.    

“Dan sebagai tadi kukatakan masyarakat yang demikian itu tak mungkin tanpa distribusi aparat, salah satu distribusi aparat ialah satu departement store, dan kecuali itu menurut anggapanku, menurut keyakinan dan menurut penyelidikan disemua negara yang ada department store, satu department store adalah satu price stabilisator, prijs stabilisator.”

“Kalau kita bisa menjual satu bahan kebaya di departement store dengan harga Rp10, di luar orang tidak akan berani menjual bahan kebaya dengan Rp20 per satu bahan. Kalau kita di dalam departemen store bisa menjual satu peti alat apapun dengan harga Rp100, di luar orang tidak akan berani menjual barang itu dengan harga Rp500, atau Rp1.000. Departement store adalah penggerak harga. Oleh karena itu maka saya perintakan agar supaya di Jakarta segera didirikan satu department store, di lain-lain kota juga didirikan satu department store,” terang Soekarno dalam amanatnya pada pemancangan tiang pertama Sarinah, 23 April 1963.