JAKARTA - Utang Bambang Trihatmodjo kepada negara tengah santer di kuping publik, menyusul polemiknya dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Bambang menggugat Sri atas perpanjangan pencegahannya ke luar negeri. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membalas gugatan dengan mengingatkan Bambang pada utang masa lalu yang ia bawa sejak Sea Games 1997. Utang dari sebuah perhelatan bersejarah. Sebab Sea Games kali itu adalah tahun manis sekaligus penutup masa kejayaan Indonesia.
Pencegahan Bambang ke luar negeri didasari oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah Republik Indonesia terhadap Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara. Dalam gugatannya, Bambang meminta Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk menyatakan keputusan itu batal atau tidak sah.
Selain itu, dalam gugatan yang teregistrasi dengan nomor perkara 179/G/2020/PTUN.JKT, Bambang juga meminta PTUN mewajibkan tergugat mencabut keputusan menteri tersebut. Gugatan diajukan Bambang lewat kuasa hukumnya, Prisma Wardhana Sasmita, di mana status perkara saat ini masih dalam tahap pemeriksaan persiapan.
Terakhir kami hubungi, Kamis petang, 17 September, Kemenkeu menyatakan belum menerima pemberitahuan gugatan tersebut. “Sampai saat ini pihak Kemenkeu belum menerima rilis pemberitahuan gugatan tersebut,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari, dikonfirmasi VOI.
Meski begitu Kemenkeu telah menjelaskan alasan memperpanjang pencegahan terhadap Bambang. Menurut Kemenkeu, Bambang belum menyelesaikan kewajibannya dalam konteks piutang negara penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997.
Dalam gelaran SEA Games 1997, Bambang menjabat sebagai ketua konsorsium pelaksana. Kala itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, ayah Bambang sendiri memberikan pinjaman sebesar Rp35 miliar kepada konsorsium. Pinjaman itu bersumber dari dana Bantuan Presiden (Banpres).
Bambang bertanggung jawab menyediakan seluruh fasilitas SEA Games. Sebagai ketua konsorsium, Bambang juga dibebani pertanggung jawaban piutang tersebut. Diperkirakan, dengan jumlah pinjaman, ditambah bunga dan denda, angka yang harus dibayar Bambang kini telah mencapai triliunan rupiah. Utang besar dari tahun yang menjadi awal kemerosotan prestasi olahraga Indonesia di SEA Games.
Kemerosotan prestasi Indonesia
Indonesia bukan partisan SEA Games. Indonesia adalah juaranya SEA Games. Sampai tahun 1997, setidaknya kejayaan itu bisa dirasakan. Indonesia bahkan menjadi negara pertama yang menjuarai SEA Games. Lebih istimewa lagi karena gelar juara umum itu didapat Indonesia di tahun pertama keikutsertaannya.
Melansir laman Lao National Olympic Committee, sebelum tahun itu SEA Games disebut dengan SEAP Games (Southeast Asian Peninsular Games). Diselenggarakan dengan periodik yang sama, yakni dua tahunan, SEAP Games pertama digelar pada 1958.
SEAP Games merupakan inisiasi dari negara-negara anggota federasi South East Asian Peninsula (SEAP), yaitu Thailand, Burma (Myanmar), Malaya (Malaysia), Vietnam Selatan (Vietnam), Laos, hingga Kamboja. SEAP Games pertama digelar pada 12-17 Desember 1959 di Bangkok. SEAP Games terus bergulir hingga tahun 1977, ketika Indonesia masuk --bersama Filipina-- dan langsung jadi juara.
Kala itu, di Malaysia, tak ada satupun negara yang mampu menandingi raihan medali emas Indonesia. Indonesia meraih 62 emas, 41 perak, serta 34 perunggu di debutnya itu. Negara penggagas SEAP Games, Thailand bahkan kalah jauh di posisi kedua dengan 37 emas, 35 perak dan 33 perunggu. Dalam kurun waktu 1977 hingga 1997, Indonesia hanya dua kali gagal menempati posisi juara umum. Momen itu terjadi dalam SEA Games Thailand 1985 dan 1995.
BACA JUGA:
Bisa dibilang, tahun ketika Bambang berutang adalah tahun terbaik sekaligus pangkal katrol yang menyeret Indonesia semakin ke dasar sumur. Di SEA Games 1997 Jakarta, Indonesia mencatatkan 194 emas, 101 perak, dan 115 perunggu. Prestasi Indonesia menurun drastis sejak tahun gelaran selanjutnya, 1999. Kondisi itu bahkan tak membaik hingga SEA Games 2003. Indonesia merosot ke peringkat tiga.
Pada SEA Games 2005, capaian Indonesia makin payah. Tahun itu Indonesia melorot ke posisi lima. Namun, kondisi sempat merangkak naik di tahun 2007 dan 2009. Di dua tahun berturut itu Indonesia menduduki posisi empat dan tiga.
Tahun 2011, dejavu itu terjadi. Indonesia jadi juara umum dengan catatan 182 emas, 151 perak, serta 143 perunggu. Namun, itu bukan momen kebangkitan. Di tahun 2013 Indonesia kembali ke peringkat empat. Menyusul, dua momen setelahnya, SEA Games 2015 dan SEA Games 2017, Indonesia turun ke peringkat lima.
Terakhir, di SEA Games 2019 Filipina, prestasi Indonesia belum menunjukkan perbaikan. Indonesia bertengger di posisi empat klasemen akhir dengan 72 emas, 84 perak, dan 111 perunggu. Hari ini utang Bambang mengingatkan kita tentang betapa manisnya SEA Games 1997.