JAKARTA - Jejak Ancol sebagai ikon wisata sudah hadir sejak zaman Belanda. Kala itu, kawasan Pantai Ancol telah dijadikan kawasan rekreasi kaum elite Belanda. Perwira artileri VOC, Johannes Rach (1720-1783) bahkan pernah melukiskan betapa ekslusifnya kawasan yang dulu disebut Slingerland. Sayangnya, karena wabah malairia, Ancol jadi terlupakan. Alhasil, Presiden Soekarno datang sebagai juru selamat kawasan yang sudah menjadi sarang monyet dengan menggagas Proyek Ancol pada 1960-an.
Dalam Proyek Ancol, Bung Karno ingin mengembalikan Ancol sebagai tempat wisata dengan muruah “Taman Impian.” Hal itu sempat kami ulas dalam tulisan “Sejarah Ancol: Taman Impian yang Ditinggalkan hingga Menjadi Sarang Monyet”. Presiden Soekarno ingin Pantai Ancol dapat diakses seluruh warga Jakarta. Tercatat, proyek tersebut direncanakan akan memakan lahan seluas 552 hektare rawa-rawa, empang, dan semak-belukar.
Dikutip Sugianto Sastrosoemarto dan Budiono dalam buku Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol (2010), Bung Karno disebut memiliki ide membuat taman hiburan setelah melakukan kunjungan ke Disneyland, Hollywood dan tempat hiburan lain selama lawatan tiga pekan di Amerika Serikat (AS) pada 1950-an.
Pendek kata, Bung Karno menginginkan adanya tempat hiburan serupa. Bung Karno tampak mantap memilih kawasan Ancol sebagai lokasi utamanya. Olehnya, kawasan Ancol yang awalnya direncanakan sebagai kawasan industri, mendadak berubah karena Putra Sang Fajar ingin membangun kembali kejayaan ancol sebagai ikon wisata.
Sebagai bentuk keseriusan, pemerintah menggandeng pihak kontraktor Prancis, Compagnic Industriale de Travaux (Citra) untuk menjalankan mandat Proyek Ancol pada 1962. Sebagaimana rencana, proyek ini akan dibangun tempat pemandian, hotel, akuarium, perumahan, serta menara setinggi 208 meter yang sekaligus berfungsi sebagai menara televisi.
Akan tetapi, pengerjaannya tak berjalan mulus. Untuk pengerukan rawa dan empang saja membutuhkan waktu empat tahun. Bung Karno bergerak cepat. Supaya tak diganggu gugat oleh politisi dari kelompok berseberangan, Bung Karno kemudian menjadikan Proyek Ancol sebagai proyek mandataris. Sebuah proyek yang langsung berada di bawah komando presiden.
”… Bagaimana kamu bisa memberikan tempat yang bisa membahagiakan rakyat Jakarta agar penduduknya menikmati hawa segar laut, bisa melihat cerianya anak-anak bermain di pantai, ditingkahi debur ombak dan tiupan angin yang semilir,” ucap Bung Karno sembari berpesan kepada Gubernur DKI Jakarta kala itu, Soemarno Sosroatmodjo saat melaporkan perkembangan proyek Ancol.
Meski sudah mengeluarkan daya upaya, nyatanya proyek Ancol kembali terkendala pada 1966. Kelak, Bang Dagang Negara tidak lagi memberikan kredit untuk Proyek Ancol. Hal itu berarti proyek Ancol terancam terlantar. Beruntung, berkat cekatannya Ali Sadikin atau yang akrab disapa Bang Ali sebagai gubernur baru pada 1966, dirinya kemudian menyerahkan tugas membangun serta menyelesaikan proyek kepada BUMD DKI, PT. Pembangunan Jaya yang dikomandoi oleh pengusaha sukses, Ciputra.
“Keyakinan saya sudah terbentuk bulat. Ancol pasti bisa saya kembangkan. Dengan tantangan kesulitan mahadahsyat, kami pasti bisa melakukan langkah setahap demi setahap. Jakarta harus memiliki pantai yang indah. Bukan pantai yang tersia-siakan. Jika saya menolak proyek ini, boleh jadi orang lain juga tidak ada yang bersedia menyentuhnya. Dan, Jakarta tidak akan pernah memiliki pantai yang bisa dinikmati sebagai obyek wisata,” ucap Cipultra dikutip Alberthiene Endah dalam buku Ciputra The Entrepreneur (2017).
Proyek pertama Ancol: Bina Ria
Setelah mengalami kesukaran dan ketidakjelasan terkait Proyek Ancol, pada akhirnya Bang Ali mulai bernapas lega. Pada hari Minggu, 25 Juni 1967, dirinya akan mendatangi upacara peresmian proyek pertama Ancol “Taman Rekreasi Bina Ria Ancol.”
Menurut laporan harian Kompas berjudul Bina Ria, Pantai, Bikini, Dan Motor (1967), acara itu lantas menarik perhatian dari warga Jakarta hingga berduyun-duyun mendatangi Ancol untuk mencoba tempat rekreasi baru dengan Pantai Bina Ria yang digembar-gembor sebagai pantai berpasir putih. Seketika, para pegadang yang menjanjakan dagangan pada saat peresmian, bak ketibak durian runtuh. Seluruh dagangan mereka habis terjual.
Tak hanya itu. Kemeriahan acara pembukaan berlanjut. Pemerintah DKI Jakarta menyiapkan berbagai macam atraksi, mulai dari lomba renang jarak seribu meter, demonstrasi ski air, demonstrasi mobil amfibi, akrobat, gadis plastik, dan musik. Lewat diresmikannya Bina Ria, Direktur PT. Pembangunan Jaya, Ir. Ciputra mulai memasarkan penjualan kavlin tanah untuk daerah industri, perumahan, dan pusat rekreasi.
“Sebagai proyek pertama Ancol, Bina Ria dibangun dengan biaya Rp7,5 juta. Minimnya tempat rekreasi di Jakarta membuat warga berbondong-bondong ke Bina Ria. Untuk menikmati kesegaran udara pantai dan pasir putihnya, pengelola menyiapkan tenda yang bisa disewa dengan harga Rp100 per jam. Faktor keamanan pun dijamin dengan ditugaskannya hansip. Karcis masuk ke lokasi ini, orang dewasa Rp10, anak-anak Rp5, mobil Rp50, motor dan bemo Rp10, serta sepeda Rp5,” tulis laporan tersebut.
BACA JUGA:
Uniknya, sebuah kejadian lucu tampak hadir dalam upacara peresmian. Seperti yang diungkap oleh Johnny TG dalam surat kabar Harian Kompas berjudul Ancol: Mewujudkan Mimpi di Bekas Rawa (2018), Bang Ali yang mengenakan pakaian sipil, kacamata hitam, dan bertopi rumput murahan sempat ditegur oleh aparat keamanan untuk tidak duduk di kursi undangan. Untungnya, ada seorang panitia yang bisa menjelaskan hal itu sekaligus minta maaf kepada gubernur atas kejadian tadi.
Selebihnya, kawasan Pantai Bina Ria kemudian menjelma menjadi tempat wisata yang populer di seantero Jakarta. Bina Ria tampak mengalahkan wisata pantai lainnya, semisal Pantai Cilincing yang pernah kami ulas dalam tulisan “Sejarah Cilincing, Sebuah Kawasan Penting di Utara Jakarta”.
Lantaran digandrungi warga Jakarta, rekaman akan populernya Bina Ria juga sempat direkam beberapa musisi, seperti Titiek Sandhora yang membawakan lagu Ke Bina Ria (1990). Selain itu, grup band kekinian, Naif turut menceritakan pengalaman indah mereka saat berkunjung ke Bina Ria lewat lagu Piknik 72 (1998).
Pergi di hari Minggu
Bersama pacar baru
Naik vespa keliling kota
Sampai Binaria
Hatiku jadi gembira.